![]() |
Lebih kurang 10 kubik kayu yang sebelumnya di police-line |
Dobo, Dharapos.com
Aksi sweeping yang dilaksanakan oleh Penyidik Kehutanan yang diback–up anggota Kepolisian Resort Aru serta Babinsa terhadap penebangan hutan oleh masyarakat yang dilakukan tanpa izin merupakan operasi rutin yang dilaksanakan setiap tahun.
Dan salah satu wilayah, yang menjadi target operasi tersebut adalah kawasan Karangguli.
Tertangkapnya oknum warga masyarakat desa setempat yang sering kali kedapatan membawa kayu hasil penebangan hutan ke Dobo dan kemudian memperjualbelikan, menjadi salah satu alasan tim memasukkan kawasan tersebut dalam target operasi.
Awalnya, pelaksanaan operasi rutin tersebut langsung ditentang keras pihak Pemerintah Desa Karangguli dalam hal ini Kepala Desa Fred Seltaniny.
Pasalnya, dalam operasi yang dipimpin Penyidik Distanhut Aru, Riki Samangun ini telah melakukan penyitaan terhadap kayu-kayu yang menurut informasi sebelumnya sudah dibeli pihak Pemdes Karangguli untuk membangun balai desa dan balai pengobatan (posyandu).
Sekedar informasi, kayu-kayu yang sudah dibeli tersebut sebagian masih berada di hutan sementara sebagian lagi sudah dibawa dan diletakkan berdekatan dengan kantor Desa Karangguli.
Tindakan penyitaan itu oleh Pemdes setempat, dinilai tanpa koordinasi karena alasannya, kayu-kayu tersebut merupakan hasil penebangan pohon yang berada di tanah ulayat milik masyarakat adat yang masuk dalam Petuanan Desa Karangguli.
Menurut informasi, kayu-kayu yang telah lebih dulu disita adalah sebanyak 5 kubik jenis kayu besi.
Tidak hanya itu saja, Pemdes Karangguli juga menyesalkan sikap salah satu oknum anggota Polisi dalam operasi yang masih berkaitan dengan persoalan yang sama karena dengan entengnya merendahkan aturan sasi adat masyarakat setempat dengan kata-kata penghinaan.
Kepala Desa Karangguli, Fred Seltaniny mengungkapkan kekesalannya atas aksi sweeping yang dilakukan Riki Samangun Cs di wilayah hutan Karangguli.
“Kalau pakai bahasa lapor diri mungkin sudah terlalu tinggi, ya minimal buang suaralah. Tetapi ini tidak dilakukan, mereka langsung naik ke hutan lalu sesudah sore hari baru kembali kemudian melapor diri ke Kaur Pembangunan, ini kan cara yang salah,” kecamnya.
Diakui Seltaniny, saat itu dirinya sedang berada di Dobo untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lain.
Namun, karena mendapat informasi jika kayu-kayu milik Desa yang telah dibeli dari masyarakat untuk pembangunan fisik di tahun 2016 sebagian telah disita sehingga akhirnya Seltaniny memutuskan kembali ke Desa Karangguli.
“Saya datang dan bertemu dengan saudara Riki Samangun bersama beberapa oknum anggota Polres Aru yang saya tidak tahu identitasnya karena mereka berpakaian preman lalu menyandang senjata. Juga ada Babinsa, yang saya sangat kenal karena Desa Karangguli dan sekitarnya merupakan wilayah binaannya,” lanjutnya.
Ketika itu juga, langsung ada ancaman akan dibuat panggilan polisi dan bersamaan itu kayu-kayu yang sudah lebih dulu di bawa ke pusat desa juga di Police-line.
“Ternyata sejak tanggal 10 hingga 13 Oktober, tidak ada tanda-tanda penyelesaian karena kalau mereka memasang Police-line berarti ada tanda-tanda penyelesaian tetapi ini tidak pernah ada sama sekali.
