Hukum dan Kriminal

Lakukan Perlawanan, Keluarga Terduga Korupsi di Ambon Mulai Beberkan Fakta

3
×

Lakukan Perlawanan, Keluarga Terduga Korupsi di Ambon Mulai Beberkan Fakta

Sebarkan artikel ini

AVvXsEh5o X7Nt wJmk 98djNVSx1KpQru6Wc kgEziZS xMero EzNqiV mSbliR8OFDZfDo8ID0siZq dLICqf IzVAK81YSb9bhAdpP26uuJHqjVsbRG1e5c8Xpg9KZKiiKCzUFq qfZYbHOzuajR0IcZ7jL BHf1qImBglhLJkidIslh v6klydYul49Pg=s16000
Foto Ilustrasi

Ambon, Dharapos.com : Proses hukum atas Dugaan Tindak Pidana
Korupsi Penggunaan Keuangan Desa Tahun 2015 – 2018 di Negeri Tawiri yang
ditangani langsung oleh Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Negeri Ambon
hingga kini masih terus berjalan.

Tiga tersangka atas kasus ini masing-masing, mantan Raja
Tawiri Josep N. Tuhuleruw, Ketua Pelaksana Kegiatan Semuel Rikumahu dan Kaur
Pemerintahan, Arcilaus Latulola.

Dalam kasus ini, ketiga tersangka diduga menyelewengkan 3
Miliar rupiah uang desa.

Terhadap proses hukum tersebut, keluarga besar Latulola
mengaku heran atas kasus yang menimpa Arcilaus Latulota.

“Kami tidak pernah menolak proses hukum terhadap Arcilaus
Latulola karena itu adalah kerjaan mereka selaku penegak hukum tetapi yang kami
herankan adalah cara-caranya itu yang kami nilai Jaksa banyak langgar aturan,”
ujar Stevanus Latulola, adik kandung Arcilaus kepada media ini, pekan kemarin.

Salah satunya, ia menilai JPU sewenang-wenang dalam tahapan proses
hukum hingga penahanan terhadap Arcilaus.

“Kakak saya ini dipanggil lalu satu kali menghadap dan
ditanya beberapa pertanyaan oleh JPU, langsung ditetapkan sebagai tersangka
lalu ditahan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Sedangkan dia (Arcilaus)
tidak pernah menjalani proses penyelidikan dan penyidikan. Ini semua bukti-bukti
surat panggilannya, penetapan tersangka dan perintah penahanan,” bebernya kepada
kru media ini.

Stevanus yang mengaku terkejut kemudian memperlihatkan
bukti-bukti dimaksud.

Surat
Panggilan Kejaksaan Tinggi Maluku tertanggal 14 Januari 2022 kepada Arcilaus
Latulola dalam kedudukannya sebagai Saksi untuk menghadap tanggal  20 Januari 2022. 

Kemudian,
hanya  dalam  waktu satu hari, pelapor diberi tembusan Nota
Dinas
Nomor: R-05/Q.1.5/Fd.2/01/2022 tanggal 21 Januari 2022, dimana
semula  sebagai Saksi dinaikan
statusnya menjadi Tersangka berdasarkan surat Penetapan Tersangka  Nomor : 235/Q.1/Fd.2/01/2022 tanggal 21 Januari
2022 atas Dugaan  Tindak  Pidana 
Korupsi  Penggunaan Keuangan Desa
Tahun 2015 – 2018.

“Ini
yang saya katakan ada kesewenang-wenangan JPU dalam kasus ini. Karena dalam
waktu dua minggu langsung  jadi tersangka
plus dikurung,” bebernya.

Stevanus
menegaskan, sepengetahuan dirinya Jaksa atau Polisi dalam penanganan sebuah
kasus dugaan korupsi sangat berhati-hati dan tidak bisa langsung menetapkan
seseorang sebagai tersangka tanpa melalui sebuah proses penyelidikan dan
penyidikan terlebih dahulu yang pastinya membutuhkan waktu.

“Tapi
terhadap Arcilaus, ini jelas-jelas sangat aneh karena baru dimintai keterangan
sekali, itu pun hanya beberapa pertanyaan, langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Malah hanya dalam hitung hari langsung jadi tersangka dan di eksekusi masuk
rumah tahanan Waiheru. Bukti-bukti ada semuanya,” tegasnya.

Arcilaus
kemudian dieksekusi pada 27 Januari 2022 ke rumah tahanan Waiheru.

Mulanya
ia dimintai menghadap untuk diminta keterangan sebagai TERSANGKA  pada  25
Januari  2022, namun  saat 
itu ia berhalangan hadir karena kondisi kesehatannya menurun.

Kemudian,
tanggal 24 Januari 2022 Arcilaus melalui Kuasa Hukum meminta penundaan  pemeriksaan sampai dengan 1 Februari  2022 dengan alasan kondisi kesehatan.

Namun
pada tanggal 25 Januari 2021, pihak Kejaksaan Tinggi Maluku kembali menyampaikan
Surat  Panggilan Tersangka ke 2  untuk dimintai keterangan dan diperiksa
sebagai Tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan
Keuangan Desa Tahun 2015 – 2018 di Negeri Tawiri Kecamatan Teluk Ambon Provinsi
Maluku pada  tanggal 27 Januari 2022.

