Utama

Terkait Pengadaan Lahan LSB Masela, Baru 3 Pemilik Yang Setuju

46
×

Terkait Pengadaan Lahan LSB Masela, Baru 3 Pemilik Yang Setuju

Sebarkan artikel ini
Kp 2
Suasana konsultasi publik membahas rencana
pengadaan lahan bagi pembangunan
fasiltas LSB Blok Masela

Saumlaki, Dharapos,com
Sebanyak 3 pemilik lahan yang setuju menyerahkan lahannya bagi pembangunan pangkalan logistik (Logistic Supply Base – LSB) di Desa Olilit, Kabupaten Maluku Tenggara Barat(MTB).

Sementara 7 pemilik lahan lainnya menyatakan menolak dengan menyampaikan surat keberatan.

Hal ini terungkap dalam kegiatan Konsultasi Publik (KP) untuk kedua kalinya yang berlangsung di ruang rapat lantai I Kantor Bupati MTB, Senin (25/1).

KP tersebut dipimpin Sekda MTB Mathias Malaka yang  didampingi Didik Setiadi  selaku Ketua Pokja Formalitas SKK Migas, Kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maluku,  Tim Persiapan Pengadaan Lahan, Inpex, Ketua Badan Pemusyarawatan Desa (BPD) Olilit Nilus Fanumbi, Penjabat Kepala Desa Olilit Marthen Bebena serta sejumlah pejabat terkait di MTB.

KP II merupakan lanjutan dari KP I dengan maksud yang sama yaitu dalam rangka membicarakan pengadaan tanah seluas 40,1 hektare untuk pembangunan pangkalan darat LSB INPEX, guna mendukung operasi pengembangan lapangan gas abadi Masela.

Dalam KP II,  tiga dari 14 orang pemilik lahan yang sebelumnya menyatakan keberatan untuk melepaskan tanahnya, yakni Antonius Belay, Anton Kempirmase dan Hengky Thio akhirnya menyetujui.

Sementara tujuh orang pemilik lahan, yakni Lydi Tandjaja, Philips Richard Tandjaja, Philips Ricson Tandjaja, Diana Tandjaja, Freddy Tandjaja, dan Theodorus Gaspers menyatakan keberatan melalui surat tertulis bahwa akan membangun pangkalan logistik untuk disewakan. Sedangkan empat orang pemilik lahan lainnya tidak hadir.

Dalam pertemuan yang berlangsung penuh kekeluargaan tersebut, ketiga pemilik lahan tidak berkeberatan untuk melepaskan lahan mereka serta mendukung penuh rencana pembangunan LSB di Desa Olilit.

Hanya saja, ada hal yang menurut mereka masih menjadi ganjalan yakni terkait dengan nilai ganti rugi atas lahan yang akan mereka lepaskan tersebut.

“Saya mendukung pembangunan LSB dan siap melepaskan lahan. Tapi, saya juga ingin tahu tentang harga tanah yang akan dilepaskan nanti, karena ini adalah satu-satunya tanah yang dimiliki keluarga saya. Jangan sampai, kami sudah tanda tangan kesepakatan, tapi harganya tidak sesuai dan kami tidak bisa lagi sampaikan keberatan,” kata Anthonius Belang.

Hal senada juga disampaikan Hengky Thio. Menurutnya, saat pelaksanaan KP I, dirinya turut hadir namun belum menyepakati karena masih bertanya-tanya tentang penentuan nilai atau harga tanah.

Menanggapinya, Kepala Kepala Kanwil BPN Provinsi Maluku Jaconias Walayo mengatakan setiap proses pengadaan tanah ada 10 azas yang diutamakan, yakni kemanusiaan, keadilan, pemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan.

Penentuan harga tanah dilakukan oleh Jasa Penilai yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Keuangan yang berlisensi Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional.

Jasa penilai tersebut akan bekerja secara independen, tidak menilai harga tanah berdasarkan luasnya saja tapi juga apa yang berada di atasnya dan yang terkandung di dalamnya, sehingga harga tanah dari tiap pemilik lahan akan berbeda-beda.

“Tim ini diaudit oleh BPK dan KPK. Mereka sudah teruji dan bekerja berdasarkan data nominatif, subjek, objek, luas tanah, posisinya,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pokja Formalitas SKK Migas, Didik Setiadi,mengatakan pemerintah sangat mengedepankan unsur keadilan dan transparan dalam pembebasan lahan untuk kepentingan umum, yakni dengan melibatkan para pemilik lahan.

“Pengalaman proses pembebasan lahan pada beberapa daerah, semuanya mencapai kesepakatan dengan hasil yang memuaskan dan tidak ada pemilik lahan yang merasa dirugikan. Kami menginginkan hal yang sama juga akan terjadi di Saumlaki,” katanya.

Sedangkan, anggota Tim Percepatan Pembebasan Lahan, Jasmono mengatakan, karena belum mendapatkan kesepakatan dengan pemilik lahan, SKK Migas selaku pihak yang membutuhkan lahan harus menyampaikan laporan kepada Gubernur Maluku Said Assagaff agar dibentuk Tim Kajian Keberatan.

Karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum dan peraturan pelaksanaannya dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2012, jika masih ada pihak yang masih berkeberatan maka Gubernur dapat membentuk tim untuk melakukan kajian terhadapnya.

Hasil dari Tim Kajian akan menjadi rekomendasi bagi Gubernur untuk menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan lokasi atau pun membatalkannya.

Jika nantinya setelah surat penetapan lokasi masih ada pemilik lahan yang berkeberatan, mereka bisa mengajukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan melanjutkan ke tingkat Mahkamah Agung melalui proses kasasi.

“Tim Kajian ini akan terdiri dari Sekda atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua, Kanwil BPN, Kanwil Hukum dan HAM, termasuk bupati atau pejabat setempat. Mereka akan menginventarisir alasan keberatan, melakukan pertemuan dan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang keberatan dan membuat rekomendasi kepada Gubernur untuk keputusan selanjutnya,” katanya.

Sebelumnya, Konsultasi Publik tahap I telah dilaksanakan pada November 2015 lalu, saat itu masih
terdapat 14 pemilik lahan yang belum menyetujui atau keberatan untuk melepaskan lahan mereka, dari total  62  pemilik lahan yang ada. Tujuh diantaranya mengaku keberatan dan menyampaikan surat keberatan mereka.


(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *