Daerah

Penutupan Paksa Pantai Wisata Kelyar Jaya Telah Sesuai Aturan

25
×

Penutupan Paksa Pantai Wisata Kelyar Jaya Telah Sesuai Aturan

Sebarkan artikel ini
sek dishubkominfo marthen b
Mantan Kepala Satpol PP MTB, Marthen R. Bebena

Saumlaki, Dharapos.com
Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) belum lama ini telah menutup secara paksa salah satu obyek wisata yakni pantai wisata Kelyar Jaya, milik salah satu pengusaha lokal di Kota Saumlaki.

Pantai wisata yang berlokasi di samping Terminal BBM Pertamina Olilit Barat ini akhirnya ditutup secara paksa, oleh karena sang pemiliknya dinilai tidak menghiraukan teguran Pemerintah Kabupaten MTB.

Akibatnya, muncul reaksi balik dari pemilik Kelyar Jaya yang melaporkan balik Pemkab MTB ke pihak penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Resort MTB dan kini sedang disidangkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Saumlaki.

Terkait persoalan ini, Pemerintah Daerah MTB akhirnya angkat bicara, menyusul beredarnya informasi yang tak sedap, jika saat diundang menghadap oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres MTB, Kepala Satpol PP dituding mangkir dari panggilan polisi.

Terkait info tersebut, mantan Kepala Satpol PP MTB, M.R. Bebena kepada wartawan di ruang kerjanya menjelaskan bahwa penutupan secara paksa obyek wisata tersebut telah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten MTB Nomor 26 Tahun 2013 tentang ketertiban umum.

Yang mana pada pasal 80 ayat 2 menegaskan bahwa bagi pelanggar itu dikenakan sanksi ancaman  pidana kurungan penjara paling singkat 20 s/d 90 hari atau denda paling banyak Rp 500 ribu sampai dengan Rp 30 Juta.

Dia mengatakan bahwa dalam pasal 33 itu sudah memberikan penegasan tentang tempat usaha.

“Dimana setiap orang atau badan yang dalam melakukan kegiatan usahanya yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan wajib memiliki tempat izin usaha berdasarkan UU Gangguan,” urainya.

Kemudian, pada Ayat 2 disebutkan bahwa pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi persyaratan.

Atas dasar itu, maka kewenangan penegakan Perda ada di Satuan Polisi PP.

“Kami mendapatkan laporan dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif maupun Badan Pengelola Lingkungan Hidup MTB dimana tempat usaha tersebut tidak memiliki izin, baik itu masalah izin lingkungan maupun izin usaha pariwisata,” beber Bebena.

Kedua izin ini, lanjut dia, saling berhubungan erat artinya Dinas Pariwisata tidak akan mengeluarkan izin usaha pariwisata kalau tidak ada izin lingkungan atau Amdal yang dikeluarkan oleh BPLH MTB.

“Bayangkan sudah bertahun-tahun, mereka melakukan kegiatan usaha tanpa satu izin resmi dari Pemerintah, ini kan pelanggaran Perda,” lanjut Bebena yang saat ini telah bertugas sebagai Sekretaris Dinas Perhubungan dan Kominfo MTB.

Sebelum menutup secara paksa obyek wisata itu, Pemkab MTB telah beberapa kali mengeluarkan surat teguran, bahkan ada SK Bupati tentang penjatuhan sanksi administrasi yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif MTB kepada pengelolah atau pemilik obyek tersebut.

Larangan ini merupakan wujud dari penegakan aturan dan selain itu sesuai dengan informasi dari BPLH MTB, dokumen amdal yang bersangkutan ditolak.

Bebena mengakui bahwa seluruh teguran yang disampaikan hingga penutupan secara paksa telah dilakukan sesuai SOP,  dimana teguran pertama yang disusul teguran kedua tidak dihiraukan.

Begitupula sanksi administrasi tidak dihiraukan, padahal sudah dicantumkan dalam sanksi tersebut bahwa jika teguran tersebut tidak dipenuhi paling lambat 6 bulan, maka bisa dijerat dengan UU Lingkungan Hidup yakni sanksi pidana dan ganti rugi.

“Kesemua itu sama sekali tidak dihiraukan sehingga oleh instansi terkait mereka melaporkan hal  ini kepada Satuan Polisi Pamong Praja selaku SKPD yang memiliki kewenangan menegakkan hukum dalam hal ini Perda dan Peraturan kepala daerah,” sambungnya.

Selanjutnya, selaku Kepala Satpol PP, pihaknya kemudian mengeluarkan surat peringatan keras sesuai Permendagri No 54 Tahun 2011 tentang SOP Satuan Polisi Pamong Praja, dimana SOP tersebut ditanda-tangani oleh Sekretaris Daerah MTB.

Dalam SOP tersebut, Pemda memberikan penegasan bahwa jika satu kali 24 jam tidak dilakukan penutupan secara sadar atau persuasif oleh yang bersangkutan maka Pemda akan mengambil langkah tegas berupa penutupan secara paksa oleh Satpol PP berdasarkan kewenangan yang ada di institusi ini.

“Namun ternyata tidak juga dihiraukan juga surat itu,” cetus Bebena.

Berdasarkan hasil patroli Wasmalitrik dari Satpol PP ternyata yang bersangkutan tetap menjalankan usahanya.

Sehingga, satu-satunya jalan yang dilakukan pihaknya adalah penutupan secara paksa, meskipun hanya pintu depannya yang digembok. Hal itu dilakukan dengan maksud sebagai tindakan penyadaran.

“Tetapi ternyata tidak dihiraukan juga, dan justru pemilik obyek wisata tersebut balik melakukan proses hukum baik secara perdata ke Pengadilan Negeri Saumlaki, maupun secara pidana melalui Kepolisian Resort MTB,” ujar Bebena.

Yang parahnya lagi, persoalan ini semakin seru, lantaran pemberitaan sejumlah media massa yang dilakukan tanpa ada upaya  konfirmasi terlebih dahulu.

Dan akibat pemberitaan tersebut, pihaknya merasa dirugikan dan perlu mengklarifikasikan kepada masyarakat.

“Ini terkait dengan pemberitaan di koran Nurani Maluku tertanggal 14 Juli 2016 yang bertopik Pemerintah Daerah Maluku Tenggara Barat mangkir dari panggilan Hakim Pengadilan Negeri Saumlaki dan subnya: Kasatpol PP Marten Bebena mangkir dari panggilan polisi. Terhadap ini pun saya sendiri juga kaget dan tidak tahu dari mana informasi ini muncul sehingga ada penerbitan seperti ini,” herannya.

Dan untuk diketahui, Bebena mengakui jika sejak  tanggal 16 Mei s/d 29 Juni lalu itu dirinya sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan CPNS Penegak Perda di Pusdiklat Pusdik Reskrim Mabes Polri di Mega Mendung Bogor, Jawa Barat.

“Sementra dalam pemberitaan tersebut, Kasatpol PP dibilang mangkir dari panggilan polisi, apakah benar seperti itu? Kalau panggilan polisi memang benar ada, tetapi saat disampaikannya saya sementara mengikuti kegiatan tersebut dan bukan mangkir seperti yang diberitakan. Jadi bahasa mangkir dari panggilan itu sangat keliru sekali,” sesalnya.


(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *