Daerah

PT PLN Tual Dinilai Tak Bekerja Secara Profesional

35
×

PT PLN Tual Dinilai Tak Bekerja Secara Profesional

Sebarkan artikel ini
PLN Tual
Kantor PT. PLN (Persero) Tual

Tual, Dharapos.com 
Kondisi suplai aliran listrik bagi warga masyarakat pelanggan yang selama ini menggantungkan kebutuhan akan penerangan dari PT. PLN (Persero) Tual untuk kesekian kalinya kembali dikecewakan.

Bahkan masyarakat menilai PT PLN tak bekerja secara profesional dalam melayani pelanggan.

Pasalnya, sejak beberapa bulan belakangan ini listrik di kota Tual maupun Kabupaten Maluku Tenggara sering mengalami pemadaman bergilir.

Atas fakta ini, salah satu tokoh muda Tual – Malra,  Luther Rahayaan, kepada Dhara Pos, Jumat (18/12) menyesalkan kinerja PT PLN Tual yang memasuki beberapa bulan belakangan ini, melakukan aksi pemadaman listrik dengan cara bergiliran.

“Pemadaman lampu jalan terus, tapi anehnya meteran lampu terus meningkat, maka patut dipertanyakan apakah ini hanya sebuah trik saja atau permainan PT PLN yang hanya untuk sengaja mengelabui masyarakat dengan berbagai alasan,” sesalnya.

Yang lebih disesalkan Rahayaan, karena sudah beberapa tahun belakangan ini, setiap mau memasuki hari-hari besar selalu terjadi pemadaman lampu bergilir.

“Makanya kita pertanyakan selama ini kinerja petugas lapangan kerjanya cuma makan gaji buta saja, atau bagaimana? Karena sejauh ini, lampu mati terus, sedangkan meteran tambah meningkat belum lagi kalau terlambat bayar petugas PT PLN langsung melakukan pemutusan jaringan, berarti di indikasi bahwa PT PLN telah melakukan pemerasan kepada pelanggan. Faktanya, masyarakat kota tual dan Kabupaten Malra sangat menderita dengan adanya pemadaman lampu sampai saat ini, namun pihaknya terkesan cuek.

Rahayaan juga turut membeberkan sejumlah fakta yang dialami warga masyarakat khususnya di wilayah Kei Besar terkait dengan pelayanan PT. PLN di wilayah tersebut.

“Satu  hal kecil saja, salah satu kampung di wilayah Kei Besar Selatan, pada saat pemasangan meteran baru dari nol ada  beberapa rumah standar meteran 11,  ada  yang 20 tapi anehnya yang meteran 11, diharuskan membayar 53 ribu rupiah  sedangkan standar 20  hanya membayar Rp 35 ribu dan ini fakta di lapangan. Yang patut dipertanyakan hasil dari 11 ini kenapa bisa membesar, dan meteran besar kenapa lebih kecil? Inikan namanya aneh bin ajaib,” bebernya.

Atas fakta ini, Rahayaan menduga petugas lapangan PT PLN di Kei Besar melakukan pembohongan publik dengan memanipulasi rekening. Karena ini bukan fakta baru, tapi sudah sering kali terjadi.

Olehnya itu, dimintakan kepada PT PLN Tual  agar bisa memberikan teguran keras kepada seluruh staf yang telah melakukan pencatatan meteran lampu, dan juga penagihan rekening.

“Karena yang terjadi di Kei Besar, satu bulan petugas PLN adakan penagihan rekening lampu, satu bulan kemudian petugas Bank, satu  bulan kemudian lagi petugas harian di lapangan, jadi penagihan, rekening lampu di Kei Besar ada tiga  macam warna. Ini yang saya maksudkan tidak bisa di mengerti kinerja PT PLN. Makanya kami mendesak PT PLN harus mengklarifikasi terkait dengan meteran lampu yang di lakukan petugas lapangan,” desaknya.

25 anggota DPRD  Malra juga diminta segera menyikapi persoalan ini, dengan memanggil PT. PLN  untuk mengklarifikasi terkait dengan pemadaman, sekaligus juga terkait dengan  persoalan meteran lampu yang terjadi di Kei Besar Selatan.

“Kami harapkan pihak DPRD Malra bisa mengundang yang pimpinan perusahaan yang bersangkutan guna memberi penjelasan terkait tudingan masyarakat terhadap pihak PT. PLN,” desaknya.

Mantan Ketua GMKI ini juga, terkait pemadaman bergilir di Kota Tual, mendesak Walikota dan 20 anggota DPRD Kota Tual agar juga secepatnya menyikapi penderitaan masyarakat terkait masalah  pemadaman ini.

Sementara itu, salah satu sumber di kantor PLN kepada Dhara Pos, yang meminta namanya tidak dimuat menghimbau kepada masyarakat khususnya dalam tanggung jawab rutinnya membayar tagihan rekening listrik PLN perbulan harus memperhatikan angka pada meteran.

“ Masyarakat harus membaca meter listrik, jadi tidak hanya mengharapkan petugas PLN saja. Artinya kalau hari ini ada yang datang mencatat atau foto meter, warga juga lakukan hal yang sama agar apa yang dicatat PLN hasilnya sama dengan data yang dipunyai warga,” imbuhnya.

Karena pembayaran rekening listrik tidak semaunya ditentukan pihak PLN tetap atas dasar angka meter.

“Sehingga kalau tiba-tiba meledak atau melambung tinggi, ada upaya yang namanya koreksi untuk menyamakan angka meter dan seberapa besar biaya yang harus dibayar sesuai penggunaannya selama satu bulan. Dan itu diberi kesempatan oleh PT. PLN dengan menyertakan foto angka meteran listrik terakhir saat mau membayarnya,” jelas sumber.

Ia mengakui sering kali terjadi bulan ini bayarnya rendah tapi tiba-tiba bulan depan pembayarannya meledak atau melambung tinggi.

“Itu biasa terjadi, makanya kalau masyarakat merasa tidak sesuai dengan beban pemakaiannya selama sebulan, tinggal dikoreksi saja ke kantor PLN sehingga pihak PLN langsung melakukan perbaikan angkanya. Karena tidak akan pernah terjadi masyarakat membayar di luar dari angka meter,” tandasnya.

Meski demikian, sumber juga mengingatkan kepada pelanggan yang masih terikat administrasi ke PLN bahwa semua pelanggan seperti ini diwajibkan membayar abondemen setiap bulan tergantung daya listrik yang digunakan.

“Sama   seperti fasilitas telepon rumah, pakai atau tidak pakai tetap harus bayar abonemen per bulannya. Kecuali untuk rumah yang menggunakan meter pulsa, mereka tidak punya tanggung jawab administrasi ke pihak PLN karena sistem pulsa tadi. Kecuali kalau ada masalah atau gangguan listrik, mereka boleh mengadukannya ke PLN,” cetusnya.

Olehnya itu, warga Kota Tual dan Kabupaten Malra dihimbau untuk langsung berhubungan dengan pihak PLN  jika ada masalah dengan penggunaan listrik atau terkait pembayaran yang dirasa tidak sesuai sehingga bisa memperoleh penjelasan yang pasti oleh petugas yang memiliki kewenangan dalam hal itu.

Terkait pemadaman bergilir, sumber mengakui jika setiap daerah di Indonesia memiliki persoalan yang sama terkait pasokan listrik.

“Rata-rata mesin pembangkit listrik itu usianya sudah lama sehingga dibutuhkan peremajaan. Namun kalau belum ada mesin baru, maka pihak PLN mengantisipasinya dengan melakukan pemeliharaan rutin. Sehingga dampaknya kepada masyarakat terjadi pemadaman bergilir. Dan itu biasanya diumumkan kepada masyarakat melalui RRI atau media lainnya,” akuinya.

Atas fakta ini, sumber meminta warga untuk dapat memahami kondisi yang terjadi.

“Tidak mungkinlah PLN sengaja memperlakukan masyarakat seperti itu kalau bukan karena ada sebabnya. Dan apa untungnya juga bagi PLN memperlakukan masyarakat seperti itu. Karena itu, saya harap warga juga bisa memahami situasi yang terjadi,” tukasnya.

(dp-20)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *