Daerah

Komisi III DPRD Aru Gelar RDP Bahas Mangkraknya Kasus SDN 2 Dobo

10
×

Komisi III DPRD Aru Gelar RDP Bahas Mangkraknya Kasus SDN 2 Dobo

Sebarkan artikel ini

Komisi 3 DPRD Aru Bahas SDN 2 Dobo
Momen RDP Komisi III DPRD Aru bersama pihak Disdik setempat dan rekanan bahas soal mangkraknya SDN 2 Dobo

Dobo,
Dharapos.com
Proyek pembangunan SD Negeri 2 Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru hingga
kini dilaporkan dalam kondisi mangkrak.

Kaitannya
dengan itu, Komisi III DPRD Kepulauan Aru menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP)
bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) setempat serta rekanan yakni kontraktor
dan konsultan pengawasan proyek dimaksud.

RDP dipimpin
langsung Wakil Ketua Komisi III Rizal Djabumir bertempat di ruang Rapat Komisi,
Selasa (22/6/2021).

Turut hadir
Sekertaris Komisi III Seri Angker dan empat anggota lainnya.

Sementara pihak
Dikbud Kepulauan Aru dihadiri Kepala Dinas (Kadis) Jusuf Apalem, PPK baru
Eduard Imlabla dan Kontraktor Adi bin Hatim serta Konsultan Pengawasan Jacky
Heharew.

Apalem pada
kesempatan itu menjelaskan, pada 2018 lalu guna menjawab kebutuhan pendidikan di
SDN 2 yang kondisi bangunan fisiknya tidak layak, maka pihaknya merencanakan
dan menganggarkan, Rp1.7 Miliar dan dimenangkan oleh CV. Tiga Sekawan.

Sementara
itu, Eduard Imlabla yang saat ini menjabat PPK menggantikan PPK lama, Max
Kalayukin (pensiun April 2021) mengakui, dalam perjalanannya uang muka dicairkan
sebesar 30 persen atau Rp561 juta pada September 2018.

“Pada
bulan Desember kontraktor minta lagi pencairan 10 persen sehingga menjadi 40
persen dengan nilai Rp748 juta,” sambungnya.

Dalam
kesempatan yang sama pula, Sekertaris Komisi III Seri Angker mengatakan, dalam
perjalanan pekerjaan pembangunan SDN 2 Dobo ini mulai terjadi masalah ketika
pencairan 70 persen yang akhirnya belakangan diketahui ada tindakan pemalsuan
dokumentasi progres pekerjaan.

Dimana
lanjutnya, kontraktor, Adi bin Hatim dan Konsultan Pengawasan bekerja sama
memalsukan dokumentasi progres pekerjaan dengan menggunakan dokumentasi pada
pembangunan SD lainnya.

“Kemudian,
pada tanggal 26 Juli 2019 sesuai LHP BPK RI, BPK RI merekomendasikan pemutusan
kontrak kerja, dan bahkan DPRD Aru pun menyetujui hal tersebut,” tegas Angker.

Selanjutnya
dikatakan, dengan terbitnya LHP BKP RI, bahwa progres pekerjaan hanya 40 persen
dan merekomendasikan putus kontrak, maka dengan sendirinya sudah tidak ada lagi
pekerjaan atau hubungan kerja antara Dikbud, Kontraktor dan Konsultan.

Bahkan
sambung dia, mestinya kontraktor harus mengembalikan sisa 30 persen uang yang
sudah di cairkan 70 persen atau Rp1.3 Miliar.

Anggota
Komisi III lainnya, Djafarudin Hamu mengatakan bahwa terkait putus kontrak pada
26 Juli 2019 dengan progres pekerjaan 40 persen, maka tidak kerja apapun lagi
menunggu pelelangan baru ulang.

“Waktu putus
kontrak kemudian pekerjaan jalan lanjut kembali secara diam-diam atas perintah
siapa? tanya Hamu.

Namun
terkait pertanyaan tersebut  tidak ada
yang dapat menjelaskannya, dan ruang komisi sesaat diam.

Untuk
diketahui, pada RDP tersebut menghasilkan kesimpulan yaitu Dikbud Kepulauan Aru
harus melaksanakan lelang ulang sesuai mekanisme.

“Kemudian, hitung
ulang progres kerja dan harus ada pengawas lapangan dari dinas sebelum
pencairan,” tukasnya.

(dp-31)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *