Daerah

Sasi “Larangan Pertikaian” di Kei Besar Mulai Berlaku, Ada Sanksi Berat Jika Dilanggar

25
×

Sasi “Larangan Pertikaian” di Kei Besar Mulai Berlaku, Ada Sanksi Berat Jika Dilanggar

Sebarkan artikel ini

Bupati Hanubun Saksikan Sasi Cegah Konflik Dipasang


Elat, Dharapos.com
– Hawear atau
Sasi telah ditanam para raja lorsiuw lorlim pada dua tempat di Kecamatan Kei
Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, Sabtu (17/12/2022).

Kedua lokasi dimaksud masing-masing
di Elat dan Ohoi Elralang.

Sasi yang diberlakukan pasca
terjadinya konflik sosial beberapa waktu lalu ini merupakan larangan bagi siapa
saja yang tidak menginginkan kedamaian di Malra.

Bahkan ada sanksi berat
diberlakukan oleh Dewan Adat setempat apabila seseorang melanggarnya. Sanksi itu
akan menjeratnya dengan hukuman yang setimpal untuk efek merah bagi yang
lainya.

Ritual adat pemasangan sasi itu
sendiri difasilitasi Pemerintah Kabupaten Malra dan para Raja dengan melibatkan
pimpinan agama, jajaran Forkopimda, para Camat dan Kepala Ohoi di Elat, Kei
Besar.

Pantauan lapangan, semua unsur
terkait berkumpul di gedung putih Elat guna mendengarkan arahan dari Bupati setempat
M. Thaher Hanubun.

Selanjutnya, tokoh adat yakni
para Raja bersama tokoh agama dan Forkopimda berjalan beriringan dalam kondisi
dan keadaan cuaca hujan menuju jantung Kota Elat untuk menggelar upacara adat
sebelum sasi larangan konflik di Maluku Tenggara di tanam.

“Kondisi alam tidak akan
mengurangi semangat dan niat kita dalam usaha untuk menata kehidupan masyarakat
Maluku Tenggara yang lebih baik. Untuk itu, sekali lagi hujan atau panas dan
lainnya tidak akan mengurangi rasa keinginan kita untuk membangun kehidupan yang
lebih baik,” ungkap Bupati mengawali arahannya.

Atas nama Pemda, ia menyampaikan
banyak terima kasih kepada dewan Raja yang sudah hadir di tempat ini, juga para
tokoh agama, adat, pemuda dan masyarakat.

“Semua ini demi kehidupan yang
aman, damai dan sejahtera. Sehingga untuk itu, kita jangan dibatasi karena
kondisi keadaan pada saat ini,” tegasnya.

Bupati juga mengingatkan semua
pihak agar tidak menyalahartikan ini.

“Intinya, kita harus melibatkan
orang banyak dalam rangka satu kegiatan sakral yang melibatkan Adat, Kumni, Agam
atau yang disebut dalam bahasa Indonesia yaitu adat, pemerintah dan agama dalam
menyikapi apa yang terjadi di wilayah kita yang tercinta ini,” imbuhnya.

Bupati menegaskan tidak akan mungkin
membiarkan hal ini berlangsung terlalu lama tetapi harus termotivasi oleh kesadaran
untuk kebaikan bersama.

“Hal pertama adalah dari
pemerintah. Untuk itu, saya sekali lagi mohon dengan segala kerendahan hati,
mari kita pulihkan daerah ini dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh membangun
perbedaan diantara kita. Semua orang punya hak untuk hidup, agama juga mengatur
itu,” tegasnya.

Bupati menjelaskan bahwa ritual
adat pemasangan sasi yang digelar ini dimaksudkan untuk mencegah siapa saja
yang membangun konflik bahkan memecah bela keturunan dan tatanan adat hidup
orang basudara di Malra umumnya dan Kei Besar khususnya.

“Sasi larangan dan sumpah adat diberlakukan
bagi siapa saja yang merasa bahwa dia anak negeri ini. Ketika sumpah dilakukan
dan dia melanggar maka biarkanlah sampai matahari tenggelam hari ini akan mengambil
semua kebahagiaan hidup keluarganya,” pungkasnya.

(dp-52)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *