![]() |
Kondisi Uke Nurlatu saat menjalani perawatan di RSUD Lala Namlea. Buru |
Namrole, Dharapos.com
Pihak keluarga Uke Nurlatu, korban aksi penganiayaan brutal oknum polisi Buru Selatan yang berdinas di Polsek Waisama dan Namrole mendesak Kapolres Buru untuk segera memproses hukum ke 6 bawahannya.
Pasalnya, hingga memasuki minggu ke tiga pasca terjadinya aksi penganiayaan, ke 6 oknum polisi brutal tersebut masih tetap menghirup udara bebas.
Atas fakta ini, pihak keluarga korban mendesak Kapolres Buru untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap bawahannya yang dinilai keluarga korban telah bertindak di luar peri kemanusiaan.
“Kapolres Buru tidak boleh tutup mata atas aksi anak buahnya apalagi kami selaku keluarga korban telah melaporkan hal ini ke Polres Buru sehingga sudah seharusnya ke 6 oknum anggotanya dipanggil dan diperiksa terkait tindakan yang dilakukan mereka,” tegas salah satu perwakilan keluarga yang meminta namanya tidak dimuat, kepada Dhara Pos, di Namrole, Sabtu (19/3).
Diakui sumber, pihaknya telah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Buru.
“Kami sudah melaporkan langsung masalah ini kepada Wakapolres Buru pada hari Senin 14 Maret dan kemudian oleh kepala suku marga Nurlatu yang turut melapor ke Provos Polres Buru pada hari Jumat 17 Maret 2016 tetapi sampai saat ini Polres Buru seperti tinggal diam bahkan terkesan sengaja menutup kasus penganiyaan saudara kami (Uke Nurlatu, red),” akuinya.
Sumber kembali mengecam tindakan ke 6 oknum Polisi tersebut yang dinilainya sudah sama seperti polisi pada masa pendudukan Jepang yang dikenal biadab dan tak mengenal rasa kemanusiaan yang kini ditunjukkan Brigadir Acut, Brigadir Fahmi dan ke 4 rekan oknum Polisi lainnya.
“Makanya kami akan terus mendesak agar Kapolres Buru segera mengusut tuntas kasus ini,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut, sumber juga membeberkan kondisi terakhir korban yang harus segera dirujuk ke Ambon akibat bertambah parahnya sakit yang dialaminya.
“Sekarang kami dan seluruh keluarga sedang mengumpulkan biaya untuk membawa Bapak Uke Nurlatu ke Ambon guna menjalani perawatan intensif karena kondisi beliau makin parah,” bebernya.
Sumber juga mengaku kecewa karena semenjak menjalani perawatan di RSUD Namrole, kemudian dilanjutkan ke RSUD Lala Namlea hingga harus dirujuk ke Ambon, sama sekali tidak ada perhatian dan kepedulian dari Polres Buru terhadap penderitaan Uke Nurlatu.
Bahkan, sumber menduga tindakan penganiayaan Uke Nurlatu ini atas sepengetahuan Kapolres Pulau Buru untuk melindungi pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael.
“Kami juga sadar bahwa kami hanyalah rakyat kecil sehingga wajar untuk dijadikan sasaran penyiksaan oleh Polisi,” sesalnya.
Sebelumnya, Uke Nurlatu, warga Waisama, babak belur dihajar 6 oknum anggota polisi yang bertugas di Kepolisian Sektor Waisama dan Namrole, Kabupaten Buru Selatan.
Kronologis kejadian yang diperoleh Dhara Pos bermula dari korban yang awalnya ditangkap polisi karena diduga sebagai pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael, yang juga warga desa setempat.
Aksi penganiayaan mulai dilakukan sejak kedatangan 6 anggota polisi asal 2 Polsek tersebut ke rumah korban dengan melayangkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh korban.
Usai dianiaya di rumah, korban kemudian dibawa ke Polsek Waisama yang berlokasi di desa Wamsisi dengan alasan untuk diperiksa. Korban kemudian oleh Polisi dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael.
Ternyata bukannya diperiksa, korban malah kembali disiksa oleh Brigadir Acut dan Brigadir Fahmi bersama 4 orang anggota lainnya.
Bahkan, Brigadir Acut sempat mau menombak korban namun korban dengan sigap menangkap tombak yang hendak diarahkan kepadanya.
Namun sekalipun mengalami siksaan berat karena merasa tidak melakukan pembunuhan tersebut, korban tetap menolak mengakuinya.
Kesal dengan penolakan itu, ke 6 oknum aparat Polsek Waisama dan Namrole kemudian kembali mulai melakukan penyiksaan dengan pukulan bertubi-tubi ke sekujur tubuh korban. Bahkan sebanyak 4 kali paha korban dipukul dengan popor senjata laras panjang.
Brigadir Acut pun sempat mengokang senjata laras panjang dan mengancam menembak mati korban kalau tetap bersikeras tidak mau mengakui dirinya sebagai pelaku pembunuhan.
Tragisnya lagi, usai babak belur dihajar 6 oknum polisi, korban yang nyaris meregang nyawa akibat hebatnya siksaan yang dialaminya langsung dijebloskan ke dalam sel Polsek Namrole dan jatuh sakit.
“Waktu polisi siksa beta, beta bilang biar bapak (polisi, red) bunuh beta tapi beta seng ada salah dan beta seng bisa mengaku hal yang beta seng bikin,” tuturnya ketika di temui Dhara Pos di RSUD Namrole, saat menjalani perawatan intensif guna mengobati luka akibat penyiksaan yang diterimanya.
Pihak keluarga mengaku kecewa atas aksi penyiksaan yang dilakukan sejumlah oknum anggota Polsek Waisama dan Namrole terhadap Uke Nurlatu. Karena belakangan diketahui, korban bukanlah pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael.
Pasalnya, menurut keterangan yang diperoleh dari saksi mata dan juga keluarga korban bahwa pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael adalah Teorit Latbual.
“Padahal sudah ada laporan resmi dari Polsek Waisama ke Kapolres Buru bahwa berdasarkan keterangan yang diperoleh dari saksi mata dan keluarga korban bahkan sudah ada alat bukti berupa tombak yang di gunakan pelaku untuk mencabut nyawa saudara Abdulrahman Latuwael,” ungkap salah satu keluarga Uke Nurlatu kepada Dhara Pos sembari meminta namanya tidak dimuat.
Bahkan, ditegaskan pula, ada pengakuan dari istri pelaku bahwa betul tombak yang digunakan untuk membunuh Abdulrahman Latuwael adalah milik suaminya.
Hingga saat ini, pelaku yang diketahui bernama Teorit Latbual tersebut tidak diketahui keberadaannya dan masih dalam pengejaran Polisi.
(dp-37)