Oleh: Hervin Maitimu
Saat matahari terbit di Timur Maluku, aroma-aroma pala dan cengkeh membangunkan saya di pagi hari untuk membantu bapak di kebun. Bukan cuman memanen pala dan cengkeh, tetapi juga obrolan santai bersama tetangga: “Harga hari ini gimana? Cuaca aman gak?” Itu lah jejaring ala rumahan di kota kami, kolaborasi sederhana yang bikin kami bertahan di tengah fluktuasi pasar. Sebagai mahasiswa Magister Teknologi Infomasi di UGM yang fokus pada riset digital farming, ingatan itu sering menyelinap saat saya Meng scroll berita tentang transformasi digital.
Di 2025 ini, Nusantara kita yang terdiri dari ribuan pulau dan keragaman budayanya sedang di ambang revolusi. Namun tanpa fondasi jejaring dan kolaborasi yang kuat, inovasi digital bakal jadi mimpi kota besar saja, takkan pernah bisa menyentuh petani kecil seperti kami di timur. Opini saya: jejaring dan kolaborasi harus jadi fondasi utama, biar era digital Nusantara gak cuma pintar, tatapi juga inklusif dan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
Lihat saja momentum 2025 yang lagi bergelora. Global Digital Trade Expo (GDTE) 2025 di Hangzhou, Cina, baru saja menjadi pengaruh besar buat Indonesia, dengan Jakarta Smart City mewakili kita di sana. langkah strategis untuk menguatkan jejaring kolaborasi digital global, dari e-commerce sampai smart city yang hadir menjadi solusi. Partisipasi ini bukan hanya pameran, tatapi komitmen nyata mempercepat transformasi digital lewat inovasi strategis dan kemitraan lintas batas, seperti yang dibahas dalam video promosi Digital Transformation Indonesia.
Di sisi lain, Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI) 2025 lagi mendorong kolaborasi AI di bidang geospasial kumpulan ratusan akademisi dan praktisi buat diskusi inovasi teknologi yang memperkuat jejaring riset nasional. Hal Ini sangat relevan buat pertanian, bayangkan saja pemetaan lahan akurat via AI bantu petani Maluku prediksi panen pala tanpa tebak-tebakan.
Kolaborasi Kearifan Lokal dan Inovasi Digital di Osaka Expo 2025, Meriahkan HUT ke-80 RI pertunjukan “JIWA” yang peduli koreografi adat sama tech modern, bikin dunia kagum sama fragmen kehidupan masyarakat timur. Sementara itu, Digital Transformation Indonesia-CX (DTI-CX) 2025 di Senayan menarik 10.108 pengunjung dalam dua hari, jadi momentum kolaborasi yang bikin ekosistem digital kita makin solid.
Dan yang fresh pada tanggal 2 Oktober 2025 Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi meluncurkan Garuda Spark Innovation Hub di Jakarta. Inisiatif ini bertujuan untuk mendorong transformasi digital nasional dengan pendekatan yang unik, “nationally coordinated but locally adapted”. Hal tersebut merupakan upaya strategis pemerintah untuk mewujudkan kemandirian digital bangsa dan dirangkai dengan pengumuman hasil Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2025 inisiatif memperkuat ekosistem digital, menghubungkan talenta muda sama investor buat inovasi berkelanjutan. Ini semua bukti kolaborasi lintas sektor, dari pemerintah sampai swasta, bisa jadikan Indonesia Silicon Valley Asia Tenggara, dengan transformasi digital sebagai lokomotif ekonomi.
Kenapa fondasi ini krusial? Ekonomi dulu! jejaring bisa meningkatkan inovasi sampai 30-40%, bantu UMKM rempah Maluku kolaborasi sama pasar global via platform digital, kurangi rugi fluktuasi harga. Sosialnya? Jaga keragaman seperti Indonesia Digital Forum 2025 yang lahir dari kolaborasi PANDI, APJII, dan ATSI, bangun ekosistem digital nasional yang sinergis. Tapi tantangannya nyata: digital divide bikin timur kayak Maluku sering ketinggalan sinyal dan akses, plus budaya “solo player” yang masih melekat di institusi. Kalau tidak diatasi, inovasi cuma jadi privilege segelintir, bukan hak semua.
Solusinya tidak rumit, asal kita bergerak bersama. Pertama, mewajibkan mata kuliah Jejaring dan Kolaborasi di kampus kayak UGM, integrasikan bersama proyek AI geospasial buat mahasiswa berkarbonasi lintas pulau. Kedua, pemerintah bangun platform nasional “Nusantara Connect” buat UMKM hubungkan langsung ke expo global kayak GDTE atau Osaka. Ketiga, swasta dan komunitas lanjut event inklusif, prioritaskan timur seperti roadshow inovasi di Garuda Hub. Setiap langkah ini balik modal berlipat, kayak gotong royong nelayan yang bikin tangkapan dobel.
Akhirnya, jejaring dan kolaborasi adalah fondasi yang bikin era digitalisasi Nusantara tidak dingin seperti angin pulau ora, tapi hangat kayak aroma cengkeh pagi. Seperti puisi-puisi yang turun dari gunung horil “Jejaring bagai akar pala yang saling temali, Kolaborasi angin timur bawa benih inovasi. Di lautan digital, kita bukan pulau sendirian, Tapi kepulauan emas, fondasi Nusantara abadi.” Mari gandeng tangan sekarang, biar inovasi gak cuma janji, tapi panen nyata. Siapa yang mulai dari kebun kecil?
(Word count: 696. Kontak: [email Hervinmaitimu7@gmail.com] buat diskusi lebih lanjut. Opini ini lahir dari riset S2 UGM dan panen rempah di maluku.)