Daerah

Ranbalak : “SHR Punya Budaya Kejahatan Tapi Berlindung Dibalik Hak Imunitas Anggota DPRD”

17
×

Ranbalak : “SHR Punya Budaya Kejahatan Tapi Berlindung Dibalik Hak Imunitas Anggota DPRD”

Sebarkan artikel ini
Kabag Hukum Setda Tanimbar Sebastianus Ranbalak
Kepala Bagian Hukum Setda Kepulauan Tanimbar, Sebastianus Ranbalak

Saumlaki, Dharapos.com – Mantan anggota DPRD Kabupaten
Kepulauan Tanimbar Sony Hendra Ratissa (SHR) diduga punya budaya kejahatan dan
mengalami ganguan kejiwaan atau paranoid.
Dia dinilai hanya berlindung di bawah Hak Imunitas sebagai
anggota DPRD saat itu.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten
Kepulauan Tanimbar, Sebastianus Ranbalak, dalam jumpa pers ruang kerjanya pekan
kemarin.
Ranbalak menilai, SHR yang telah dua kali masuk bui dan
sedang menjalani persidangan atas kasus penghinaan terhadap Bupati Kepulauan
Tanimbar ini, memiliki budaya kejahatan yang sudah dilakukan secara terus-menerus.
“Jadi kalau ada budaya kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang secara terus menerus maka tak perlu diberi maaf, karena ini sudah
jadi budaya,” bebernya.
SHR yang dijerat dengan pasal 207 KUHP Pidana dengan ancaman
hukuman 1 tahun 5 bulan, dinilai hanya berlindung pada UU MD3 dan hak
imunitas sebagai anggota Legislatif, karena saat dilaporkan, SHR masih aktif
sebagai anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Padahal menurutnya, ada UU lain yang lebih tua dari itu
yaitu WVS yang di Indonesia disebut dengan 
kitab UU Hukum Pidana yang dalam bahasa Belanda disebut Wetboek van
Strafrecht.
Keterangan Saksi
Markus Atua, salah satu saksi yang mengaku telah bersaksi di
persidangan menjelaskan kronologis kejadian saat itu.
Menurut saksi, saat itu Komisi B sementara bersidang,
sementara SHR yang saat itu sebagai ketua komisi C, datang dan meminta
diberikan hak untuk berbicara soal kuota CPNS.
Atua yang saat itu menjabat sebagai ketua Komisi B, enggan
memberi kesempatan kepada SHR lantaran itu bukan sidang lintas komisi.
Dia menjelaskan, pada tanggal 16 Januari 2018, Komisi B
menggelar rapat bersama dua mitra yaitu Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata.
Pada waktu rapat komisi berjalan, datanglah SHR yang saat
itu menjabat sebagai ketua Komisi C serta dua orang anggota DPRD dari komisi
lain yakni Simson Lobloby dan Simon Liur.
Saat itu, Kepala Dinas Pendidikan menyampaikan soal
kekurangan tenaga guru yang ada di beberapa wilayah dan berencana untuk
melakukan pemerataan tenaga guru tanpa intervensi dari DPRD.
Karena jika ada intervensi, maka akan terjadi penumpukan
tenaga guru wilayah tertentu seperti di kecamatan Tanimbar Selatan, sementara
kecamatan yang jauh di pulau-pulau akan terjadi kekurangan guru.
Tak setuju dengan penjelasan Kadis Lieke Tan, SHR memberi
reaksi atau kode kepada Markus Atua yang sedang memimpin rapat itu untuk
memberinya kesempatan berbicara.
“Ada kode dari mereka, serta saran dari Ibu Ema Labobar
untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang berbicara. Tapi saya selaku
ketua Komisi B yang sedang pimpin rapat saat itu  tidak memberi kesempatan kepada mereka karena
itu bukan rapat lintas komisi, tapi rapat dibuka khusus untuk Komisi B dan dua
mitra”  tutur Atua.
Usai rapat, pimpinan dan anggota Komisi B berencana on the
spot ke lokasi wisata Perahu Batu.
Sambil menunggu makan siang, mereka berdiskusi diluar
ruangan sidang dalam suasana santai terkait rencana pemerataan tenaga guru.
Atua menyatakan, diskusiknya cukup alot. Selain dirinya,
hadir saat itu SHR, Pater Bulurdity, dan Petrus Canisius Jaflaun  serta sejumlah anggota komisi yang tidak
duduk namun hanya berlalu-lalang.
“Kemudian dalam perdebatan itu muncul reaksi yang cukup
keras dari Sony begini bilang ke Kamong (kalian, red) punya Bupati itu, bajalan
kesana kemari, hasilnya nol. Kuota CPNS yang dia bilang 540, ternyata mana,
cuma 54. Hasilnya mana? Pi sampaikan ke kamong punya Bupati, bilang Sony
Ratissa yang bilang. Beta sudah rekam Bupati saat kampanye dan lain-lain. Semua
hanya parlente, seng ada hasil,” beber Atua meniru kata-kata SHR.
Atua menyatakan, SHR menyampaikan pernyataan itu dengan
suara yang lantang dan dalam kondisi yang terbawa emosi karena tidak diberikan
kesempatan untuk berbicara saat di dalam rapat komisi B.
(dp-47)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *