![]() |
| Acara tatap muka sekaligus silaturahmi Kapolres MTB bersama para Kapolsek dan awak media dalam rangka kilas balik penanganan kasus di tahun 2017, bertempat di aula Polres setempat, Sabtu (30/12/2017) |
Saumlaki, Dharapos.com
Tingginya kasus kriminal yang ditangani 6 Polsek di wilayah hukum Polres Maluku Tenggara Barat (MTB) dilatarbelakangi oleh perbuatan pelaku yang dipengaruhi minuman keras (miras) jenis sopi.
Hal tersebut terungkap saat acara tatap muka sekaligus silaturahmi Kapolres MTB bersama para Kapolsek dan awak media dalam rangka kilas balik penanganan kasus di tahun 2017, bertempat di aula Polres setempat, Sabtu (30/12/2017).
Sebanyak 6 Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) masing-masing Kapolsek Selaru (Ipda. Simson Kormasela), Kapolsek Tanimbar Utara (AKP. Yohanis Werluka), Kapolsek Wertamrian ( Iptu. Zakarias J.W.Taborat), dan Kapolsek Wermaktian (Iptu. Petrus Metanila) menuturkan fakta tersebut.
Termasuk juga disampaikan Kapolsek Kormomolin (Iptu. Johanis Layker), dan Kapolsek Nirunmas (Iptu.Herman Mainake) di hadapan Kapolres MTB, AKBP. Raymundus Andhi Hedianto dan Wakapolres, Kompol. Sebastian Melsasail bersama para Kabag dan Kasat serta awak media.
“Jumlah kasus di Polsek Tanimbar Utara selama ini sebagian besar dipengaruhi oleh minuman keras, dimana para pelaku sebelum melakukan kejahatan sudah mengonsumsi miras hingga mabuk,” terang Kapolsek Tanut.
Senada juga disampaikan oleh para kapolsek yang lain seperti Polsek Nirunmas menangani 6 kasus pidana selama 2017. Sebagaimana 5 kasus pidana ditangani Polsek Kormomolin, dan 8 kasus pidana ditangani Polsek Wermaktian.
Para Kapolsek ini juga mengaku jika 90 persen para pelaku melakukan perbuatan melawan hukum karena mengonsumsi miras.
“Sopi yang dijual pada sejumlah desa di kecamatan Wermaktian ini berasal dari Larat, Saumlaki dan Kecamatan Selaru. Dan kami sudah lakukan pendekatan untuk mengantisipasi masuknya miras di wilayah kami tetapi tetap saja berhasil di bawah oleh sejumlah oknum,” beber Iptu. Petrus Metanila.
Kapolsek Wertamrian di kesempatan itu juga membeberkan pula bahwa dari total 23 laporan polisi yang ditangani selama tahun 2017, meskipun ada penyebab lain seperti faktor tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi rumah tangga dan konflik batas tanah antar desa tetangga namun hampir sebagian besar kasus tersebut dipengaruhi juga oleh miras.
“Kalau di Polsek Selaru selama tahun 2017 ada 36 kasus yang kami tangani dimana kasus yang menonjol adalah cabul dan persetubuhan anak di bawah umur, Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT serta rawan konflik batas petuanan laut dan darat antar desa. Dari sejumlah kasus ini, sebagian pelaku masih dipengaruhi oleh miras,” kata Kapolsek Selaru.
![]() |
| Para awak media dan jajaran Kepolisian setempat terlihat serius mengikuti tatap muka |
Dia menyatakan, akibat tingginya kasus kriminal yang disebabkan oleh miras maka pihaknya melakukan penyuluhan secara rutin kepada masyarakat untuk mencegah timbulnya niat jahat dari masyarakat akibat mengonsumsi miras secara berlebihan.
Para Kapolsek berharap, Pemerintah Daerah Kabupaten MTB secepatnya mengambil langkah antisipatif dengan menerbitkan Peraturan Daerah atau Perda sehingga bisa meminimalisir semakin bertambahnya kejahatan kriminal yang disebabkan oleh perbuatan pelaku akibat mengonsumsi miras secara berlebihan.
Tanggapan Pemkab MTB
Bupati MTB, Petrus Fatlolon yang ditemui secara terpisah mengakui jika hingga kini daerah yang dipimpinnya itu belum memiliki Perda tentang larangan mengonsumsi miras.
“98 persen masyarakat di daerah ini mengonsumsi miras jenis sopi, sementara dua persen lainnya mengonsumsi produk-produk lain yang didatangkan dari luar daerah. Nah, kita tidak bisa mencegah karena ada adat istiadat yang menggunakan sopi sebagai simbol pelaksanaan adat,” akuinya di Saumlaki, Senin (1/1).
Karena itu, pihaknya akan mendorong untuk diterbitkannya Perda tentang pengendalian dan pengawasan miras termasuk jenis sopi yang diproduksi secara tradisional oleh masyarakat di daerah itu dalam tahun 2018 ini.
Pengawasan yang dimaksudkan menurut Bupati adalah terkait penjualan miras agar tidak dilakukan secara sembarangan, tidak dikonsumsi oleh anak di bawah umur atau anak sekolah.
Sementara terkait esensi pengendalian dalam Perda tersebut adalah perlu dilakukan batasan mengonsumsi sopi secara berlebihan agar tidak mengganggu keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat.
“Dalam Perda tersebut kita berikan ruang bagi penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan hukum bagi para pelanggar”katanya.
Bupati menyatakan, Perda tersebut bukan bersifat larangan oleh karena sistem adat yang masih kental di daerah julukan Duan-Lolat tersebut dengan tetap menggunakan sopi dalam setiap ritual adat.
Sehingga Perda tersebut akan mendorong tetap dilestarikannya produk lokal sopi sebagai warisan leluhur Tanimbar.
Selanjutnya, Pemkab akan bekerjasama dengan Balai POM untuk melakukan uji tentang kadar alkohol sehingga miras jenis sopi ini dilegalkan untuk dijual dengan menggunakan lebel “Sopi Tanimbar”.
“Dari penjulan ini, kita bisa mendapatkan retribusi dengan harga pasar yang akan ditentukan” tukasnya.
(dp-18)














