Daerah

Korban Rusuh 1999 di Malra – Tual Diminta Segera Daftarkan Diri

18
×

Korban Rusuh 1999 di Malra – Tual Diminta Segera Daftarkan Diri

Sebarkan artikel ini

Lidya Rahanra Valentina Rahayaan2
Valentina Rahayaan (kiri) dan Lidya de Vega Rahanra, S.Pd selaku perwakilan LBH Kepton untuk Kota Tual dan Kabupaten Malra

Langgur, Dharapos.com – Pemerintah pusat
diperintahkan untuk segera membayar ganti rugi bagi korban konflik sosial yang
terjadi pada 1999 lalu.

as

Menyusul dikabulkannya gugatan 3 kelompok
masyarakat mewakili 3 provinsi yaitu Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara
sesuai putusan MA Nomor 451 PK/Pdt/2019 tentang kerusuhan tahun 1999.

Untuk kepentingan itu, warga Maluku Tenggara
dan Kota Tual yang menjadi korban dalam konflik tersebut diminta agar segera mendaftarkan
diri dalam rangka menerima hak-haknya.

Kepada media ini, Senin (6/9/2021), Lidya
de Vega Rahanra, S.Pd selaku perwakilan LBH Kepton yang ditugaskan mendata masyarakat
Maluku Tenggara menegaskan MA telah memutuskan Pemerintah pusat harus segera
membayar biaya ganti rugi bagi korban rusuh Maluku.

“Atas putusan ini, saya meminta dengan
hormat kepada warga masyarakat Maluku Tenggara selaku korban konflik sosial 1999
lalu untuk dapat segera mendaftarkan diri guna mendapat bantuan dari Pemerintah
pusat,” himbaunya.

Lidya juga menegaskan bahwa apa yang
dilakukan para perwakilan LBH Kepton yang mengurusi bantuan dana pengungsi ini adalah
benar-benar wujud dari sikap peduli kepada masyarakat.

“Jadi, apa yang kami lakukan ini sama
sekali tidak ada unsur atau kaitannya dengan politik atau hal lainnya, tapi
tujuanya semata-mata adalah demi kesejahteraan rakyat,’ tegasnya.

Lidya juga mengedukasi masyarakat agar
tidak takut karena perjuangan untuk mendapatkan hak-hak korban konflik adalah murni.

“Saya diberikan mandat untuk
perwakilan dari Kabupaten Maluku Tenggara bersama rekan saya untuk perwakilan KotaTual.
Dan bilamana masyarakat ingin mendapat bantuan agar segera mendaftarkan diri. 100
persen pintu hati dan pintu rumah saya siap melayani para pengungsi yang datang
ke rumah saya,” pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan perwakilan
Kota Tual Valentina Rahayaan.

Ia memastikan bahwa sebelum dia dan
rekannya menjalankan tugas di dua daerah ini telah lebih dulu melaporkan diri ke
Wali Kota Tual, Polres Tual dan juga Pemda Malra.

Bahkan setiap sosialisasi kepada
masyarakat, dirinya melapor ke pihak kepolisian setempat maupun Babinsa termasuk
juga para pejabat desa dan kepala ohoi di daerah tersebut.

“Jadi jangan pikir bahwa kami ini
lembaga ilegal, tetapi kami didukung oleh beberapa Menteri dan juga surat tugas
kami jelas. Dan bilamana masyarakat yang mau mendaftar guna menerima atau dapat
bantuan pengungsi, maka siapapun dia, kami siap melayani. Bahkan kami pun siap
terjun lapangan ke ohoi-ohoi tanpa mengenal hujan panas,” tegas Valentina.

Dia menambahkan pula jika pihaknya didampingi
beberapa kuasa hokum.

“Jadi, bapak, ibu saudara/i tidak
perlu takut dan apalagi dengan info-info yang tidak membawa keuntungan itu. Tapi
marilah bergabung untuk mendapatkan bantuan pemerintah,” tandasnya.

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Kepton memastikan korban konflik sosial 1999 akan mendapat bantuan
pemerintah.

Direktur LBH Kepton yang juga kuasa
hukum masyarakat korban konflik 1999, La Ode Zulfikar, SH yang dihubungi
wartawan melalui telepon genggamnya, Jumat (6/8/2021), menyampaikan pihaknya
akan mengawasi pemberian bantuan bagi masyarakat korban konflik 1999.

“Jadi kepada masyarakat Maluku,
Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara perlu saya sampaikan bahwa namanya pada data
itu yang akan memberikan itu adalah pihak pemenang dalam hal ini LBH Kepton dan
bukan dari Pemda Maluku  dan akan
diserahkan langsung kepada pemerintah pusat,” terangnya.

Untuk itu, La Ode berharap masyarakat
dapat memberikan data kepada pihaknya guna selanjutnya akan diserahkan ke
Kementerian Sosial RI.

Diakuinya, untuk data masyarakat
korban konflik 1999 di Maluku masih dibawah 50 persen.

“Harapan kami agar masyarakat
korban konflik 1999  di Maluku memberikan
datanya kepada LBH kepton guna diserahkan ke Kemensos,” ujarnya.

Lanjut La Ode, pendataan masyarakat
korban konflik 1999 oleh Pemda Maluku tidak menyeluruh sehingga menyebabkan
masalah ini dibawa ke jalur hukum hingga ke Mahkamah Agung.

“Dimana masyarakat tidak semua
terdata. Selain itu masyarakat yang berhak tidak mendapatkannya, sebaliknya yang
tidak terdata mendapatkan bantuan , sedangkan penyaluran bantuan itu tidak
sesuai dengan jumlah anggarannya,” bebernya.

La Ode memastikan dana untuk
masyarakat pengungsi baik yang ada di provnsi Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi
Tenggara yang berjumlah 90 ribuan KK akan terealisasi.

Kepastian pembayaran bantuan bagi para
pengungsi ini sesuai dengan hasil Putusan Perkara Nomor : 451 PK/PDT/2019 junto
Nomor : 1950 K/PDT/2016 junto Nomor : 116/PDT/2015 /PT.DKI Junto Nomor
318/PDT/.G/2011/PN.JKT.PST.

Berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) maka pemerintah harus membayar
Rp18.500.000 kepada setiap KK pengungsi korban konflik 1999.

Sebelumnya diberitakan, Pemda Maluku
menginginkan masyarakat yang akan menerima ganti rugi adalah benar benar
masyarakat yang berhak menerimanya .

Menurut Wakil Gubernur Barnabas Orno,
pada prinsipnya Pemda Maluku tetap patuh terhadap putusan MA mengenai
pergantian kerugian Rp3,9 Triliun bagi korban konflik 1999.

Hal ini disampikannya pada saat
mengikuti rapat koordinasi khusus (Rakorsus) yang dipimpin langsung oleh
Menkopolhukam Mahfud. MD, Menteri PPN/Kepala Bapenas Suharso Monoarfa dan
Mendagri Tito Karnavian yang berlangsung 
secara virtual di kantor Gubernur Maluku, Kamis (5/8/2021).

Bagi masyarakat korban konflik akan
menerima Rp18.500.000 yang terdiri dari uang bahan bangunan rumah Rp15 000 000
dan uang tunai Rp3.500.000 untuk masing-masing pengungsi sebanyak 213.217 KK.

(dp-52/19)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *