![]() |
Markas Lanal Saumlaki, MTB |
Saumlaki, Dharapos.com
Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) TNI AL Saumlaki, Letkol laut (P). Wirawan Adi Prasetia yang ditemui diruang kerjanya pekan kemarin mengatakan, Pemerintah saat ini sedang berupaya untuk melakukan perubahan status Lanal Saumlaki menjadi Pangkalan Utama.
Hal ini seiring dengan kebijakan Kepala Staf TNI Angkatan Laut untuk reorganisasi sejumlah pangkalan angkatan laut, termasuk Lanal Saumlaki.
“Mulai tanggal 28 Februari, Bapak Kepala Staf TNI AL sudah mulai melaksanakan reorganisasi pangkalan-pangkalan Angkatan Laut. Jadi wilayah kerja Lanal Saumlaki mulai dari Kepulauan Tanimbar, pulau Babar, Moa, sampai dengan Pulau Wetar dan ke utara. Dari segi wilayah kerja saja berarti Lanal Saumlaki memiliki wilayah kerja perairan yang berbatasan yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste, termasuk Alur Laut Kepulauan atau ALKI tiga termasuk dalam wilayah kerja atau wewenang dan tanggung jawab Lanal Saumlaki,” bebernya.
Seiring perluasan wilayah kerja tersebut, maka dalam beberapa bulan ke depan Lanal Saumlaki yang saat ini berstatus tipe C, akan ditingkatkan menjadi Lanal dengan tipe B.
Kenaikan status ini akan terus ditingkatkan, dan ditargetkan hingga nanti akhir tahun 2018, atau memasuki tahun 2019, Lanal Saumlaki akan ditingkatkan menjadi Tipe A atau status Pangkalan Utama TNI AL atau Lantamal.
“Beberapa bulan lagi, atau dalam tahun ini juga, Status Lanal Saumlaki akan ditingkatkan menjadi Tipe B. artinya Lanal Saumlaki akan dipimpin oleh seorang Komandan yang berpangkat Kolonel. Artinya bahwa dalam dua tahun, tepatnya tahun 2019 atau bisa akhir 2018, Lanal Saumlaki akan berubah menjadi Pangkalan Utama Angkatan Laut atau Tipe A dan itu berarti akan dipimpin oleh seorang Laksamana pertama atau Bintang satu,” urainya.
Dengan demikian lanjut Prasetia, saat ini pihaknya tengah menyiapkan dan melengkapi berbagai persyaratan penunjang menuju perubahan status tersebut secara bertahap seperti: pembebasan lahan untuk pembangunan markas yang berada diwilayah pemukiman penduduk desa Olilit Barat di kecamatan Tanimbar Selatan, pemenuhan fasilitas telekomunikasi, pertahanan hingga dermaga yang dapat menampung seluruh jenis kapal kapal patrol jenis tertentu.
“Dermaga kita saat ini yang bapak (wartawan, red) lihat itu dermaga kayu, akan didirikan dermaga sepanjang 200 Meter mulai tahun ini sampai tahun depan secara bertahap, dengan demikian kapal-kapal Angkatan Laut sekelas Korvet, Fregat akan dapat sandar disini, termasuk secara bertahap akan dibangun fasilitas di darat,” jelasnya.
Jika segala fasilitas penunjang kerja-kerja TNI AL di Saumlaki sudah terbentuk hingga ke tingkat perubahan strata atau status Lanal Saumlaki menjadi Pangkalan Utama TNI AL, maka dia memastikan masyarakat di kawasan itu akan merasa aman dari berbagai gangguan dan ancaman baik dari dalam maupun luar negeri.
Untuk diketahui, Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) dalam beberapa kesempatan, telah mengajukan sejumlah persoalan di daerah perbatasan kepada Pemerintah Pusat untuk menjadi perhatian dan selanjutnya dapat mendorong lahirnya kebijakan yang turut menyelamatkan waga MTB yang berada persis di perbatasan Australia dan Timor Leste itu.
Wakil Bupati MTB, Petrus P. Werembinan dalam pertemuan dengan Tim dari Kemenpolhukam RI beberapa waktu lalu memaparkan berbagai persoalan yang terjadi di MTB seperti dari Aspek Batas
Wilayah Negara yakni belum diratifikasinya perjanjian antara Indonesia dan Australia untuk tubuh air, ZEE, dan dasar laut Indonesia- Australia oleh kedua negara, sehingga inventarisasi pulau-pulau di sekitar perbatasan RI-Australia harus rutin dilakukan.
Perjanjian Landas Kontinen Australia – Indonesia cenderung merugikan Indonesia, dimana nelayan Indonesia (WNI) hanya boleh mengambil/memanfaatkan SDA laut yang ada di permukaan dan kolong air, sedangkan Australia berhak atas SDA yang ada di dasar laut seperti lola, teripang, mutiara dan sebagainya yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.
Selain itu, masih ditemukan kasus lintas batas ilegal serta pencurian ikan oleh kapal asing di perbatasan RI – Australia dalam wilayah Kabupaten MTB serta belum terintegrasinya pengelolaan lintas batas oleh unsur terkait (CIQS/Custom, Imigration, Quarantine and Security) di Kabupaten MTB.
Selanjutnya, Kurang terpeliharanya Titik Dasar/Titik Referensi di pulau terluar yang menjadi acuan untuk menarik batas maritim antar negara. Misalnya abrasi pantai Pulau Larat yang mengancam eksistensi Titik Dasar 104 serta peta dasar dan tematik nasional batas negara belum lengkap, termasuk batas negara RI – Australia.
Dari aspek Hankam dan penegakan hukum, sejumlah persoalan yang perlu dibenahi Pempus seperti minimnya sarana dan prasarana dalam rangka pengawasan dan pengamanan perbatasan laut dan udara yang sesuai dengan karakteristik wilayah perbatasan RI-Australia di Laut Arafura (laut yang dalam dan cuaca yang ekstrim).
Disamping itu, tidak adanya sarana bantu navigasi yang memadai di pulau terluar untuk membantu pelayaran dan status keberadaan pulau tersebut, maraknya kasus-kasus illegal fishing di kawasan perbatasan negara Indonesia – Australia oleh nelayan lokal maupun nelayan asing, bahkan terkadang menggunakan bahan/alat yang melanggar hukum hingga mengancam kelangsungan ekosistem laut.
Juga rawan terjadinya berbagai kegiatan ilegal lainnya, antara lain ilegal logging, ilegal minning, ilegal transhipping dan sebagainya, rawan penyelundupan dan imigran gelap, masih rendahnya kesejahteraan aparat TNI/Polri yang ditugaskan di perbatasan.
Rendahnya pemahaman aparatur pemerintahan dan masyarakat tentang keterlibatan sebagai komponen cadangan dalam rangka bela negara di kawasan perbatasan, belum optimalnya sinkronisasi dan sinergitas program/kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dalam melaksanakan kewenangan pusat di kawasan perbatasan, khususnya urusan pertahanan keamanan serta pengelolaan manajemen Lintas Batas Negara seperti Penempatan Imigrasi, Karantina dan Bea cukai.
(dp-18)