Utama

Notanubun: “Semua PTS Di MTB Ilegal, Kecuali Milik Yayasan Rumpun Lelemuku”

10
×

Notanubun: “Semua PTS Di MTB Ilegal, Kecuali Milik Yayasan Rumpun Lelemuku”

Sebarkan artikel ini
Dr Zainuddin Notanubun MPd
Dr. Zainuddin Notanubun, M.Pd

Saumlaki, Dharapos.com
Pendirian sejumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Saumlaki ibu kota kabupaten Maluku Tenggara Barat hingga saat ini terus meningkat ibarat jamur yang tumbuh subur di musim hujan.

Herannya lagi, meskipun belum resmi mengantongi izin operasional dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) pada Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI, namun tercatat ada sejumlah PTS ilegal di kota Saumlaki yang telah melaksanakan proses perkuliahan selama ini.

Masih segar dalam ingatan akan berdirinya Universitas Fried Riedel Saumlaki atau Unfried dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Saumlaki atau STIE-ISM yang telah melaksanakan proses perkuliahan sejak 2004 hingga 2006 silam, dimana angkatan pertama Unfried telah memasuki semester 6, namun akhirnya  “guling tikar” akibat tidak mengantongi izin operasional dan terancam dipidanakan.

Sudah menjadi konsekuensi logis bahwa melakukan tindakan-tindakan yang illegal atau tidak direstui oleh aturan, maka sama halnya dengan perbuatan melawan aturan.

Meskipun negara menjamin kekebasan untuk memperoleh pendidikan yang layak bagi para warganya tetapi sejatinya, bahwa proses perkuliahan yang dilakukan oleh PT yang tidak mengantongi izin resmi dari Pemerintah adalah termasuk dalam kategori kejahatan administrasi, bahkan bukan tidak mungkin hal ini sudah tentu menciderai produk-produk hukum di negeri ini.

Kemenristek- Dikti RI melalui koordinasi PTS (kopertis) Wilayah XII Maluku dan Maluku Utara pekan kemarin, merilis data sejumlah PT yang ilegal di MTB.

Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Kopertis Wilayah XII Maluku dan Malut, Dr. Zainuddin Notanubun, M.Pd saat menyampaikan sambutannya pada rapat Senat Terbuka dalam rangka wisuda bagi ratusan sarjana dari sejumlah jurusan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Saumlaki (STIESA), dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Saumlaki (STIAS), serta pelantikan ketua yayasan Rumpun Lelemuku Saumlaki masa bakti 2015 – 2020 di gedung kesenian Saumlaki Sabtu (29/8).

Bahkan pernyataan Koordinator Kopertis yang sama pula, telah disampaikannya sehari sebelum proses wisuda, melalui salah satu stasiun radio lokal di kota Saumlaki.

Notanubun menjelaskan sebagaimana fungsi Kopertis yakni pengawasan, pembinaan dan pengendalian bagi semua PTS di wilayah kerjanya, maka Kopertis senantiasa melakukan berbagai kegiatan dimaksud bagi seluruh PTS yang telah dan akan beroperasi namun tidak memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

PTS sebagaimana di atur dalam ketentuan perundang-undangan, terdiri dari PTS yang berada di bawah Kemenristek- Dikti RI, dan adapula yang berada dibawah Kementrian Agama, dimana PTS yang memperoleh izin dari Kemenag, dilarang untuk membuka program umum.

Dalam kaitannya dengan beroperasinya sejumlah PTS di MTB, pihaknya telah menegur sejumlah PTS yang nyatanya beroperasi dengan tidak mengabaikan aturan sebagaimana dimaksud.

Bahkan, para awak PTS yang “nakal” itu, seolah-olah memberikan argumen yang pada dasarnya melenceng dari aturan normatif, sehingga masyarakat pun seakan percaya dan memilih untuk melanjutkan studinya pada sejumlah PTS illegal dimaksud.

“Mereka melaksanakan itu harus sesuai dengan aturan yang ada yakni: harus mendapat izin dari
Kemenristek- Dikti RI, kemudian satu prodi itu harus mempunyai dosen minimal 6 orang, kemudian harus ada penjaminan mutu secara internal dan eksternal itu diatur dalam uu nomor 12 tahun 2012 bahwa setiap perguruan tinggi itu harus terakreditasi,” jelasnya.

Terkait itu, maka Notanubun mendorong agar euphoria ingin melanjutkan pendidikan ke PTS oleh masyarakat, hendaknya perlu melihat dengan jelas status PT sebagaimana ditegaskan oleh regulasi yang berlaku saat ini yakni beroperasinya PTS harus dibuktikan dengan ijin operasional.

Selanjutnya, dia juga membeberkan data resmi PTS di provinsi Maluku dan Maluku Utara yang mengantongi izin operasional atau diakui oleh Pemerintah adalah sebanyak 42 PTS, dimana khusus untuk di MTB dan Maluku Barat Daya hanya 3 PTS yang resmi diakui oleh Pemerintah yakni STIE Saumlaki (stiesa), STIA Negara Saumlaki (STIAS), dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saumlaki (STKIPS).

Ke 3 PTS tersebut dikelolah oleh Yayasan Pendidikan Tinggi Rumpun Lelemuku Saumlaki (YPT-RLS) dengan Polikarpus Lalamafu, S.Sos, MM sebagai ketua yayasannya.

