![]() |
Anggota Tim Badan Anggaran DPRD Malra, Septian Brian Ubra |
Langgur, Dharapos.com
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku Tenggara, beberapa waktu lalu telah melaksanakan Rapat Pembahasan Perubahan Anggaran APBD.
Rapat tersebut berlangsung di gedung DPRD setempat, Rabu (19/9/2018).
Dalam rapat itu, terungkap sejumlah persoalan yang kemudian menjadi fokus pembahasan para anggota Dewan. Satu diantaranya yakni pembahasaan terkait persoalan Retribusi Pajak Daerah.
Yang cukup mengejutkan, terungkap fakta jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku sepanjang 2018 tak mengeluarkan satu rupiah pun sebagai kewajiban retribusi daerah saat mengerjakan sejumlah proyek infrastruktur di wilayah itu.
Bahkan, menurut informasi yang diterima Dhara Pos, Pemprov tak pernah melakukan kewajibannya sejak UU Nomor 28 Tahun 2009 mulai diberlakukan.
Anggota Tim Badan Anggaran DPRD Malra, Septian Brian Ubra dalam paparannya, menyoroti persoalan Retribusi Pajak Daerah yang berkaitan dengan proyek pembangunan infrastruktur daerah.
Diantaranya, pembangunan jalan dan jembatan yang dilakukan oleh pihak Pemprov Maluku.
Pihak Pemrov sepenuhnya tidak melaksanakan ketentuan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Batuan dan Mineral Bukan Logam yang kewenangannya itu ada di tingkat kabupaten/kota.
Pasalnya, sesuai data yang ditemukan soal pelaksanaan proyek-proyek dimaksud, tidak satupun adanya pajak yang tertagih sesuai kontrak kerja sama antara pihak Pemprov Maluku dan Pemda Malra.
“Kami selaku Anggota Badan Anggaran bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah telah melakukan pembahasan untuk menentuakan KUA dan PPS Perubahan. Dan ada beberapa catatan kritis yang juga telah kami sampaikan salah satunya terkait Pajak Galian C,” terangnya saat dikonfirmasi Dhara Pos, baru-baru ini.
Ditegaskan Brian, berbicara terkait struktur APBD maka ada tiga hal utama terkait itu yaitu pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Dan dalam konteks pendapatan telah diatur mengenai jenis-jenis pendapatan khusus untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dan berkaitan dengan Item pajak daerah dan retribusi daerah, khusus Pajak Batuan dan Mineral Bukan Logam bahwa sesuai ketentuan UU No 28 2009 tentang Retribusi Daerah dan kewenangannya itu ada di tingkat kabupaten/kota.
Namun persoalannya adalah proyek-proyek yang dilaksanakan oleh Pemprov Maluku yakni jalan dan jembatan, tak ada satu rupiah pun yang dapat tertagih.
“Saya kira ini adalah sebuah kerugian besar masyarakat Maluku Tenggara yang berkaitan dengan proyek-proyek dimaksud. Apalagi menurut informasi yang kami peroleh sejak diberlakukannya UU 28 Tahun 2009 kewajiban itu tidak dilakukan,” cetusnya.
Olehnya itu, pihaknya mengharapkan kepada Pemprov, terlebih khusus kepada para wakil rakyat yang berada di DPRD Maluku, Dapil 6, agar bisa memperjuangkan hal ini.
“Agar pendapatan kita bisa bertambah dan seluruh pembangunan yang ada di Maluku Tenggara ini bisa berjalan dengan baik,” harapnya.
Lanjut Brian, dalam proses pembahasan, khusus terkait Perubahan APBD 2018 pihaknya baru menemukan datanya dan telah melakukan konfirmasi langsung.
“Karena itu, dalam kesempatan ini kami perlu menyampaikannya secara langsung supaya jangan sampai ada proyek-proyek yang turun namun kewajiban pajak tidak mereka selesaikan. Padahal itu adalah amanat dan ketentuan perundang-undangan,” tegasnya.
Brian secara khusus menyoroti kinerja para wakil rakyat asal Dapil 6 meliputi Malra, Kota Tual dan Aru yang dinilai telah lalai dalam melaksanakan fungsi sebagai pengawas.
Pasalnya, sejak UU No.28 Tahun 2009 diberlakukan, tak ada satu pun wakil rakyat di provinsi terlebih khusus asal Dapil 6 yang mengetahui jika bertahun-tahun Pemprov menunggak.pajak Galian C di Malra.
Olehnya itu, ia berharap agar anggota Legislatif di tingkat provinsi tersebut dapat secepatnya menanggapi serius persoalan ini dan terus mendorong sehingga tunggakan pajak Galian C Pemprov kepada daerah dapat segera diselesaikan.
“Karena ini proyek provinsi maka teman-teman DPRD Maluku, Dapil 6 yang harus memperhatikan dengan serius terkait hal ini,” imbuhnya.
Brian menegaskan pula, apabila hal itu tidak diseriusi, maka Kabupaten Malra mengalami kerugian besar.
“Karena setiap proyek Pemerintah Provinsi seperti pembangunan jalan dan jembatan, harus ada pajak yang di bayar kepada daerah sesuai dengan ketetuan UU,” bebernya.
Disinggung soal berapa jumlah proyek yang dilaksanakan hingga total nilai pajak yang harus disetorkan ke Pemda Malra, Brian mengaku belum bisa menginformasikannya.
“Saya belum bisa menginformasikannya karena teman-teman sementara kami masih mengumpulkan data, tetapi jika sudah ada maka pasti akan kami sampaikan,” janjinya.
Sementara itu, terkait tunggakan pajak galian C tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Promal melalui Kabid. Bina Marga, Mirta Pontoh langsung merespons hal itu.
“Jadi mengenai galian C itu, kita berkontrak dengan pihak penyedia sehingga kita hanya bisa menghimbau kepada mereka untuk segera melunasi tunggakan pajak galian C tersebut,” terangnya kepada Dhara Pos, Senin (1/10/2018).
Mirta juga berjanji akan menyurati Dinas PU Kabupaten Malra untuk segera berkoordinasi dengan para kontraktor agar secepatnya membayar tunggakkan pajak galian C apabila terjadi kelalaian dalam penyetoran.
“Pemerintah setempat baik Kabupaten ataupun Kota juga bisa menghimbau kepada pihak penyedia untuk segera membayar tunggakan pajak galian c tadi,” sambungnya.
Mirta lebih lanjut menjelaskan, berkaitan dengan pengerjaan proyek infrastruktur di daerah oleh Provinsi tidak semua bahan atau materialnya berasal dari daerah setempat.
“Ada beberapa kegiatan di sana (Maluku Tenggara) yang memang lebih banyak materialnya didatangkan dari luar seperti pekerjaan hotmix dibutuhkan material batu dan itu tidak ada di situ. Tapi harus didatangkan dari luar daerah yaitu Surabaya, Jawa Timur dan Palu, Sulawesi Tengah,” jelasnya.
Namun, yang berkaitan dengan galian C apabila barang atau materialnya di ambil dari daerah lokasi proyek.
“Dan itu yang dikatakan pajak galian C dan harus disetorkan ke daerah,” tukasnya.
(dp-40)