![]() |
Ilustrasi Dana Desa |
Saparua, Dharapos.com
Penggunaan dana desa tahun 2015 senilai Rp 1 Miliar yang diperuntukkan bagi negeri Siri Sori Serani (SSS), Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah oleh pimpinan negeri kini mulai mendapat sorotan dari warga masyarakat setempat.
Pasalnya, penggunaan anggaran yang dikucurkan Pemerintah Pusat ini dinilai tidak tepat sasaran bahkan tidak dirasakan dampak atau manfaatnya padahal anggaran tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Diduga kuat, Raja Negeri Siri Sori Serani (SSS), Prami T. Kesaulya dalam proses penyalurannya tidak sesuai aturan.
Sejumlah warga yang berhasil di temui Dharapos.com mengaku kecewa dengan tindakan tertutup dari Raja Negeri SSS atas penggunaan dana desa dimaksud.
“Dana desa yang di kucurkan Pemerintah pusat melalui rekening desa hanya di ketahui oleh raja dan bendaharanya Yeti Sopacua/K saja, sementara kami masyarakat tidak mengetahui bahkan tidak tahu menahu bentuk uang yang Pemerintah berikan itu seperti apa,” beber salah satu warga yang meminta namanya tidak dimuat kepada Dharapos.com, Rabu (23/3).
Bahkan yang lebih parahnya lagi, saat memberikan bantuan kepada masyarakat juga dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui masyarakat lainnya.
Padahal seharusnya penyerahan bantuan tersebut dilakukan di depan seluruh warga masyarakat SSS.
“Bukan itu saja, dalam penyerahan bantuan berupa barang seperti bantuan yang diberikan kepada pengrajin atau pembuat sagu diberikan juga tidak sesuai dengan apa yang diharapkan seperti memberikan sagu tumang maupun anak cengkeh,” sambungnya.
Sumber menyinyalir, dana desa tersebut masuk ke kantong raja negeri SSS untuk kepentingan pribadinya.
Karena faktanya, dana miliaran tersebut yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak mampu atau mereka yang tergolong ekonomi lemah malah sebaliknya diduga kuat disikat habis Raja SSS.
Atas fakta ini, sumber mendesak pihak Kepolisian maupun Kejaksaan untuk secepatnya menyikapi persoalan ini dengan mengirimkan tim guna melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan dana desa tersebut.
Perlu diketahui, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 penyaluran dana desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) kepada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), untuk selanjutnya dipindahbukukan dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD).
Dilakukan secara bertahap, penyaluran Dana Desa tahap I dilakukan pada Bulan April, sebesar 40 persen. Dan Tahap II dilakukan pada Bulan Agustus, juga sebesar 40 persen.
Untuk tahap III dilakukan pada Bulan Oktober, sebesar 20 persen. Paling lambat dilakukan minggu kedua bulan tersebut, dan disalurkan ke Desa melalui RKUD ke Rekening Kas desa paling lambat 7 hari setelahnya.
Adapun Dana Desa tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.
Seperti yang dikutip dari sejumlah sumber, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan sanksi bagi siapa pun menyelewengkan dana desa.
Menkeu Bambang Brodjonegoro menegaskan, sanksi berupa penundaan waktu penyaluran dan pemotongan besaran dana desa, bagi desa yang telah menggunakan dana tidak sesuai ketentuan.
“Sanksi dikenakan jika terjadi pelanggaran,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Selain sanski tersebut sudah jelas pula, kades atau siapa pun yang selewengkan dana desa akan diusut oleh KPK untuk diproses secara hukum.
Penyelewengan dalam jumlah sekecil apa pun tidak akan ditolelir dan akan dikenakan sanksi seadil-adilnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Selain Kades, Bupati juga akan kena sanksi bila terbukti tak menyalurkan dana desa tepat waktu dan tepat jumlah. Yaitu dengan menunda penyaluran dana bagi hasil dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
“Menteri keuangan menunda dana bagi hasil, apabila bupati tak menyalurkan tepat waktu dan tepat jumlah,” sambungnya.
(HR)