Petrus Fatlolon, anak petani yang gemar berkebun |
Saumlaki,
Dharapos.com – Diseberang jalan trans Yamdena, persisnya di perempatan jalan
menuju desa Ilngei kecamatan Tanimbar Selatan dan desa-desa lain di pulau
Yamdena sore itu, terdengar suara beberapa perempuan paruh baya yang sedang
bercengkrama.
Saya dan dua
orang rekan yang diundang ketempat itu, menyusuri jalan masuk ke areal yang
luas dan telah dibatasi tembok setinggi hampir lima meter.
Terlihat
beberapa bangunan baru yang sedang dikerjakan, serta sejumlah pekerja kebun yang
sedang berlalu-lalang.
Dari dekat,
terlihat ada sejumlah perempuan duduk dibawah pohon yang rindang di tengah
kebun itu sambil berdiskusi dan sesekali tertawa penuh kegirangan.
Setelah
dekat, ternyata ada Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kepulauan Tanimbar, ibu
Joice Fatlolon bersama sejumlah anggotanya yang siap memanen wortel di kebun
itu.
Mereka masih
duduk menanti beberapa tamu yang akan hadir menyaksikan proses panen perdana di
kebun seluas delapan hektar itu.
Tak jauh
dari situ, terlihat seorang pria paruh baya yang sedang mengumpulkan makanan
ternak sapi dan sesekali berteriak memanggil “Manis”, nama beberapa
ekor sapi yang manja itu.
Pria itu
adalah Petrus Fatlolon, sang pemilik kebun.
Setelah
memberikan makan kepada sejumlah sapi, Petrus datang menghampiri kami dan kami
pun asyik bercerita menanti kedatangan Wakil Uskup Wilayah Kepulauan Tanimbar
dan Maluku Barat Daya serta beberapa pastor dan suster yang sedang menuju
lokasi itu.
Sosok
Petrus Fatlolon tak asing lagi bagi
masyarakat Tanimbar dan di provinsi Maluku. Sebelum dilantik sebagai Bupati di Kepulauan Tanimbar tahun 2017 lalu,
pria kelahiran 16 Agustus 1967 itu sudah dikenal sebagai sosok yang baik dan
dermawan.
Pak Petrus Fatlolon dan istrinya Joice Fatlolon |
Sukses
menjadi pengusaha kaya di negeri orang, tak membuatnya lupa daratan. Semua desa
di kabupaten bertajuk Duan-Lolat itu telah dia datangi sebelum didaulat menjadi
pemimpin di negeri itu. Tangannya selalu terbuka bagi setiap orang maupun
kelompok yang datang dari ujung pulau Molu sampai di Selaru.
Sebelum
dilantik sebagai Bupati, Pice (nama kecilnya-red) sudah membeli lahan itu,
namun belum diola secara maksimal. Lalu dimasa pandemi Covid-19 ini dia mengaku
punya waktu yang cukup banyak sehingga bisa berkebun. Jika sudah pulang kantor,
Ia selalu menghabiskan waktunya di kebun hingga malam hari.
“Memang
ini lahan tidur yang sudah saya miliki pada tahun 2007 sebelum saya jadi
Bupati. Tanah ini subur. Lalu, dimasa pandemi ini kita punya waktu luang. Tidak
saja di kantor tetapi di sore hari saya pasti akan datang ke kebun bersama
istri dan keluarga” tuturnya.
Dilokasi
ini, Petrus mengelola sebagian areal untuk pertanian organik atau pertanian
yang ramah lingkungan, areal peternakan sapi, sejumlah kandang besar untuk
ternakan ayam dan ada juga enam kolam yang luas untuk pembibitan ikan air tawar
jenis lele dan nila.
Terlihat
dari jauh ada 600 pohon nenas yang tumbuh subur, 800 tiang beton untuk buah
naga, sejumlah pohon alpukat, mangga, jeruk, pepaya California, serta areal
yang telah ditanami bawang merah, tomat dan cabai.
Selain
berbagai tanaman itu, tiga bulan lalu, pak Pice dan mama Joice memutuskan untuk
mencoba menanam wortel. Mereka melakukan terobosan ini karena wortel yang
dijual di pasar Saumlaki selama ini merupakan hasil impor dari daerah lain
seperti dari Surabaya, Ambon dan Makassar sehingga harganya mahal. Per buah
bisa dibanderol seharga Rp.20.000.
Sambil
berdiskusi, kami pun diajak untuk mendatangi lokasi tanaman wortel dan ikut
memanennya bersama para pastor dan suster serta tim penggerak PKK Kabupaten
Kepulauan Tanimbar. Kami terkejut melihat hasil panen dan ukuran wortel yang
besar menyamai wortel impor di pasaran. Buat kami, di Tanimbar ini hal yang
cukup langka, karena wortel lokal yang ditanam oleh masyarakat tidak sebesar
hasil panen di kebun milik pak Petrus.
“Ini
baru uji coba. Ada enam bedeng dengan ukuran panjang masing-masing 40 meter dan
ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kebutuhan wortel di daerah ini sangat
tinggi, sementara kalau kita lihat wortel lokal hasil pertanian masyarakat
masih sangat terbatas bahkan kalau pun ada, ukurannya sangat kecil sehingga
tidak menarik apabila dijual di pasar,” katanya.
Kurang lebih
ada tiga bedeng yang dipanen saat itu. Hasilnya ada setumpuk besar. Pak Petrus
dan mama Joice meminta para pekerjanya untuk membagi di setiap kantong plastik
dan diserahkan bagi setiap pengunjung yang hendak pulang.
Hamparan luas yang ditanami sayur kangkung, sawi dan kacang panjang oleh OMK Ilngei |
Memberikan ruang bagi masyarakat
untuk mengelola lahan miliknya
Sambil
berdiskusi, Bupati Petrus mengajak kami berjalan mengelilingi sebagian lahan
yang sudah ditanami sayur kangkung, kacang panjang dan sawi oleh sejumlah anak
muda. Hamparan yang ditanami sayur kangkung dan sawi serta kacang panjang itu
sangat luas. Selain bercerita, kami juga berfoto selfi bersama para pekerja di
kebun sayur dengan berbagai gaya. Ah, anggap saja ini kesempatan yang tak akan
terulang lagi.
Bupati
Petrus menjelaskan, sejak dia berkebun di situ, dia juga mengajak Orang Muda
Katolik (OMK) dari desa Ilngei untuk membentuk kelompok tani dan mengola lahan
itu.
“Saya
bantu berikan bibit, dan fasilitas lain kemudian mereka menanam sayur-sayuran.
Jika sudah dipanen, mereka jual dan hasilnya mereka bagi untuk kebutuhan
sehari-hari. Kalau kami butuhkan untuk kebutuhan di kediaman, biasanya kami
beli dari mereka,” bebernya.
Cerita ini
sangat menginspirasi sehingga kami terus mengajaknya untuk berdiskusi.
Anak Petani Yang Gemar Berkebun
Mantan
pimpinan DPRD kota Sorong, Papua Barat ini menyatakan, dirinya sudah terbiasa
berkebun. Dimana saja tempat tinggalnya, selalu ada kebun miliknya dengan ragam
tanaman. Sesekali dia menceritakan pengalaman pribadi semasa kecilnya. Anak
petani ini semasa kecil selalu berkebun bersama kedua orang tuanya.
“Saya
kan anak petani, orang tua saya berasal
dari Meyano. Jadi saya bukan baru belajar berkebun. Saya sudah terbiasa
berkebun,” kata dia.
Bupati Petrus mengajak ASN lingkup Pemerintah Kepulauan Tanimbar menjadi contoh dalam menjaga ketahanan pangan |
Selain untuk
kebutuhan rumah tangga, hasil kebun yang dia peroleh biasanya dibagikan kepada
masyarakat dan para pekerjanya. Dia mengaku beberapa kali mengumpulkan hasil
kebunnya dan diberikan kepada para janda dan lansia.
Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, Petrus berharap
bisa memotivasi masyarakatnya untuk terus bersemangat dalam berkebun dan
menghasilkan pangan lokal untuk menjaga ketahanan pangan di daerah.
Selain
kepada masyarakat, dia juga berharap agar para aparatur sipil negara di
lingkungan Pemkab Kepulauan Tanimbar bisa memberikan contoh dengan cara berkebun
agar tak hanya mengimbau tetapi menjadi contoh dalam menjaga ketahanan pangan.
“Mari
kita bercocok tanam secara serius, tekun dan profesional. Jangan mudah
menyerah. Buktinya saya yang begitu sibuk sebagai Bupati, bisa tanam wortel dan
saat ini kita bisa panen Bersama,” cetusnya.
Pendampingan dari Dinas Pertanian
Kerja keras
Pak Petrus dan mama Joice itu juga
mendapat pendampingan dari para penyuluh di Dinas Pertanian Kabupaten Kepulauan
Tanimbar.
Kepala Dinas
Pertanian setempat, Jimmy Watumlawar yang hadir saat itu mengaku terus
melakukan pendampingan untuk beberapa jenis tanaman dengan maksud untuk
menjadikannya sebagai kebun percontohan.
Sebagai
contoh, Jimmy menyebutkan bahwa hasil panen wortel itu melimpah karena ada
perlakuan khusus. Enam bedeng itu masing-masing berdiameter 40 sentimeter dan
panjang 30 meter.
“Ini
tergantung perlakuan. Jadi kalau bedeng petani hanya tinggi 10 sentimeter, maka
umbinya tidak akan besar. Minimal bedeng itu harus 30 sentimeter panjangnya
sehingga umbinya besar. Perlakuan tanah dengan pembersihan dan pemupukan juga
harus menjadi perhatian” terang dia.
Kata Jimmy,
wortel yang dihasilkan di kebun Bupati Petrus tidak menggunakan pupuk karena
tingkat kesuburan tanahnya masih terbilang cukup tinggi.
Pastor Simon Petrus Matruty (baju hitam) sedang memanen wortel bersama Bupati Petrus Fatlolon |
Sosok Petrus Fatlolon Dimata Pemuka
Agama
Wakil Uskup
wilayah Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya, pastor Simon Petrus Matruty
yang hadir dalam panen perdana wortel itu mengaku bangga dan terinspirasi dari
sosok bupati yang sangat merakyat ini.
Menurutnya,
Petrus telah menunjukkan jati diri sebagai orang Tanimbar dan benar-benar
bekerja bukan dengan kata-kata melainkan kerja nyata.
“Sebagai
pemimpin, kita harus memberi contoh dan teladan. Kiita tak hanya banyak bicara
tetapi harus menjadi contoh dan teladan,” kata pastor Simon.
Ketokohan
Petrus ini menurutnya merupakan spirit bagi para petani di Tanimbar untuk terus
bekerja keras tanpa menunggu musim hujan, melainkan menggunakan berbagai cara
untuk memperoleh hasil pertanian yang meningkat.
Kerja nyata
Bupati Petrus ini hendaknya menjadi
sumber inspirasi bagi para petani di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Tanah kita
subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman termasuk wortel. Tentunya butuh
perhatian dan teknik pengolaan lahan yang baik agar hasil panen juga memuaskan,
tidak hanya sekedar menanam saja tetapi juga harus dirawat.
Apabila para
petani kita di Tanimbar ini menanam wortel dengan tekun dan belajar dari
pengalaman pak Petrus maka bukan tidak mungkin akan menjamin ketersediaan
wortel di pasar dan menekan harga wortel sehingga bisa dijangkau dengan mudah.
Menjadi
pemimpin memang bukan hanya berada di belakang meja saja, atau melahirkan para
pengikut, tetapi semestinya menjadi contoh dan teladan bagi banyak orang.
Penulis:
Novie Kotngoran