Makanya, saya kemudian memutuskan untuk memasang sasi adat atas kayu-kayu tersebut karena pada prinsipnya kami menghargai Police line tetapi sebaliknya Pemerintah juga harus menghargai sasi adat,” tegasnya.
Namun, mereka tidak pernah datang melapor diri tetapi malah langsung ke hutan lalu mengangkut kayu-kayu yang hingga saat ini, kata Seltaniny, tidak pernah diketahui keberadaannya.
Beberapa hari kemudian, mereka datang lagi lalu sempat singgah di kampung dan langsung mengambil gambar kayu-kayu yang ada.
Namun, begitu lihat ada sasi adat, mereka langsung memfoto kayu-kayu, juga foto sasi adat lalu sempat salah satu dari oknum polisi melontarkan kata-kata berbau hinaan yang menurut Seltaniny sangat melukai hati masyarakat desa.
“Sasi adat bodoh-bodoh apa ini? Tunggu nanti datang di Polres dulu, beta bikin panggilan dulu musti tutup 21 hari baru lihat,” beber Seltaniny menirukan ancaman salah satu oknum polisi saat itu.
Begitu pula, beberapa hari setelah ancaman yang disampaikan, Riki Samangun Cs kembali mendatangani Desa Karangguli dan kembali melontarkan ancaman.
Mereka tidak datang di kantor, tetapi lewat saja dengan speed di laut lalu berteriak kepada dirinya dan beberapa pegawai yang berada di kantor desa dengan ancaman “Tunggu, nanti kami pergi!”
“Wah… ini polisi seperti apa?” herannya.
Ketika disinggung soal pendapatnya menanggapi pernyataan polisi tadi, ia memastikan bahwa itu adalah ancaman.
“Kalau saya, itu ancaman. Kita kan sudah hidup di era kemerdekaan apakah kita merdeka untuk ditindas lagi,” kembali herannya.
Karena itu, Seltaniny mengharapkan Kapolres Aru agar segera memberikan arahan, teguran dan nasihat kepada bawahannya selaku penganyom dan pelindung masyarakat.
“Cara-cara seperti itu bukan polisi dan karena saya juga anak polisi serta lahir dan dibesarkan di tubuh Polri, sehingga cara-cara yang dilakukan mereka sama sekali tidak sesuai aturan atau melalui mekanisme,” tegasnya.
Seltaniny juga pada kesempatan tersebut mengungkit soal sepak terjang Riki Samangun yang menurutnya berada dibalik sejumlah aksi pungutan liar (pungli) kepada warga masyarakat di sejumlah desa yang menurutnya telah dilakukan bertahun-tahun.
![]() |
Riki Samangun |
“Sebenarnya si Riki Samangun ini sudah banyak bikin susah masyarakat di Kabupaten ini karena aksi pungli yang dia lakukan ini sudah berulang-ulang terjadi dan bukan hanya dialami kami masyarakat di Desa Karangguli saja tetapi juga masyarakat di desa-desa lainnya,” kembali bebernya.
Seltaniny bahkan berani mengklaim bahwa atasan Riki Samangun di Dinas Kehutanan Aru hanya tahu bahwa yang bersangkutan menjalankan tugasnya sesuai aturan tetapi ia juga memastikan bahwa sang pimpinan tidak tahu seperti apa aksi pungli yang dilakukan Riki Samangun di belakangnya.
Ia kemudian membeberkan satu bukti nota kuitansi yang dibuat pada tanggal 29 Mei 2014 kepada saudara Apner Simson Seltaniny dengan total uang diberikan sebesar 4 juta rupiah.
Menurut aturan di Distanhut, bahwa uang senilai Rp 4 juta tersebut adalah biaya survei dan sudah termasuk dengan pembuatan izin.
“Ternyata, sampai saat ini (hari ini, red) ketika saya dimintai keterangan, surat izin dari Dinas yang bersangkutan tidak pernah ada. Lha… bagaimana Dinas bisa membuktikan bahwa izinnya sudah mati sementara bukti surat izinnya saja tidak pernah ada? Ini kan proses pembohongan dan dapat saya katakan bahwa ini jelas-jelas pungli yang sudah berjalan sejak tahun-tahun kemarin,” kembali tegasnya.
Olehnya itu, Seltaniny meminta dengan tegas kepada Bupati Kepulauan Aru, dr. Johan Gonga untuk segera mengambil tindakan tegas kepada yang bersangkutan agar segera dimutasikan dari posisinya yang sekarang.
“Bupati harus tahu bahwa masyarakatnya sudah menderita terlalu lama akibat ulah saudara Riki Samangun ini,” desaknya.
Sementara itu, Riki Samangun yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, membantah soal aksi sweeping yang dilakukan pihaknya bersama sejumlah aparat baik dari Polres Aru maupun petugas Babinsa dari Koramil setempat tak sesuai mekanisme.
“Sebenarnya saat itu kami sementara menjalankan operasi gabungan yang melibatkan aparat penegak hukum dari Polres Aru, Dinas teknis dan pihak Koramil dalam hal ini Babinsa setempat sebagai bagian dari operasi rutin yang kita lakukan setiap tahun yang arahnya kepada penegakan hukum,” jelasnya.
Dan terkait dengan operasi rutin tersebut, hutan Karangguli menjadi salah satu target operasi.
“Kenapa? Karena khususnya Karangguli ini, ada oknum di desa tersebut (Apner Simson Seltaniny, red) yang sudah berulang kali dipanggil, dan kedapatan membawa kayu ke Dobo dengan motif menebang hasil hutan tanpa izin lalu diperjualbelikan,” urainya.
Selaku penyidik Kehutanan, Samangun menegaskan jika dirinya memiliki kewenangan melakukan penyidikan di kawasan tersebut terkait dugaan penebangan hutan liar.
“Yang bersangkutan ini pernah saya tangkap langsung lalu kemudian kami panggil, dikasih pembinaan dan dibuat pernyataan tetapi mangkir terus begitu pula Kepala Desa Karangguli pun pernah dipanggil tetapi yang bersangkutan selalu beralasan bahwa itu hutan adat,” bebernya.
Walaupun, setelah diminta bukti kepemilikan hutan adat sesuai SK Menteri, yang bersangkutan tidak pernah bisa menunjukkannya.
Terkait operasi rutin tersebut, dirincikan Samangun, dimana saat itu tim bergerak pada Sabtu (8/10) dengan lokasi tujuan hutan Karangguli melibatkan 2 anggota Reskrim Polres Aru dan 1 anggota Babinsa menempuh jarak 3 jam perjalanan dari desa hingga ke target lokasi ditengah hutan.
“Ternyata di lokasi kami temukan ada sekitar 5 kubik kayu yang sudah diolah dan siap diangkut. Lalu tim coba periksa lapangan ternyata didapati ada 1 orang tukang senso dan 2 tukang pikul. Dan dari keterangan tukang senso terkait siapa pemiliknya menjurus ke salah satu oknum yaitu Apner Simson Seltaniny alias Hanson,” ungkapnya.
Mereka juga mengaku kalau Hanson yang mengupahi mereka melakukan penebangan pohon.
Hanson inilah, ungkap Samangun, yang sudah beberapa kali kedapatan membawa kayu ke Dobo untuk diperjualbelikan. Bahkan sudah diperiksa berkali-kali dan selalu diarahkan membuat izin tetapi yang bersangkutan terus mangkir.
“Tim langsung sita 1 alat senso dan mempolice line kayu 5 kubik tadi lalu jam 14.00 WIT, tim turun ke kampung dan ternyata sampai di kampung, kami mendapati ada sekitar 10 kubik kayu di samping desa. Dan setelah tim mencoba mewawancarai beberapa warga, rata-rata pengakuan mereka pemiliknya mengarah kepada oknum yang sama yaitu Hanson. Saat itu Kepala Desa di Dobo dan baru akan kembali pukul 18.00 WIT,” ungkapnya.
Namun, karena situasi setelah kedatangan Kades Karangguli dari Dobo yang saat itu sudah berada di bawah pengaruh alkohol membuat situasi tidak kondusif dan terkesan memprovokasi masyarakat dengan melontarkan kata-kata yang tidak sopan sehingga akhirnya tim memutuskan untuk mundur dari desa sementara waktu.
“Sebelum tinggalkan, Polisi kemudian mempolice line 10 kubik kayu yang ada di desa dan menegaskan bahwa kayu-kayu tersebut berada di bawah pengawasan polisi,” lanjutnya.
Beberapa hari kemudian, tim kembali masuk hutan selama 3 hari berturut-turut dan menyita beberapa kubik kayu yang langsung diangkut ke Dobo.
“Saat itu kami juga mendapati Hanson dan kemudian meminta yang bersangkutan untuk kooperatif karena nantinya akan dimintai keterangan di kantor polisi. Tetapi yang bersangkutan tidak terima dan mencoba menghalangi polisi bahkan sempat mengancam mau memotong salah satu petugas dengan parang,” beber Samangun.
Meski sempat mendapat perlawanan, operasi kali ini menurutnya terbilang berhasil, karena oknum pelaku atas nama Hanson kali langsung kedapatan berada di lokasi penebangan kayu.
Lanjutnya, setelah tim kembali masuk hutan di hari terakhir ternyata barang bukti sisa kayu sekitar 2 kubik sudah tidak ditemukan lagi.
“Bahkan tim sempat menghadapi upaya penghadangan oleh sejumlah oknum masyarakat yang dengan sengaja menjatuhkan satu pohon menghalangi jalan tim walaupun akhirnya bisa keluar dari lokasi,” lanjut Samangun.
Begitu pula terkait kayu di desa yang saat ini di sasi adat, ia memastikan bahwa intinya terkait persoalan Karangguli ini sudah menjadi ranahnya kepolisian sehingga polisi yang akan menindaklanjuti itu.
Sementara itu, terkait pembuatan izin oleh Hanson, Samangun membenarkan itu.
“Kalau tidak salah tahun 2013 saat masih pejabat lama, dan itu memang betul. Cuma yang bersangkutan telah berkali-kali dipanggil untuk menyelesaikan prosesnya tetapi tidak pernah datang sejak 2013 – 2014. Makanya izin tidak pernah dikeluarkan,” bebernya.
Apalagi, untuk mengeluarkan SK maka persyaratannya adalah yang bersangkutan harus membawa tim survei ke lokasi kemudian oleh tim survei, laporannya diteruskan ke bidang terkait untuk kemudian diterbitkan SK-nya.
“Setelah itu, yang bersangkutan harus membayar pajak juga,” sambungnya.
Samangun menegaskan pula bahwa masa aktif izin itu berlaku limitatif artinya hanya 6 bulan dan pemilik izin hanya boleh mengangkut sebanyak 20 kubik kayu.
“Saudara bayangkan dari 2014 – 2016 sudah berapa kubik kayu yang diambilnya. Makanya, operasi kemarin itu saya nilai sukses karena operasi kali ini tim baru berhasil mendapati Hanson langsung di lokasi sebagai bukti bahwa yang bersangkutan telah melakukan penebangan pohon tanpa izin,” tandasnya.
Karena itu, Samangun kembali memastikan bahwa dalam waktu dekat proses hukum terhadap saudara Hanson akan segera bergulir.
“Saya sudah buat laporannya dan secepatnya akan saya serahkan ke pihak Kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai aturan hukum yang berlaku,” tukasnya.
(dp-31)