Terkait dengan laporan masyarakat atas beroperasinya PTS di MTB yang tidak memiliki izin operasional dari Kemenristek-Dikti RI, maupun ada PTS yang memperoleh izin operasional dari Kemenag namun membuka jurusan atau program studi umum, maka belum lama ini pihaknya telah mengeluarkan sejumlah teguran kepada pimpinan PTS tersebut untuk segera menghentikan proses perekrutan mahasiswa baru hingga proses perkuliahan, karena nyatanya telah membohongi masyarakat.

“Perlu saya tegaskan bahwa kalau ada PTS yang mendapat ijin dari Kemenag, maka mereka tidak diperbolehkan membuka program umum. Mereka hanya membuka program guru agama atau pendeta. Kalau mau tambah program umum, maka mereka harus minta izin dari Kemenristek-Dikti RI,” kembali tegasnya.

Untuk itu, Notanubun mengajak seluruh masyarakat dan penegak hukum termasuk Pemda untuk melakukan perang terhadap PTS illegal yang saat ini beroperasi di MTB.

Kepada media massa juga, Notanubun memberikan apresiasi atas pemberitaan yang bersifat edukatif, sehingga kedepan masyarakat dapat dengan jelas memilih PTS yang legal agar gelar maupun ijasah yang diterima usai berkuliah pada PTS tersebut benar-benar diakui keabsahannya.

“Saya himbau kepada mereka yang sudah kuliah di PTS illegal tersebut untuk segera tarik diri sekarang, karena saya tidak mau masyarakat dibohongi dan menjadi korban, sebab praktek-praktek semacam ini disebut kejahatan intelektual bertopeng bahwa mau mencerdaskan anak bangsa, tapi harus melalui prosedur yang benar. Saya ingin agar masyarakat MTB tidak menjadi korban penipuan pendidikan oleh saudara-saudaranya sendiri,” pungkasnya.

Untuk diketahui, sebagaimana data yang berhasil dihimpun koran ini menyebutkan bahwa Kopertis XII Wilayah Maluku dan Malut sejak September 2014 lalu hingga Mei 2015, telah mengeluarkan 2 kali peringatan kepada dua PTS ilegal, yakni Yayasan Solagracia Duan-Lolat dibawah pimpinan Pdt. Yusak Weriratan, S.Th, MA yang sebelumnya telah mengantongi izin dari Dirjen Bimas Kristen pada Kemenag RI nomor: DJ.III/Kep/HK.00.5/673/2014 untuk menyelenggarakan Sekolah Tinggi Teologi Injili Mahkota Sion di Saumlaki.

Namun nyatanya membuka program studi atau jurusan umum seperti manajemen akuntansi (S1) dan Akademi keperawatan dan kebidanan.

Selain itu, Kopertis juga telah mengeluarkan teguran kepada Universitas Yaptalelah Tanempar Eras Saumlaki (Unyaptanes) yang tidak mengantongi ijin operasional dari Kemenristek-Dikti RI.

Namun telah beroperasi dengan menyelenggarakan 4 fakultas yakni fakultas ilmu sosial dan kemasyarakatan dengan prodi ilmu ekonomi, pemerintahan dan hukum; fakultas ilmu keguruan dengan prodi : PGSD, PGTK, olah raga, bahasa dan sastra; fakultas kesehatan dengan prodi: keperawatan,gizi, epidemologi, dan s.kem; maupun fakultas ilmu ekonomi bisnis dengan prodi: akuntansi keuangan dan perpajakan dan manajemen administrasi perkantoran.

Selain itu, Unyaptanes juga menyelenggarakan 3 prodi setara D3 yakni kebidanan, keperawatan gigi dan farmasi, serta menyelenggarakan ilmu pendidikan kemasyarakatan 5 bahasa daerah di kepulauan Tanimbar yakni: bahasa Yamdena, bahasa Seira-Larat-Fordata-Molo Maru, bahasa Selaru, bahasa Makatian dan bahasa Selwasa. Prodi ilmu pemerintahan desa mandiri setara D2 dan ilmu ketrampilan teknik.

Terlepas dari teguran Kopertis Wilayah XII Maluku dan Malut, publik sebenarnya perlu mempertanyakan sejauh mana peran Pemda dan DPRD, serta seluruh institusi penegak hukum di negeri Duan Lolat ini, dalam menindaklanjuti surat teguran Kopertis dimaksud, sehingga membatasi semakin bertambahnya calon korban yang saat ini memilih melanjutkan kuliah pada dua PTS ilegal tersebut.

Singkatnya, pemerintah yang punya masyarakat, harus memikirkan langkah yang tepat, bagi suburnya iklim perguruan tinggi di daerah ini, bahkan bila perlu, melakukan penelusuran kelengkapan dokumen terhadap legalitas 2 PTS dimaksud, oleh karena pasca teguran Kopertis Wilayah XII Maluku dan Malut dilayangkan bagi 2 PTS tersebut, terbukti hingga saat ini keduanya masih terus beroperasi, ibarat anjing menggonggong kafilah berlalu.

Mungkinkah, separuh rakyat Indonesia yang tengah menimba ilmu di 2 PTS tersebut, akan mengalami nasib yang sama seperti kasus Unfried ataupun STIE-ISM?

Semakin meluasnya persoalan ini, maka bukan tidak mungkin masyarakat akan geram ataupun memilih bertanya kepada daun dan rerumputan yang sedang bergoyang seperti liriknya sang maestro Ebiet G. Ade.


(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *