Jayapura, Dharapos.com
Rencana pemerintah untuk membangun Mako-Brimob di Distrik Woma, Kabupaten Jayawijaya mendapat reaksi keras dari Solidaritas mahasiswa, pemuda dan rakyat alam semesta.
![]() |
Ketua DPRP saat menerima pernyataan sikap pendemo |
Mereka menggelar aksi demo ke Kantor DPR Papua, Selasa (27/1) sebagai wujud memprotes rencana tersebut.
Para pendemo tiba di gedung DPR Papua sekitar pukul 12.00 Wit dan langsung melakukan orasi di halaman kantor untuk menolak rencana pembangunan Mako Brimob di Kabupaten Jayawijaya atas nama masyarakat pegunungan tengah.
“Tidak ada yang membangun Mako Brimob di Pegunungan Tengah,” tegas Yosafat Wandik dalam orasinya.
Menurutnya, rencana pembangunan Mako Brimob bukan untuk memberikan dampak yang baik namun dinilai hanya untuk kepentingan elit politik bahkan dikatakan juga saat ini masyarakat Papua hidup dalam ancaman.
“Sebagai tulang punggung Negara, mahasiswa akan terus berjuang dan terus maju untuk menolak dengan tegas. Karena dengan kehadiran Mako Brimob juga akan membuat masyarakat di Pegunungan Tengah hidup tidak nyaman,”cetusnya.
Tempat yang akan dibangun merupakan lahan perkebunan yang mendukung kehidupan masyarakat dan mereka juga menyayangkan sikap Bupati Jayawijaya terkait pembangunan ini.
“Sebagai anak Pegunungan Tengah, Bupati menyetujui pembangunan Mako-Brimob sementara lokasi itu adalah bagian dari perut kami ,” tegasnya.
Koordinator demo, Alius Aso juga mengatakan, pembangunan Mako Brimob diawali dengan sebuah konflik yang menjadi sebuah objek untuk dibangunnya markas Brimob yang dinilai merupakan sebuah kepentingan elit Politik untuk melakukan pemekaran.
“Perang suku yang terjadi adalah skenario dan elit politik yang nakal harus bertanggung jawab,” kecamnya
Rencana ini sejak 2014 namun hal tersebut selalu ditolak atau digagalkan oleh beberapa orang tua di wilayah Jayawijaya namun mereka telah meninggal.
”Hal ini selalu digagalkan oleh empat orang tua kami namun ke empat orang tua tersebut telah meninggal dan tidak diketahui penyebabnya dan masih menjadi kecurigaan dan dengan kekosongan itu terjadilah konflik,” terangnya.
Para pendemo juga membawa sejumlah pamflet yang bertuliskan “Kami solidaritas mahasiswa, pemuda dan rakyat alam semesta menolak dengan tegas atas pembangunan Mako Brimob terbesar di wilyah Pegunungan Tengah, mendesak kepada penguasa dan elit politik Jayawijaya untuk bertanggung jawab atas korban nyawa hanya untuk kepentingan elit politik. Perang suku di Wamena terjadi selama ini diperankan oleh elit politik demi mengamankan kepentingannya”.
Pamflet tersebut dibentangkan di depan pimpinan dan anggota Dewan yang menerima para pendemo saat itu.
Ketua DPRP Yunus Wonda, dan sejumlah anggota dewan saat menemui para pendemo juga menegaskan bahwa DPRP juga menolak dengan tegas pembangunan Mako Brimob di Kabupaten Jayawijaya.
“Kami tahu persis persoalan di Pegunungan Tengah, dan kami DPR Papua dengan tegas menolak dan tidak ada pembangunan Mako Brimob di Wamena, karena belum waktunya untuk bicara itu,” tegasnya.
Ditambahkan, untuk masalah keamanan di Pegunungan Tengah sudah ada aparat TNI-Polri dan itupun sudah cukup sehingga belum waktunya dibicarakan pengembangan Mako Brimob di sana.
”Kita akan sampaikan aspirasi ini ke Presiden. Karena kami tidak akan menyetujui itu karena kami tau setelah terbentuk kami sudah bayangkan apa yang akan terjadi di sana,” terangnya.
Sikap DPRP di bawah pimpin Yunus Wonda sangat pro kepada rakyat khususnya masyarakat di kabupaten Jayawijaya.
Memang apa yang akan dilakukan pemerintah sangat tidak rasional karena pembangunan Mako Brimob tersebut akan menjadi bumerang juga bagi kehidupan masyarakat di sana, sehingga langkah dan sikap yang di ambil oleh masyarakat, mahasiswa dan DPRP sudah sangat tepat.
(Harlet)