Ambon, Dharapos.com – Wakil Ketua Majelis Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Ketegorial Lanud Pattimura, William Pieter Mairuhu menyayangkan sikap Danlanud Pattimura, Kolonel Pnb Jhonson Herinco Simatupang, M.Han, yang mana dalam pemberitaan media telah menyebut GPM menolak inventarisasi asset TNI-AURI.
Menurutnya, pemberitaan itu tidak benar dan harus diluruskan sebab kenyataannya GPM tidak menolak proses inventarisasi asset dalam hal ini bangunan Gereja Betlehem Efrata, pada hari Minggu, 11 Mei 2025 yang lalu.
“Yang benar itu kami menolak pelembagaan Persekutuan Oikumene Umat Kristiani (POUK) sebagai cara sepihak Danlanud, yang juga tidak sesuai prosedur bergereja di PGI,” ungkap Mairuhu kepada media ini, Ambon, Kamis (15/5/2025).
Diakui, tanah yang didirikan Gereja Betlehem Efrata tersebut dimiliki TNI AU dengan dasar sertifikat hak pakai tahun 2010.
Namun perlu diketahui, bangunan gereja Betlehem Efrata sudah didirikan oleh para leluhur dan para pendahulu semenjak perang dunia kedua, jauh sebelum sertifikat hak pakai itu diterbitkan.

“Produk hukumnya jelas selama sertifikatnya tidak digugurkan, dan kami akui itu. Yang kami persoalkan yaitu bangunan dari pada Gereja Betlehem Efrata yang telah dibangun oleh para pendahulu kami, sudah ada sebelum sertifikat itu ada,” ucapnya.
Dikatakan, semenjak berdiri hingga sekarang ini Gereja Betlehem Efrata sudah ada dalam tingkat rehabilitasi sebanyak dua kali. Proses pengerjaannya pun murni hasil usaha jemaat dan tanpa ada campur tangan TNI AU.
“Oleh sebab itu GPM dalam hal ini kami sebagai jemaat secara khusus menegaskan bangunan gereja ini milik GPM,” tuturnya.
Anggota DPRD Kota Ambon ini juga menjelaskan, yang terjadi sebenarnya bukan soal penolakan aset namun penolakan pemasangan plank yang bertuliskan Persekutuan Oikumene Umat Kristiani (POUK) Klasis Lanud Pattimura.
Berdasarkan tulisan ini, Mairuhu menyimpulkan bahwa pihak Lanud Pattimura tidak memahami jika di Ambon, Maluku tidak ada namanya Klasis Lanud Pattimura.
“Yang ada itu Klasis Pulau Ambon Utara dimana kami sendiri merupakan Jemaat Ketegorial Lanud Pattimura Klasis Pulau Ambon Utara,” kata dia.
“Persoalan ini hampir sama dengan kejadian di Waepo, Benteng Atas yang mana GPM menolak POUK. GPM menolak POUK karena GPM harus mandiri dan karena itu bangunan milik GPM maka sudah tentu GPM harus mempertahankan apa yang menjadi miliknya,” imbuhnya.
Sebagai tindak lanjut, Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menyarankan jalur-jalur tertentu yang bisa digunakan untuk mediasi.
“Kita masih punya pemerintah daerah yang bisa menyelesaikan persoalan ini sehingga tidak ada yang dirugikan. Mari kita sama-sama menghargai hak masing-masing. Kalaupun bangunan gereja ini milik TNI AU tentu GPM tidak akan mengambil milik orang lain karena hal seperti itu tidak diajarkan dalam bergereja,” bebernya.
Soal listrik, air serta pajak yang katanya ditanggung TNI AU sejak lama, Mairuhu menegaskan bahwa awalnya Gereja yang membayar listrik itu sendiri sesuai keputusan sidang jemaat.
Akan tetapi, pasca renovasi gedung Gereja, Anggota TNI AU sendiri yang juga merupakan salah satu panitia pembangunan Gereja mengusulkan untuk tidak membayar listrik dengan dalih nanti TNI AU yang bayar.
“Itu datang dari mulut Anggota bukan dari pihak Gereja. Ini kan maunya mereka jadi ketika ada bantuan seperti ini ya kami rasa sukacita dan perlu diapresiasi sebagai bentuk kebaikan,” ujarnya.
Adapun, Mairuhu juga menanggapi penegasan Danlanud soal Audit besar besaran yang akan dilakukan jika pihak Gereja tidak terbuka.
“Jemaat kategorial Lanud Pattimura adalah milik GPM, dan perlu diketahui Pak Danlanud GPM sendiri memiliki Lembaga Sinode sehingga sentralisasi keuangan itu jelas. Bahkan Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (ADART) GPM begitu jelas dan di akui oleh PGI,” cetusnya.
Wakil rakyat yang satu ini juga menyayangkan pernyataan Danlanud terkait penyembunyian narkoba di pastori yang sempat disinggung dalam pemberitaan.
Menurutnya persoalan ini berbeda sehingga tidak perlu disangkut pautkan, karena kenyataannya pelaku telah menjalani hukuman yang setimpal.
“Ini kan urusan pribadi yang bersangkutan, dan kedua sebagai masyarakat Indonesia ia sendiri telah menerima hukuman bahkan sementara dalam masa tahanan,” tandasnya.
Dengan demikian Mairuhu berharap kedua belah pihak bisa duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut-larut, sehingga sinergitas antara Lanud dan GPM tetap terjaga demi Maluku dan Kota Ambon yang lebih baik. (dp-53)