“Hari
itu juga langsung dieksekusi. Tapi yang perlu saya tegaskan disini, bahwa kakak
saya hanya diproses dalam waktu 2 minggu dan hanya diperiksa sekali. Itu yang
saya maksudkan Jaksa sewenang-wenang,” kembali tegasnya.

Tak hanya soal penetapan tersangka
Arcilaus, Stevanus juga mengaku bakal membeberkan sejumlah fakta lainnya
terkait munculnya kasus korupsi yang disangkakan kepada sang kakak.

“Ada sejumlah fakta dugaan rekayasa
yang akan saya beberkan juga mulai dari audit kerugian negara 3 miliar rupiah yang
digembar-gemborkan JPU. Kira-kira itu asalnya dari mana dan siapa yang audit?
Juga penetapan status tersangka yang memang sangat-sangat tidak masuk akal
karena terkesan sengaja diarahkan kepada oknum-oknum tertentu,” bebernya. 

Stevanus menegaskan, bahwa apa yang akan
disampaikannya atas dasar data dan fakta lapangan.

“Saya punya dasar bukti dokumen
laporan pertanggung jawaban penggunaan Dana Desa Negeri Tawiri dari 2015 – 2018
lengkap dengan bukti kuitansi dan fisik di lapangan. Walaupun judul kasusnya
lain tetapi yang jadi rujukannya laporan pertanggungjawaban dana desa Negeri
Tawiri. Nanti saya akan beberkan semuanya,” tegasnya.

Bagi Stevanus, kasus dugaan korupsi
yang menimpa kakaknya sangat menarik jika disimak dari sisi yang lain.

Kenapa? Karena Jaksa secara jelas mengklaim
bahwa kasus ini tidak ada hubungan dengan Dana Desa Tawiri. Tetapi yang diusut adalah
pendapatan desa lainnya di luar dana desa yang katanya diselewengkan ketiga
tersangka.

“Saya kurang tahu itu, pendapatan
lain di luar dana desa itu apa? Mungkin negeri ini punya usaha tambang emas atau
sektor lainnya sampai menghasilkan uang hingga miliaran rupiah lalu dikorupsi
sama raja, kakak saya dan saudara Semi,” sindir dia sembari tertawa lepas.

Stevanus memastikan akan
mempublikasikan apa yang dirinya tahu tentang kasus ini sebagai bentuk perlawanan
atas apa yang menurutnya telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh penegak hukum.

Ia juga sementara berembuk dengan
keluarga besar untuk melakukan upaya-upaya hukum seperti mengadukan ke Komisi
Kejaksaan RI, menggugat ke PTUN hingga melapor secara pidana ke Polda Maluku terhadap
pihak-pihak yang ada dalam lingkaran kasus ini.

Terpisah, desakan datang dari sejumlah
pihak kepada keluarga besar Latulola untuk melakukan upaya perlawanan.

Salah satu pengamat hukum di Maluku yang
meminta namanya tidak dipublis mendorong hal itu.

Menurutnya, menahan
orang itu adalah hak subjektif sebagai penyidik yang sering digunakan. Tetapi yang
menjadi persoalan, adalah sebelum menerapkan hak subjektif itu seharusnya Jaksa
terlebih dahulu menerapkan prosedural yuridis dalam proses penyelidikan dan
penyidikan.

Kalau proses penyelidikan
saja belum dilakukan terhadap yang bersangkutan, lalu terus belum ada gelar
perkara dan langsung ditangkap dan ditahan berarti sudah terjadi penyalagunaan
kekuasaan atau Abuse of Power oleh
Jaksa,” beber sumber kepada media ini.

Ia
pun mendesak penasehat hukum harus melakukan perlawanan terhadap proses seperti
ini, salah satunya yaitu dengan cara praperadilan.

“Kalau
tidak pra peradilan maka pada saat persidangan harus lakukan eksepsi atas
perbuatan yang tidak jelas,” tegas sumber.

Sementara
itu, Kasie Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Wahyudi Kareba yang
dikonfimasi media ini membantah tudingan begitu cepat dalam melakukan penetapan
status tersangka.

“Sebenarnya
tidak juga, tetapi relatiflah artinya bukan baru tetapi juga tidak lama juga. Cuma
karena kebetulan fakta-fakta yang dikumpulkan tidak susah sehingga tidak
memakan waktu yang lama,” bantahnya.

Wahyudi
kembali memastikan seluruh tahapan proses hukum yang dilakukan pihaknya atas
kasus ini telah sesuai dengan aturan.

“Semua
pastinya kami lakukan sesuai aturan,” pungkasnya.

Arcilaus
Latulola telah mendekam di Rutan Waiheru pasca dieksekusi Jaksa Penuntut Umum
pada  27 Januari 2022, sementara Semuel
Rikumahu lebih dulu dieksekusi pada Selasa (25/1/2022).

Sedangkan
mantan Raja Tawiri Josep N. Tuhuleruw telah mendekam di penjara pasca divonis 6
tahun penjara dalam kasus pengadaan lahan Tawiri untuk AL yang merugikan negara
3,5 Miliar.

Tuhuleruw
sementara melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Ambon.

Perlu
diketahui publik, ketiga tersangka diproses hukum atas penyimpangan keuangan
desa Negeri Tawiri sejak 2015 hingga 2018.

Ketiganya diduga
melakukan penyimpangan sebesar 3 miliar yang merupakan hasil dari pendapatan di
luar dana desa selama 3 tahun.

(dp-16)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *