Presiden LBH – ARI Lukman Matutu |
Ambon,
Dharapos.com – Presiden Lembaga Bantuan Hukum Amanah Reformasi Indonesia
(LBH-ARI), Lukman Matutu menilai Kapolda Maluku Irjen. Pol. Lotharia Latief
tidak netral dalam pengamanan eksekusi lahan milik Ruben Rehatta di kawasan
Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Kamis (24/3/2022).
“Kapolda
condong mendengar satu pihak yakni dari Keluarga Masawoy, tanpa konfrontir
dengan keluarga Ruben Rehatta selaku pemilik lahan dan pemohon eksekusi,”
ungkap Lukman Matutu kepada wartawan di kantor LBH ARI, Batu Gajah, Ambon,
Kamis (24/3/2022).
Menurutnya,
penundaan eksekusi lahan milik Ruben Rehatta sangat disesali karena
mempertontonkan kelemahan aparatur negara.
“Pelaksanaan
eksekusi ini sudah tertunda empat kali, dengan alasan keamanan. Pertanyaannya
sejauh mana keamanan diberikan pihak Kepolisian RI dalam mengamankan keputusan
negara, wibawa negara berada pada kesiapan aparat kepolisian. Jika tiap kali
proses eksekusi dan Polda Maluku selalu kalah dari masyarakat maka ini menandakan
lemahnya keamanan di Maluku,” kecamnya.
Dikatakan
Matutu, untuk menjaga marwah lembaga pengadilan, lembaga negara serta
kepolisian, maka polisi harus tegas. Dengan demikian, maka gerakan yang menutup
jalan adalah gerakan yang menghalangi keamanan.
“Mestinya
mereka ditangkap, bukan berunding dan menerima saran mereka lalu mengambil
keputusan menunda proses hukum yakni eksekusi. Ini hal yang keliru, karena
seharusnya kehadiran Polisi ialah untuk mengemban tugas negara, mengamankan
keputusan negara, bukan bernegosiasi secara sepihak. Ini sangat kami sesalkan,”
tegasnya.
Matutu
mencontohkan, aksi yang sangat besar pernah terjadi saat eksekusi lahan yang
kini dibangun Hotel Santika. Namun, karena kegigihan aparat kepolisian saat itu
proses eksekusi tetap berjalan.
“Penolakan
terhadap proses eksekusi sangat luar biasa namun dengan kegigihan aparat
kepolisian saat itu proses eksekusi tetap berjalan. Berbeda dengan eksekusi kali
ini, yang tidak berjalan dengan lancer. Padahal eksekusi ini hanya melibatkan
orang per orang yakni keluarga Masawoy dengan keluarga Rehatta, bukan antara
Negeri Soya dengan Negeri Batu Merah,” paparnya.
Kapolda Maluku Irjen. Pol. Lotharia Latief saat negosiasi dengan masyarakat |
Matutu
menjelaskan, bahwasannya penilaian keberpihakan Kapolda Maluku terhadap salah
satu pihak, lantaran memutuskan berunding dengan Keluarga Masawoy tanpa
mengajak Kuasa Hukum Keluarga Rehatta.
Bahkan, aksi
palang jalan yang dilakukan Negeri Batu Merah jika dibiarkan akan menjadi
kebiasaan dan pastinya akan menularkan ke kawasan lain untuk bertindak seperti
itu.
“Negara tidak
boleh kalah oleh aksi seperti itu. Ini sangat kami sesali. Untuk itu, saya
berharap eksekusi yang akan dilakukan di waktu yang telah disepakati apapun
yang terjadi harus dilaksanakan. Polisi harus tunjukan bahwa dia adalah alat
negara yang mampu mengamankan keputusan negara,” tandas Batutu.
Sementara
itu, Basri Sastro selaku Ketua Devisi Hukum LBH – ARI
mengaku, pihaknya sangat menyesali tindakan Kapolda Maluku yang hadir
ditengah-tengah masa Batu Merah, namun tidak melanjutkan pengamanan eksekusi.
Padahal, sebelumnya
pihaknya sudah sangat yakin bahwa 500 personil sesuai dengan sprin yang
diterbitkan pihak Polres Ambon akan membuat proses eksekusi berjalan lancar.
“Kami
meyakini bahwa dengan kekuatan personil yang diturunkan oleh pihak Kepolisian
itu maka proses eksekusi itu akan lancar. Namun, pada realitanya di lapangan
itu tidak sesuai dengan harapan kami, karena memang setelah tim pengamanan dari
Polres tiba di Batu Merah itu terjadi kendala, kemudian tim pengamanan tidak
sampai di objek eksekusi,” ucap Basri.
Ketua Devisi Hukum LBH-ARI Basri Sastro |
Dikatakan,
hal yang sangat disesali yaitu hadirnya Kapolda di tengah-tengah massa, lalu
kemudian merangkul massa Batu Merah dan mendengar secara sepihak tanpa
memanggil pihak pemohon eksekusi, sehingga lewat instruksi Kapolda, akhirnya
aparat negara itu balik.
“Negara
tidak boleh lemah dengan masyarakatnya. Artinya, bukan mengadu domba masyarakat
dengan Negara, namun eksekusi ini adalah langkah Negara sesuai dengan
proseduralnya,” ujarnya.
Menurut
Basri, tentu hal itu sangat merugikan pihaknya pemohon eksekusi. Pasalnya,
sprin yang sudah dikeluarkan dengan kekuatan personil yang begitu banyak, tapi
eksekusinya ditunda.
“Sementara
harapan kami bahwa kekuatan penuh yang dikeluarkan oleh personel gabungan itu
mestinya hari ini jalan, tapi tidak jadi. Maka, kami lewat LBH – ARI menegaskan
kalau bisa Pak Kapolda dalam hal ini harus betul-betul tegas dalam mengawal
eksekusi ini,” tegasnya.
Basri menekankan,
keinginan pihaknya untuk eksekusi lahan ini semata-mata hanya untuk memastikan
kapasitas hukum kepada masyarakat. Sebab, Negara (Aparatur Negara) hadir untuk
membackup, dan bukan untuk bermain-main dengan persoalan ini.
“Kami
mohonkan Eksekusi ini sudah bertahun-tahun, dan kami sangat yakin dengan
pasukan yang di turunkan, tapi pada akhirnya juga lemah. Mari kita sama-sama
adu gagasan. Kita punya bukti-bukti konkrit kok, kita punya putusan Pengadilan.
Jujur ini yang sangat kami sesali. Untuk itu tolong pak Kapolda, tegas dalam
mengawal eksekusi ini jangan sampai Negara itu lemah terhadap
masyarakatnya,” tutup Basri.
(dp-53)