Utama

Sidang Alat Bukti Perkara SMA Tayando, Saksi : MoU Ditandatangani Oktober 2008

19
×

Sidang Alat Bukti Perkara SMA Tayando, Saksi : MoU Ditandatangani Oktober 2008

Sebarkan artikel ini

KIP Maluku Sidang Saksi
Tahapan pemeriksaan saksi pada sidang lanjutan sengketa alat bukti perkara korupsi SMA Tayando Tual di PN Ambon, Jumat (1/10/2021)

Ambon,
Dharapos.com
– Komisi Informasi Provinsi (KIP) Maluku kembali menggelar sidang
sengketa alat bukti utama Perkara Korupsi SMA Tayando Tual, Jumat (1/10/2021).

Agenda
sidang kali ini menggali keterangan saksi yang dihadirkan pemohon masing-masing
BA. Jamlay dan Saifudin Nuhuyanan.

Termohon dalam
hal ini Dinas Pendidikan Kebudayaan Maluku diwakili Sekretaris Dinas Husein,
S.Pd.

Sidang
sendiri berlangsung di ruang Kartika Lantai 1, gedung Pengadilan Negeri Ambon, yang
dimulai pukul 14.00 Wit.

Majelis
sidang terdiri dari Komisioner Richard Sipahelut, SE, M. Pd (Ketua Majelis),
serta M. Kamil Fuad, ST dan Cany Latuhihin, S.Sos selaku Anggota Majelis.

Majelis
Komisioner didampingi Nitha Wajo, SH selaku Panitera Pengganti.

Setelah
sidang dibuka, Majelis Hakim Komisioner langsung pada pokok acara.

BA. Jamlaay selaku
saksi kemudian dipersilahkan untuk mengambil tempat dan ditanya kesediaannya
untuk bersaksi. Setelah menyatakan bersedia, saksi kemudian diambil sumpahnya oleh
Hakim
M.
Kamil Fuad, ST.

Dalam kesaksiannya
BA Jamlaay menuturkan tahapan proyek pembangunan USB SMA Tayando Tual dimulai saat
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Maluku menyurati secara resmi Wali Kota Tual dengan
nomor surat : 425.11/833/08 tertanggal 12 Oktober 2008.

Dimana perihal
dalam surat tersebut yaitu pembangunan USB SMA Negeri Tayando Tahun 2008.

Surat itu
ditandatangani sendiri oleh BA Jamlaay, yang kala itu menjabat sebagai Kasubdin
Dikmenti Dinas Pendidikan Kebudayaan Maluku atas nama Kepala Dinas.

Setelah itu,
barulah panitia pembangunan diutus ke Ambon untuk menandatangani surat
perjanjian (MoU) antara Dinas Pendidikan Maluku dan Pemerintah Kota Tual yang
dalam hal ini diwakili panitia pembangunan.

BA. Jamlaay juga
dalam kesaksiannya menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek
pembangunan USB SMA Tayando Tual adalah Syukur Moni bukan dirinya.

“Saya sendiri
PPK Guru,” tegasnya.

Penegasan
tersebut sekaligus mengklarifikasi surat perjanjian (MoU) lain dalam sidang sengketa
ini pada perkara sama yang ditandatangani 27 Juni 2008 dan memuat namanya selaku
PPK atas proyek yang sama.

“Kalau surat
perjanjian 27 Juni 2008 saya tidak tahu. Saya baru tahu di sidang kasus ini
pada 2016 lalu. Waktu itu ditunjukan ke saya oleh Hakim di sidang, saya jadi
saksi saat itu. Dan saya sudah membantahnya karena saya bukan PPK di proyek pembangunan
USB SMA Tayando Tual,” tegasnya.  

Guna memperkuat
kesaksiannya, saksi BA. Jamlaay juga menyerahkan kesaksiannya yang telah dituangkan
dalam bentuk tulisan dan ditandatangani diatas meterai 10.000 kepada Majelis
Hakim.

Selain BA.
Jamlaay, kesaksian Saifudin Nuhuyanan selaku penanggung jawab panitia
pembangunan juga disampaikan dalam sidang tersebut.

Nuhuyanan mengaku
mulai menjabat Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Tual
berdasarkan keputusan Wali Kota Tual nomor : 821.2/SK/24/2008/KT tanggal 11
Oktober 2008.

Pada
prosesnya, Dinas Pendidikan Kebudayaan Provinsi Maluku menyurati Wali Kota Tual
dengan nomor surat : 425.11/833/08 tertanggal 12 Oktober 2008 perihal
pembangunan USB SMA Tayando Tual.

“Menindaklanjuti
surat Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan Provinsi Maluku, Wakil Wali Kota Tual
Adam Rahayaan mendesposisikan surat tersebut tertanggal 14 Oktober 2008 kepada
saya untuk diproses lebih lanjut,” lanjut Nuhuyanan.

