![]() |
Gerson Lambiombir |
Saumlaki, Dharapos.com
Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kamis (10/11) malam akhirnya menolak materi gugatan Bakal Calon Cabup dan Cawabup dari pasangan perseorangan, Jefri Jekson Kelmaskosu – Josepus Kulalean.
Pasangan bakal calon (Pasbalon) tersebut sebelumnya mengajukan gugatan pada 25 Oktober lalu dengan pokok masalah yakni menolak Surat Keputusan KPUD MTB Nomor 13 Tahun 2016 tentang penetapan Pasbalon Bupati dan Wabup setempat pada Pilkada 2017 mendatang.
Kemudian keduanya juga menggugat keputusan paslon nomor urut 2 atas nama Petrus Paulus Werembinan – Jusuf SIllety dan paslon urut 3 yakni Dharma Oratmangun – Markus Faraknimela yang disinyalir positif menggunakan Narkoba.
Ketua Panwaslu MTB, Gerson Lambiombir saat ditemui di ruang kerjanya Sabtu (12/11) siang menjelaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Bawaslu Nomor. 5 Tahun 2015 tentang penyelesaian sengketa pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, pemilihan Bupati dan Wabup serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, maka tenggang waktu yang diberikan kepada pemohon dan Panwas adalah dua belas hari yakni mulai dari pemohon mendaftarkan dan menyampaikan permohonannya.
“Kita melakukan sidang musyawarah mulai dari tanggal 2 – 10 Nopember. Selama delapan hari itu diawali dengan pembacaan permohonan, jawaban termohon dan penyampaian keterangan dari pihak terkait seperti juru kuasa pasangan bakal calon urut 2 dan 3,” urainya.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan para saksi yang diajukan pemohon dan termohon, penyampaian bukti-bukti tertulis dan diakhiri dengan pemberian keterangan dari saksi ahli oleh pemohon.
Sebelum pihaknya mengambil keputusan, pelapor dan terlapor yakni KPUD MTB diberikan kesempatan untuk menyampaikan keputusan masing-masing sebagaimana mekanisme yang berlaku.
Meski demikian, keduanya tidak mencapai kata sepakat sehingga Panwaslu akhirnya melakukan rapat pleno pada 8 – 9 November yang turut dihadiri pihak Bawaslu Pusat dan Provinsi Maluku.
“Dalam pleno itu, dari 3 Komisioner Panwaslu, 2 orang menyatakan pemohon tidak memiliki pendamping pada tingkat desa sehingga suara pemohon tidak memenuhi syarat dan memasuki standar minimal 7.050, sehingga permohonan pemohon ditolak,” lanjut Lambiombir.
Sementara, salah satu anggota Komisioner tetap mempertahankan formulir BA 5 KWK.
“Dengan demikian maka Keputusan KPUD Nomor 13 Tahun 2016 tentang penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dinyatakan diberlakukan kembali,” tandasnya.
Sementara dugaan keterlibatan salah satu dari masing-masing Pasbalon yang positif menggunakan narkoba sebagaimana laporan, Panwaslu telah memanggil pihak-pihak tersebut untuk dimintai keterangan.
“Ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan BNN, para pihak tersebut negatif atau tidak mengkonsumsi Narkoba seperti yang dituduhkan,” tegas Lambiombir.
Kepada wartawan di tempat terpisah, pihak Pasbalon perseorangan yang gugatannya ditolak mengaku tidak puas dan bakal menindaklanjuti laporannya ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN).
Mereka menilai bahwa Panwaslu tidak teliti, tidak cermat dan tidak objektif terhadap dalil-dalil yang disampaikan oleh pemohon.
“Pada prinsipnya kami berpendapat bahwa pimpinan musyawarah tidak menilai secara cermat bukti-bukti yang kami sampaikan pada saat musyawarah atau pengajuan sengketa itu. Panwaslu MTB tidak meneliti secara cermat dan objektif terhadap dalil-dalil yang kami disampaikan,” beber Stenly Kelmaskosu, yang juga Ketua tim Pasbalon perseorangan.
Ia pun membeberkan sejumlah bukti yang mereka ajukan dan tidak dapat dibantah oleh KPUD seperti ada 4.563 dukungan yang tidak diverifikasi.
Kemudian termohon tidak memberikan salinan berita acara hasil verifikasi kepada pihaknya, dan baru diserahkan saat pihaknya melakukan upaya paksa setelah penetapan pasangan calon.
Atas dasar itu, Kelmaskosu menilai bahwa hal itu merupakan sebuah kejahatan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif.
“Kami punya sejumlah bukti lain yang akan ditambahkan di PTUN. Kemudian yang terkait dengan kode etik akan langsung dilaporkan ke DKPP Provinsi Maluku maupun ke DKP RI. Selain itu juga kami akan laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran adanya dugaan kejahatan yang dilakukan,” ancamnya.
Sementara yang bersifat pidana, tegas Kelmaskosu akan dilaporkan ke pihak Polres MTB, Polda Maluku maupun ke Mabes Polri.
(dp-18)