Foto Ilustrasi |
Ambon, Dharapos.com – Proses hukum atas Dugaan Tindak Pidana
Korupsi Penggunaan Keuangan Desa Tahun 2015 – 2018 di Negeri Tawiri yang
menjadikan mantan Raja Tawiri Josep N. Tuhuleruw, Ketua Pelaksana Kegiatan
Semuel Rikumahu dan Kaur Pemerintahan, Arcilaus Latulola berstatus tersangka hingga
kini masih terus bergulir.
Kasus yang ditangani langsung oleh dua institusi sekaligus
masing-masing Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Negeri Ambon menduga para tersangka telah menyelewengkan 3 Miliar rupiah uang hasil pendapatan desa Tawiri.
Terkait itu, mengacu pada sejumlah data yang dimiliki, Stevanus
Latulola yang juga adik kandung Arcilaus Latulola salah satu tersangka ini
menilai kasus yang dialami kakaknya adalah kasus pesanan.
Ia kemudian membeberkan sejumlah fakta yang mendasari
penilaiannya itu.
“Pertanyaannya, sejak kapan Tawiri
punya pendapatan asli desa diluar dana desa lalu dikelola Pemerintah setempat
yang keuntungannya mencapai miliaran rupiah. Siapa yang bisa tunjukkan? Itu
pertama!” tantangnya.
Fakta lainnya, soal pendapatan desa
di sepanjang tahun 2015 hingga 2018 yang Jaksa klaim sebesar Rp3 Miliar
diselewengkan.
“Dari tahun 2015 sampai dengan 2018,
tidak pernah ada pemasukan di desa ini apa lagi sampai Rp 3 miliar. Kalau ada
transaksi sebesar itu masuk ke desa, saya minta tunjuk bukti ! Uang itu dari
siapa, untuk membayar apa, dan di rekening negeri yang mana, tunjukkan itu!” kembali
tantangnya.
Berikutnya, lanjut Stevanus, rujukan
yang menjadi dasar selama dilakukan pemeriksaan atas kasus ini oleh Jaksa yaitu
laporan pertanggungjawaban APBDes 2015 – 2018.
“Katanya penyimpangan keuangan di luar
dana desa, tapi nyatanya selama ini orang-orang yang diperiksa rujukannya laporan
pertanggungjawaban APBDes Pemerintah Negeri Tawiri 2015 – 2018. Semua orang
yang diperiksa mulai dari Saniri sampai dengan staf desa dan masyarakat,
pertanyaannya adalah berkisar soal pengelolaan APBDes. Lalu yang dimaksud
penyimpangan keuangan desa diluar dana desa itu yang mana pak Jaksa, tunjukkan
buktinya?” kembali desaknya.
Bahkan atas klaim Jaksa tersebut,
lanjut Stevanus, pihak keluarga siap beberkan bukti laporan pertanggungjawaban
penggunaan ADD dan DD Tawiri TA 2015 – 2018.
“Mereka punya data, kakak saya juga
punya bukti laporan pertanggungjawaban selama 2015 – 2018 lengkap. Mau bukti
fisik di lapangan, nanti kami tunjukan dan bukti kuitansi belanja total anggaran yang
dikeluarkan. Laporannya ada! Makanya kami siap beradu dengan Inspektorat Ambon
dan Kejaksaan soal data. Kalau datanya rekayasa, akan ketahuan nanti,”
tegasnya.
Stevanus mengaku tak keberatan jika
kakaknya harus menjalani proses hukum tapi harus fair.
“Kalau memang salah, ya …. diproses
hukum karena itu kerjaan mereka selaku Jaksa. Tapi kalau kasusnya tidak ada,
lalu diada-adain, itu yang kami keluarga tidak terima. Makanya kenapa saya
menilai bahwa ini kasus pesanan. Karena saya punya alasan seperti yang sudah
saya beberkan tadi,” tegasnya.
Bagi Stevanus, kasus dugaan korupsi
yang menimpa kakaknya sangat menarik jika disimak dari sisi yang lain.
“Saya kurang tahu itu, pendapatan
lain di luar dana desa itu apa? Mungkin negeri ini punya usaha tambang emas
atau sektor lainnya sampai menghasilkan uang hingga miliaran rupiah lalu
dikorupsi sama raja, kakak saya dan saudara Semi,” sindir dia sembari tertawa
lepas.
Stevanus juga menyoroti masalah
penetapan tersangka yang menurutnya sangat-sangat tidak masuk akal.
“Kakak saya ini jadi tersangka atas
dugaan penyimpangan keuangan desa diluar dana desa, tapi data yang digunakan
sebagai dasar penetapan tersangka yaitu APBDes 2015 – 2018. Ini kan aneh bin
ajaib dan sangat-sangat tidak masuk akal. Istilahnya latihan lain, main lain,” sindirnya
lagi.
Stevanus kemudian membandingkan kasus
Tawiri dengan Dana Desa Urimessing yang sampai saat ini mandek di Inspektorat
Ambon padahal sudah 5 tahun.
“Itu kan kasus Dana Desa Urimessing sangat
menarik. Jaksa begitu sopan hormat kepada Inspektorat yang juga belum
menyerahkan hasil audit walau sudah diminta sampai tiga kali dengan surat
resmi. Bahkan sudah masuk 5 tahun mandek. Tapi di kasus Tawiri ini beda! Jaksa
malah terkesan kalap sampai Kepala Inspektorat Ambon juga dipanggil dan
diperiksa. Dan dalam hitungan sebulan tersangka langsung ditahan, padahal rujukannya dana desa juga,” bebernya.
Stevanus menegaskan, bahwa apa yang
akan disampaikannya atas dasar data dan fakta lapangan.
“Silahkan publik menilai sendiri,”
singkatnya.
Kasie
Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Wahyudi Kareba yang dikonfimasi media
ini membantah tudingan soal kasus penyimpangan keuangan desa Tawiri ini adalah
pesanan.
“Ah,
itu tidak benar, ndak ada itu. Kami tidak mengenal apa itu pesanan. Yang ada
itu laporan masyarakat. Kan wajar to…kalau laporan masyarakat kita telaah. Jadi
kalau ada indikasi maka kita proses, tapi kalau tidak ada, ya kita tutup. Jadi
tidak ada itu namanya pesanan-pesanan,” bantahnya.
Wahyudi
juga menanggapi soal pernyataan jika kasus ini merupakan rekayasa.
“Kami
tidak pernah mengenal apa itu rekayasa, tujuannya apa? Kami melaksanakan
fungsi-fungsi kami berdasarkan fakta-fakta yang kami temukan minimal dua alat
bukti dan kemudian ditindaklanjuti. Jadi tidak ada itu kami rekayasa kasus,”
tegasnya.
Ketika
disinggung soal kasus ini masih berkaitan dengan perkara sebelumnya, yaitu penjualan
lahan Tawiri kepada AL, Wahyudi juga membantahnya.
“Kasus ini
tidak ada hubungan dengan perkara lahan Tawiri yang dijual ke AL, sudah selesai
itu,” jelasnya.
Wahyudi
memastikan bahwa kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Maluku bersama dengan
Kejaksaan Negeri Ambon ini berkaitan dengan penyimpangan keuangan desa.
“Jadi, ini
bukan berkaitan dengan dana desa tetapi ada pendapatan desa lainnya yang
diselewengkan selama 2015 – 2018. Desa
ini punya pendapatan lain diluar dari dana desa yang kemudian diselewengkan. Dan
ini juga diluar dari kasus penjualan lahan untuk AL itu,” sambungnya.
Mantan Kasie
Pidsus Kejari Ambon ini memastikan jika berkas telah lengkap maka kasus ini
segera disidangkan.
Sementara
itu, informasi yang dihimpun media ini, penyidik Kejati Maluku kembali
memanggil lebih kurang 30 orang dari Tawiri untuk dilakukan klarifikasi atau
konfirmasi.
Menariknya
dalam surat tertanggal 27 Februari 2022 yang ditandatangani Aspidsus Kejati
Maluku M. Rudy, SH, MH ini menyinggung soal Audit Perhitungan Kerugian Negara
atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Keuangan Desa (Dana Desa dan
Alokasi Dana Desa) Tahun 2015 – 2018.
Permintaan
klarifikasi atau kondirmasi dilaksanakan pada 1 – 2 Maret 2022.
Arcilaus
Latulola telah mendekam di Rutan Waiheru pasca dieksekusi Jaksa Penuntut Umum
pada 27 Januari 2022, sementara Semuel
Rikumahu lebih dulu dieksekusi pada Selasa (25/1/2022).
Sedangkan
mantan Raja Tawiri Josep N. Tuhuleruw telah mendekam di penjara pasca vonis 6
tahun penjara dalam kasus pengadaan lahan Tawiri untuk A.
Tuhuleruw
sementara melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Ambon.
(dp-16)