Foto Ilustrasi |
Ambon, Dharapos.com – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku resmi
melimpahkan tiga berkas perkara Dugaan Penyimpangan Keuangan Negeri Tawiri,
Kecamatan Teluk Ambon ke panitera Pengadilan Tipikor pada Kantor Pengadilan
Negeri setempat, Kamis (24/3/2022) sekitar pukul 10.00 Wit.
Menariknya, sebagaimana informasi yang diterima, di dalam berkas perkara tersebut ketiga tersangka
diduga merugikan keuangan negara Rp800 juta.
Padahal sejak awal proses hingga penahanan para tersangka,
Jaksa penyidik Kejati Maluku dengan begitu semangatnya mengumumkan kerugian
negara dalam kasus ini sebesar 3 miliar rupiah.
Menanggapi itu, Stevanus Latulola, adik kandung Arcilaus
Latulola salah satu tersangka dalam kasus ini mengaku tak kaget karena sejak
awal keluarga sudah menduga bahwa angka kerugian 3 miliar itu adalah rekayasa Jaksa
semata.
“Kalau memang seperti itu, kami keluarga tidak kaget, karena rahasia negeri ini kami
tahu jelas. Makanya kami berani mengatakan bahwa Jaksa rekayasa kerugian negara
itu. Kami punya data, bukan asal bicara,” seraya menunjukkan bukti-bukti yang
dimiliki, Jumat (25/3/2022).
Atas perubahan ini juga, Stevanus semakin yakin kasus yang
dialami kakaknya adalah pesanan semata.
“Keyakinan saya sejak awal bahwa ini kasus pesanan. Siapa
yang pesan? Publik silahkan menilai sendiri,” tegasnya.
Mengenai angka kerugian 800 juta, Stevanus malah
menertawakan itu.
“Dari awal saya sudah katakan tolong Jaksa sebutkan keuangan
desa yang mana yang diselewengkan? Harus rincikan minimal garis besarnya ! Di kasus-kasus
lain jaksa rincikan garis besar dugaan penyelewengan dimana, sektor atau bagian
yang mana tapi untuk kasus Tawiri jaksa tidak pernah beberkan apa-apa cuma langsung
klaim 3 Miliar. Eh sekarang berubah jadi 800 juta lagi. Apa itu bukan
pembohongan publik ? Dan sekali lagi saya tegaskan, ini kasus penyimpangan
keuangan desa bukan penyimpangan dana desa,” sindirnya seraya mengingatkan.
Jaksa, lanjut Stevanus, seharusnya legowo untuk tak
melanjutkan kasus ini.
“Tapi jika jaksa tetap juga memaksakan ini, maka kami
keluarga tidak akan diam. Karena selama aturan di Negara ini mengakomodir
setiap warga Negara untuk mencari keadilan secara hukum maka kami akan memaksimalkan
itu, Siapapun pihak yang ada dalam lingkaran kasus ini akan kami proses hukum mau
itu Jaksa bahkan Hakim sekalipun,” kembali tegasnya.
Stevanus mencontohkan apa yang saat dilakukan mantan ASN
Kota Tual Aziz Fidmatan, yang berhasil mengungkap sejumlah dokumen palsu yang
digunakan Jaksa saat memproses hukum perkara korupsi pembangunan SMA Tayando
Tual.
“Beliau bisa buktikan bahwa sejumlah dokumen yang dipakai
menghukumnya adalah palsu dan saat ini proses penyelidikan sementara dilakukan
penyidik Polda Maluku. 11 Jaksa jadi terlapor. Ini luar biasa dan menjadi
contoh bagi kita semua,” pujinya.
Olehnya itu, Stevanus memastikan akan melakukan hal yang
sama.
“Jadi, seperti yang dilakukan Bapak Aziz Fidmatan demi
menegakkan keadilan dan kebenaran, maka itu juga yang akan kami keluarga
Latulola lakukan demi hal yang sama. Kami sangat meyakini ALLAH yang kami percayai pasti akan membela kami meski mendahului pahit yang harus kami lalui,” tandasnya.
Artinya jika kasusnya penyimpangan keuangan desa maka rujukannya
bukan dana desa karena statemen Jaksa sendiri bahwa ini di luar dana desa.
“Tapi kalau dasarnya kasus ini merujuk pada penggunaan dana
desa dan ADD, maka ini yang kami nilai Jaksa
rekayasa kasus. Maka tentu akan kami laporkan ke Polisi,” ancamnya.
Stevanus juga akan membeberkan laporan pertanggungjawaban penggunaan
Dana Desa dan ADD dari 2015 – 2018 lengkap dengan bukti fisik lapangan dan nota
kuitansi belanja.
Termasuk pula hasil opname dari Inspektorat Ambon karena instansi
tersebut selaku APIP belum pernah melakukan audit kerugiaan negara atas
permintaan Jaksa sebagaimana.
“Saya juga akan beberkan pihak-pihak yang selama ini mengelola BUMDes dari 2015 –
2018, soal pertanggungjawaban terhadap pengelolaannya yang sampai hari ini kami
tidak pernah lihat wujudnya,” pungkasnya.
Kasie Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Wahyudi
Kareba yang dikonfimasi media ini sebelumnya membantah tudingan soal kasus
penyimpangan keuangan desa Tawiri ini adalah pesanan.
“Ah, itu tidak benar, ndak ada itu. Kami tidak mengenal apa
itu pesanan. Yang ada itu laporan masyarakat. Kan wajar to…kalau laporan
masyarakat kita telaah. Jadi kalau ada indikasi maka kita proses, tapi kalau
tidak ada, ya kita tutup. Jadi tidak ada itu namanya pesanan-pesanan,”
bantahnya.
Wahyudi juga menanggapi soal pernyataan jika kasus ini
merupakan rekayasa.
“Kami tidak pernah mengenal apa itu rekayasa, tujuannya apa?
Kami melaksanakan fungsi-fungsi kami berdasarkan fakta-fakta yang kami temukan
minimal dua alat bukti dan kemudian ditindaklanjuti. Jadi tidak ada itu kami
rekayasa kasus,” tegasnya.
Ketika disinggung soal kasus ini masih berkaitan dengan
perkara sebelumnya, yaitu penjualan lahan Tawiri kepada AL, Wahyudi juga
membantahnya.
“Kasus ini tidak ada hubungan dengan perkara lahan Tawiri
yang dijual ke AL, sudah selesai itu,” jelasnya.
Wahyudi memastikan bahwa kasus yang ditangani Kejaksaan
Tinggi Maluku bersama dengan Kejaksaan Negeri Ambon ini berkaitan dengan
penyimpangan keuangan desa.
“Jadi, ini bukan berkaitan dengan dana desa tetapi ada
pendapatan desa lainnya yang diselewengkan selama 2015 – 2018. Desa ini punya pendapatan lain
diluar dari dana desa yang kemudian diselewengkan. Dan ini juga diluar dari
kasus penjualan lahan untuk AL itu,” sambungnya.
Mantan Kasie Pidsus Kejari Ambon ini memastikan jika berkas
telah lengkap maka kasus ini segera disidangkan.
Perlu diketahui, Arcilaus Latulola telah mendekam di Rutan
Waiheru pasca dieksekusi Jaksa Penuntut Umum pada 27 Januari 2022, sementara Semuel Rikumahu
lebih dulu dieksekusi pada Selasa (25/1/2022).
Sedangkan mantan Raja Tawiri Josep N. Tuhuleruw telah
mendekam di penjara pasca vonis 6 tahun penjara dalam kasus pengadaan lahan
Tawiri untuk AL.
Tuhuleruw sementara melakukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi Ambon.
(dp-16)