![]() |
Anggota DPR RI, Mercy Ch. Barends, ST |
Saumlaki, Dharapos.com
Program rutin seperti Sosialisasi UU KDRT pada era masa kini dinilai sudah tak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
Anggota DPR RI, Mercy Ch. Barends, ST mengakui jika era Sosialisasi UU KDRT tersebut sudah berlalu karena saat ini, dunia lebih menyiapkan perempuan sebagai opinion leader mulai dari tingkat kampung.
“Yang diperlukan sekarang adalah perempuan harus dilatih sebagai publik speaker yang baik, melatih perempuan untuk menyusun program desa yang baik, pengambilan keputusan, terampil berbicara, serta perlunya skill perempuan untuk melakukan negosiasi,” rincinya saat menjadi narasumber pada kegiatan seminar sehari yang digelar Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Cabang Saumlaki, pekan kemarin.
Kepada lembaga-lembaga perempuan di pemerintahan maupun lembaga kemasyarakatan perempuan, Barends mendorong untuk perlu dilakukan revitalisasi program kerja.
Sehingga diharapkan bisa melakukan introduksi yang sangat strategis dalam meletakan perempuan sejajar dengan laki-laki, mampu melahirkan pemimpin perempuan yang berkualitas, baik pemimpin formal maupun informal.
“Sebenarnya ketika kita bicara mengenai perempuan dan politik adalah bagaimana kita bicara tentang melahirkan produk program perempuan di organisasi yang bisa melahirkan pemimpin perempuan yang bisa mempengaruhi kebijakan dan perubahan sosial. Kalau kita tidak punya plat form dalam organisasi maka tidak ada gunanya berorganisasi,” bebernya.
Barends menilai bahwa program-program karitatif saat ini perlu dikurangi sementara yang perlu digenjot adalah program-program pengembangan atau memberi pertumbuhan.
Penguatan kapasitas perempuan disektor ekonomi, politik maupun hukum perlu dilakukan pula, sehingga pemahaman perempuan di bidang-bidang ini turut mendorongnya untuk semakin berkiprah jauh lebih baik lagi.
Era saat ini menuntut organisasi perempuan untuk lebih inovatif dalam menyusun program sehingga perempuan tidak akan tergilas habis dalam era modern dengan adanya kemajuan teknologi.
Hal yang serius menjadi perhatian publik saat ini adalah tentang banyak kasus yang dihadapi perempuan seperti bukan hanya kasus KDRT melainkan posisi kaum hawa ini yang habis tereksploitasi dengan kasus perdagangan perempuan, kekerasan terhadap TKI di luar negeri.
Meskipun mereka sebagai penghasil deviden terbesar untuk Negara namun diperlakukan semena-mena.
Banyak tantangan di MTB ke depan terhadap posisi tawar perempuan, misalnya soal rencana pengembangan Blok Masela yang bakal mempekerjakan ribuan tenaga kerja.
Posisi tawar perempuan mulai saat ini mestinya ditunjukan melalui peningkatan SDM, melakukan kajian dan menyusun program dalam menjemput beroperasinya blok raksasa dimaksud.
Dia pun berharap agar kedepan nanti, Negara lebih cenderung mengatasi persoalan-persoalan yang menjadi penghambat perempuan dalam berkiprah dibidang politik, agar perempuan pun bisa mengambil peran dan posisi yang sejajar dengan laki-laki.
(dp-18)