Telaah
Kritis Tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Realitas Anggaran di Maluku Tahun 2023
Mohammad Fagi Fakaubun, SE, MM |
Dharapos.com – Catatan kritis Politisi Partai Golkar Maluku Mohammad Fagi
Fakaubun, SE.MM terhadap Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Gubernur Maluku Tahun
anggaran 2022 yang di tolak Dua Partai besar PDI Perjuangan dan Partai Golkar
pada Rapat Paripurna di gedung DPRD Maluku, Kamis malam (3/8/2023).
Melalui
rilis yang di kirim lewat whatsapp pada media Dharapos.com, Rabu (09/08/2023),
saya merespons pemberitaan tentang Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Maluku
Triwulan II Tahun 2023 yang menggeliat, yang dirilis oleh beberapa media.
Saya ingin
memberikan tanggapan lain dalam perspektif yang anomalis dari fakta-fakta yang
diungkap tersebut, dan merasa perlu untuk lebih mendalam dalam menghadirkan
sudut pandang yang mungkin terlupakan di balik angka-angka tersebut.
Saya percaya
bahwa dalam mengkritisi kebijakan di Maluku, kita perlu menjaga keseimbangan
dan tetap berpikir kritis agar pemerintah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan
yang lebih tepat guna dan berdampak positif bagi masyarakat.
Menurut saya,
saat ini kita tidak boleh melupakan peristiwa baru-baru ini di mana dua partai
besar menolak laporan pertanggungjawaban Gubernur Maluku terkait realisasi
anggaran tahun 2022.
Hal ini juga
menggarisbawahi fakta bahwa ada masalah-masalah yang perlu dihadapi oleh
Pemerintah Daerah, baik dari sisi perumusan kebijakan maupun pelaksanaan Visi
Misi Gubernur 2019-2024.
Rilis berita
yang dikeluarkan oleh Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)
tampaknya mengarah pada pembungkaman atas dampak negatif dari penolakan laporan
pertanggungjawaban Gubernur. Namun, dalam merespon kinerja ekonomi dan realitas
fiskal di Provinsi Maluku, kita perlu melihat lebih dalam di balik angka-angka
gemilang yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Gambaran
fiskal sebenarnya menggambarkan tantangan yang kompleks dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
KENDALA
FISKAL DALAM MENYOKONG PERTUMBUHAN EKONOMI:
Dalam
menghadapi kenyataan hutang sebesar Rp. 700 miliar, dimana Pemerintah Maluku
diwajibkan setor 136 miliar rupiah per tahun selama 8 tahun ke SMI atau
pemerintah Pusat, mengundang refleksi tentang implikasi pada pembangunan.
Hutang ini
sebenarnya telah menggerus anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pengembangan
ekonomi yang mendukung penurunan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.
Konteks APBD
Provinsi Maluku yang terbatas pada 3,3 triliun rupiah, di mana lebih dari 1
triliun hanya dialokasikan untuk Dinas Pendidikan, membuat pertanyaan muncul:
apakah alokasi yang signifikan ini sejalan dengan kualitas pendidikan? Dan
bagaimana dengan belanja modal yang terbatas pada 500 miliar rupiah sementara
belanja operasional melonjak di atas 2 triliun rupiah? Keraguan atas efisiensi anggaran menjadi semakin nyata.
KEBIJAKAN
PEMERINTAH DALAM RITME FISKAL:
Dalam
kerangka ini, perlu dievaluasi juga kebijakan pemerintah dalam mengatur ritme
fiskal, terutama dalam memandang proporsi anggaran belanja modal dan belanja
operasional pemerintah daerah.
Adanya
perbedaan signifikan antara belanja modal yang terbatas dengan belanja
operasional yang melebihi anggaran, menjadi pertanda adanya disproporsi dalam
alokasi sumber daya.
KONTRADIKSI
ANTARA FAKTA FISKAL DAN DATA MAKROEKONOMI:
Narasi resmi
dari BPS tentang pertumbuhan ekonomi Maluku yang optimistis, dengan pertumbuhan
5,18 persen di triwulan II-2023 mengalahkan angka nasional 5,17 persen. Namun,
realitas alokasi anggaran menciptakan kontradiksi yang membingungkan.
Sementara di
satu sisi kebijakan seharusnya mendukung pertumbuhan, pengurangan kemiskinan,
dan penciptaan lapangan kerja, di sisi lain data fiskal menunjukkan disonansi
yang mengkhawatirkan.
Pertanyaan-pertanyaan
kritis muncul: Apakah fiskal mendukung pertumbuhan positif? Apakah alokasi
anggaran sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat? Dan apakah
kebijakan-kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah dapat mengatasi
ketidaksetaraan ekonomi dan sosial?
MENGHADAPI
TANTANGAN DENGAN SOLUSI YANG MENDALAM:
Untuk
mengatasi kontradiksi ini, kolaborasi lintas sektor dan evaluasi mendalam
terhadap prioritas pengeluaran sangat penting. Diversifikasi sumber daya dan
alokasi anggaran yang seimbang antara sektor pendidikan, infrastruktur, dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat membuka jalan bagi pertumbuhan yang lebih
inklusif.
Transparansi
dalam penggunaan anggaran dan evaluasi program juga esensial. Pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan harus disertai efektivitas pengelolaan anggaran
serta pemantauan dan dampak nyata yang
dihasilkan.
REKOMENDASI
UNTUK KEBIJAKAN PEMERINTAH:
Dalam rangka
memitigasi tantangan ini, perlu diadopsi beberapa langkah strategis:
1. Optimalkan
Alokasi Anggaran: Pemerintah daerah harus mengkaji ulang proporsi alokasi
anggaran antara belanja modal dan belanja operasional. Penyesuaian yang lebih
bijak dapat membantu memastikan bahwa sumber daya yang terbatas diarahkan pada
kebutuhan mendesak yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
2. Evaluasi
Efisiensi Anggaran: Diperlukan audit mendalam terhadap efisiensi penggunaan
anggaran dalam setiap sektor. Langkah ini akan membantu mengidentifikasi
peluang untuk mengurangi pemborosan dan memastikan bahwa setiap rupiah anggaran
memberikan dampak maksimal.
3. Diversifikasi
Pendapatan: Upaya diversifikasi pendapatan melalui pengembangan sektor ekonomi
yang berpotensi tinggi perlu ditingkatkan. Peningkatan pendapatan dapat
mengurangi ketergantungan pada sumber daya tertentu dan memberikan stabilitas
ekonomi yang lebih baik.
4. Peningkatan
Transparansi: Pemerintah harus meningkatkan transparansi dalam pengelolaan
anggaran. Informasi yang lebih mudah diakses oleh publik akan memungkinkan
masyarakat untuk mengawasi dan memastikan bahwa alokasi anggaran sesuai dengan
kebutuhan nyata.
5. Kolaborasi
dan Keterlibatan Stakeholder:
Kolaborasi
antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam
merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan yang berkelanjutan. Dengan
melibatkan berbagai pihak, keputusan yang diambil akan lebih mewakili kebutuhan
dan aspirasi seluruh masyarakat.
KESIMPULAN
KRITIS:
Saya
menyimpulkan bahwa, Kontradiksi antara narasi pertumbuhan ekonomi dan realitas
fiskal harus dihadapi dengan tindakan nyata dan solusi yang mendalam. Kebijakan
ekonomi dan alokasi anggaran harus merespons tantangan Maluku dengan serius.
Dengan
adanya besar dan alokasi yang tak merata, efektivitas sumber daya terbatas
harus diutamakan.
Di tengah
ketidakpastian ekonomi global dan tantangan lokal, tindakan konkret dan
kolaboratif diperlukan.
Pengelolaan
anggaran yang bijaksana, alokasi yang responsif terhadap kebutuhan dan peluang,
serta partisipasi aktif semua stakeholder dalam pembangunan berkelanjutan akan
menjadi kunci menuju pertumbuhan positif, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan
lapangan kerja yang berarti bagi masyarakat Maluku.
(*)