Wali Kota kemudian kemudian mengeluarkan keputusan nomor : 421.3/SK/28/2008 tertanggal 15
Oktober 2008 tentang pembentukan panitia pembangunan USB SMA Tayando Tual TA
2008.

“Saya
diangkat sebagai penanggung jawab dalam kepanitiaan pembangunan dalam kedudukan
selaku kepala dinas,” sambungnya.

Selanjutnya,
selaku kepala dinas, Nuhuyanan kemudian menugaskan stafnya Akib Hanubun selaku
ketua panitia ke Ambon bersama Aziz
Fidmatan selaku bendahara panitia pembangunan dalam rangka menandatangani surat
perjanjian (MoU0 diminggu keempat Bulan Oktober 2008.

“Jadi
surat perjanjian/MoU antara Dinas Pendidikan Kebudayaan Maluku dan Panitia
Pembangunan USB SMA Tayando Tual ditandatangani bulan Oktober 2008 dan tidak
ada peristiwa penandatanganan di bulan Juni 2008 karena saat itu saya belum
diangkat sebagai Kepala Dinas dan saudara Akib Hanubun belum dilantik sebagai
Kepala Bidang Pendidikan dan Menegah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota
Tual,” tegasnya  membantah
keberadaan MoU 27 Juni 2008.

Nuhuyanan juga menegaskan bahwa terkait keberadaan surat perjanjian Penggunaan Dana
Bantuan Imbal Swadaya USB SMA Nomor : 03/PPPM.SMA/USB2008 tertanggal 27 Juni
2008 sebagai alat bukti dipersidangan Tipikor Ambon pada 2016 lalu telah ia
tolak bersama saksi-saksi lainnya.

“Saya juga
dipanggil dan diperiksa Komisi Yudisial sebagai saksi atas laporan saudara
pemohon yang mana para hakim atas perkara ini telah dihukum karena terbukti
melanggar kode etik saat menangani perkara ini,” demikian kesaksian
Saifudin yang dibacakan dalam sidang lanjutan KIP Maluku, Jumat (1/10/2021).

Sidang lanjutan
atas sengeta informasi ini dijadwalkan dengan agenda pemanggilan para pihak.

Seusai
sidang, Sekretaris Dinas Dikbud Maluku Husen dalam pernyataannya kepada media
ini menjelaskan jika sidang kali ini, pihaknya tidak menghadirkan saksi namun
tetap memberikan keterangan sebagai bentuk laporan.

Terkait
posisi Dinas Dikbud Maluku sebagai badan publik tentu memiliki kewajiban untuk
membuka informasi selebar-lebarnya kepada pihak mana saja yang meminta terkecuali
4 hal yaitu yang mengancam Kesatuan Negara RI, disintegritas bangsa, tidak berada
di dalam pengawasan.

“Tetapi yang
berhubungan dengan MoU yang disengketan menurut pemohon terjadi pada bulan
Oktober 2008 sementara keterangan pemohon bahwa bukti di persidangan adalah MoU
yang ditandatangani pada bulan Juni 2008 sama sekali kami tidak bisa memberikan
tanggapan apa-apa karena Dinas Dikbud Maluku sebagai badan publik tidak
berpihak kepada pihak manapun yang berpendapat tentang itu karena wujud atau
materi dari MoU itu sendiri belum didapatkan,” terang Husen.

Pihaknya
juga telah melakukan pencarian sebanyak dua kali dalam rangka memastikan keberadaan
MoU dimaksud di Dinas Dikbud Maluku tapi belum juga ditemukan.

“Sehingga,
kita tidak memiliki posisi untuk berpihak mana yang betul atau mana yang salah,
bahwa Oktober betul lalu Juni salah atau sebaliknya kita tidak memiliki posisi
berpihak pada pendapat-pendapat itu karena kepentingan kita adalah mencari
dalam rangka membantu pemohon. Hanya saja sampai dua kali pencarian tidak
ditemukan,” sambungnya.

Husen mengakui
jika dirinya adalah pejabat baru sehingga sesungguhnya tidak mengetahui tentang
tahapan proses yang berlangsung karena baru dilantik pada 2019 begitupun Kepala
Dinas baru dilantik pada Januari 2020.

“Jadi kita
memang orang baru sehigga terkait dengan proses-proses yang kemarin (13 tahun lalu,
red) kita sama sekali tidak mengetahui. Oleh karna itu kita belum bisa
memberikan pendapat apa-apa tekecuali materi MoU sudah didapatkan. Tetapi
secara institusi atau badan publik maka kita berkewajiban untuk bagaimana
caranya mendapatkan itu sesuai dengan mekanisme,” pungkasnya.

Disdikbud
Maluku telah membentuk tim internal yang dibekali surat tugas dari Kepala Dinas
untuk mencari dokumen yang diminta pemohon baik MoU Juli 2008 maupun Oktober
2008 dalam rangka memenuhi kewajiban selaku badan publik.

Perlu
diketahui, sidang sengketa ini bermula saat Aziz Fidmatan tak diresponi Dinas
Pendidikan Kebudayaan Maluku atas permintaan resmi dokumen surat perjanjian
(MoU) pada proyek pembangunan USB SMA Tayano Tual 2008.

Dalam
suratnya itu, ia meminta Dinas Dikbud Maluku menyerahkan 2 bukti surat
perjanjian (MoU) sebagai dasar pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual yang
diterbitkan instansi tersebut pada 2008 lalu yang ditandatangani ketua panitia
pembangunan dan PPK.

Kedua surat
perjanjian itu masing-masing diterbitkan pada Juni 2008 dan Oktober 2008.

Menariknya,
berdasarkan bukti dan fakta-fakta yang dimiliki Fidmatan bahwa pengerjaan
pembangunan USB SMA Tayando Tual mengacu pada MoU yang diterbitkan bulan Oktober
2008.

Saat itu,
Fidmatan bersama ketua panitia Akib Hanubun diperintahkan berangkat dari Tual
ke Ambon untuk meneken MoU pada Oktober 2008 berdasarkan surat disposisi dari
Adam Rahayaan yang saat itu menjabat Wakil Wali Kota Tual.

Disposisi
ini meninfaklanjuti surat dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Maluku No :  425.11/833/08 tanggal 12
Oktober 2008 terkait rencana pekerjaan pembangunan sekolah dimaksud.

Adapun bukti
disposisi dan surat dari Dinas Dikbud Maluku tersebut masih disimpan Aziz
Fidmatan hingga ia mengajukan sengketa ke KIP Maluku pada awal Februari 2021.

Anehnya
lagi, saat proyek ini diperkarakan ke Kejaksaan Negeri Tual pada 2012 lalu
hingga kemudian inkrah 2016, alat bukti utama MoU yang digunakan para Jaksa
untuk menjerat panitia pembangunan adalah terbitan Juni 2008.

Tak terima
atas indikasi rekayasa yang dialaminya, Fidmatan langsung mengambil langkah
hukum.

Dengan
mengacu pada sejumlah dokumen penting yang ia miliki, Fidmatan kemudian
mengajukan sengketa ke KIP Maluku guna mendapatkan kepastian hukum atas
keberadaan 2 dokumen dimaksud.

Pasalnya,
surat perjanjian terbitan 27 Juni 2008 ini digunakan oleh tim Jaksa Kejaksaan
Negeri Tual dalam menangani perkara korupsi pembangunan USB SMA Tayando hingga
kemudian berujung hukuman penjara 2 Tahun dan pemberlakuan sanksi pemberhentian
tidak dengan hormat terhadap Aziz Fidmatan (Bendahara Panitia) dan Akib Hanubun
(Ketua Panitia) dari status keduanya sebagai ASN.

Para Hakim
pengadil dalam perkara ini terbukti telah melanggar kode etik dan perilaku
hakim saat memutus perkara nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Amb dan Nomor :
08//Pid.Sus-TPK/2016/PN.Amb.

Sidang
Pleno Komisi Yudisial RI, bertempat di Jakarta pada hari Rabu, 8 April 2020 dan
Senin, 13 April 2020 masing-masing dihadiri 7 orang anggota KY RI sebagaimana
petikan putusan yang diterima media ini, memutuskan hakim atas nama,

1. Alex
T. M. H. Pasaribu, SH, MH (jabatan saat ini sebagai Wakil Ketua PN Sibolga)

2. R.
A. Didi Ismiatun, SH, M.Hum (Hakim PN Ambon)

3. Edy
Sepjengkaria, SH, CN, MH (Hakim Ad Hoc Tipikor PN Ambon)

Terbukti
melanggar angka 8 dan 10 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua
Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/V/2009/-02/SKB/P.KY/2009 tentang Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim jo. Pasal 12 dan Pasal 14 Peraturan Bersama Mahkamah
Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/SKB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang
Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Adapun
sanksi yang diterima para “Wakil Tuhan” ini mulai dari teguran tertulis hingga
penghentian gaji selama satu tahun.

Angka 8
dan 10 sebagaimana poin yang dilanggar Hakim perkara SMA Tayando 10 mengutip
Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI Nomor
047/KMA/SKB/V/2009/-02/SKB/P.KY/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim yaitu : Berdisiplin Tinggi (poin 8) dan Bersikap Profesional (poin 10).

Petikan
putusan diterima terpidana pada 31 Agustus 2020.

(dp-16)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *