![]() |
Ilustrasi jalan rusak |
Saumlaki, Dharapos.com
Sejumlah paket proyek yang bersumber dari APBN dan APBD Provinsi di Kabupaten Maluku Tenggara ditemui banyak tambal sulam, asal-asalan, cari keuntungan sendiri dan berbagai istilah serupa lainnya yang sudah tak asing lagi.
Jika istilah-istilah ini diungkapkan maka sudah pasti perhatian publik mengarah kepada pelaksanaan pekerjaan sebuah proyek pembangunan.
Pelaksanaan paket proyek pembangunan yang nilai anggarannya bersumber dari Negara, tentu menjadi perhatian bersama sehingga tidak terjadi penyalahgunaan anggaran.
Dalam kaitannya dengan pekerjaan di lapangan, sudah tentu para pelaksana proyek dituntut memiliki kinerja, kecermatan, keterpaduan, kecepatan, ketetapan, Ketelitian serta keamanan yang tinggi dalam rangka memperoleh hasil akhir yang sesuai harapan.
Pengelolaan suatu kegiatan dengan investasi berskala besar dan tingkat kompleksitas yang sangat sulit membutuhkan cara teknis/metode yang teruji, sumber daya yang berkualitas, serta penerapan ilmu pengetahuan yang tepat dan up to date.
Selain itu, prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dan berharga dalam rangka mencegah terjadinya praktek kejahatan korupsi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi nilai dan kualitas sebuah pekerjaan.
Hal ini yang mendorong pentingnya pengawasan atau kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan pembangunan.
Mencermati realitas pembangunan di negeri berjuluk Duan Lolat ini, tidak sedikit hasil pembangunan fisik yang anggarannya bersumber dari APBD Provinsi Maluku maupun APBN itu meskipun memiliki nilai yang fantastis namun hasilnya tidak memuaskan.
Sebut saja pekerjaan jalan yang disulap dalam waktu sekejap namun hasilnya tidak bertahan lama.
Tak lama usai proyek itu dikerjakan, disana-sini muncul benjolan maupun aspal yang retak ataupun pecah.
Boleh jadi saja kalau separuh rakyat berkesimpulan bahwa pekerjaannya tidak sesuai dengan ketentuan teknis proyek karena mungkin saja anggarannya telah mengalir ke kantong pelaksana proyek dengan modus perkaya diri.
Pemerintah Daerah MTB mengakui bahwa kejadian semacam itu disebabkan oleh minimnya pengawasan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pertambangan dan Energi (PU Tamben) MTB, Rony Watumlawar yang ditemui diruang kerjanya belum lama ini mengakui jika hingga saat ini, pekerjaan pembangunan fisik sejumlah proyek yang didanai oleh APBN maupun APBD Provinsi Maluku di daerah ini tidak diawasi oleh pihaknya.
”Soal pengawasan, saya pikir yang tidak bisa capai target itu pekerjaaan-pekerjaan yang anggarannya bersumber dari APBN dan dana dekon. Contoh soal pekerjaan Provinsi untuk drainase di Sifnana,” bebernya.
Secara kasat mata, pekerjaan tersebut tidak sesuai bestek, namun pihaknya tidak diberi ruang kewenangan.
“Padahal semestinya proyek provinsi atau APBN yang anggaran Negara itu paling kurang kita sebagai unit teknis harus diberitahu, karena kita menerima asas manfaat dari pekerjaan itu. Sehingga fungsi kontrol itu kita lakukan. Selama ini pekerjaan tersebut tidak ada pengawasan karena tidak pernah ada pemberitahuan,” tuturnya.
Watumlawar secara gamblang menyebutkan sejumlah pekerjaan seperti paket pekerjaan penyediaan air bersih di kecamatan Yaru, di Larat dan sebagainya itu hanya menjadi tontonan pihaknya oleh karena tidak ada ruang kewenangan.
Meskipun pengawasan itu dilakukan oleh tim pengawas dari intansi teknis di lingkup Pemprov namun hasilnya jauh dari harapan.
“Kita tidak lakukan pengawasan. Selama ini kita hanya bisa lihat saja dan tidak bisa tegur, karena tidak punya kewenangan, padahal setiap kali ada rapat koordinasi dengan Pemprov Maluku dan Pemerintah Pusat melalui Kementrian terkait, telah disampaikan namun tak di tanggapi serius”. akuinya.
Di sisi lain, Pemkab MTB merasa bingung dengan pengambilan bahan material golongan C dari setiap proyek dimaksud oleh karena tidak diberi dokumen kontrak kerja.
Hal ini justru berpengaruh terhadap penentuan pajak galian C, dan buntutnya daerah terus merugi.
Olehnya itu, pihaknya telah mendiskusikan hal ini secara serius dengan pimpinan Balai Jalan dan Jembatan Provinsi Maluku di Ambon, dengan melibatkan para wakil rakyat.
“Kemarin saya dengan Komisi C DPRD MTB diskusikan hal ini dengan pihak Balai Jalan di Poka (Ambon-red), dan kita dapat titik temu bahwa mulai tahun ini ketika perusahan-perusahan yang menyangkut proyek APBN mau melaksanakan pekerjaan disini, maka mereka harus datang bawa RAB nya ke kita dulu sehingga kita bisa menghitung berapa bahan galian golongan C yang digunakan dan kita bikin pernyataan dengan mereka mau bayar di depan atau di belakang. Karena di samping mereka membangun dan kita menerima asas manfaat dari pembangunan tersebut, namun kita menerima dampak jelek dari pengambilan material itu,” tegasnya.
Watumlawar berjanji untuk tetap akan terus menyuarakan hal ini, sehingga bisa menjadi perhatian serius Pemprov Maluku dan Pempus melalui Kementrian teknis.
(dp-18)