Opini

Opini : Mungkinkah Diterapkan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi Dana Bansos Covid-19 ?

11
×

Opini : Mungkinkah Diterapkan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi Dana Bansos Covid-19 ?

Sebarkan artikel ini

Imanuel R Balak%252C SH
Imanuel R. Balak, SH*

Pada
beberapa hari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia
berhasil mengukir sejarah baru dalam dunia Penegakan Hukum
(Law Enforcement) Indonesia.

Namun
sangat disayangkan, dibalik sejarah positif itu terlintas sejuta rasa sedih,
kaget, bahkan ironis.

Sebagaimana
kita ketahui bahwa KPK RI berhasil memberikan rompi setan (menurut istilah
penulis sendiri) atau rompi Orange, kepada
Menteri Sosial JULIARI BATUBARA dan beberapa rekannya yang turut diberikan
rompi yang sama oleh KPK (Penetapan
Tersangka).

Melihat
realita ini, satu hal yang ingin penulis sampaikan bahwa perbuatan korupsi
merupakan salah satu kejahatan Luar Biasa (Extra
Ordinary Cryme)
yang sudah sangat fatal di Negeri ini, sehingga dibutuhkan
kolaborasi yang baik antara para penegak hukum untuk menindak tegas perbuatan
keji ini.

KPK menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka
dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Covid – 19 yang diperuntukan bagi wilayah Jabodetabek (CNN, Senin
07/12/2020).

Dengan ditetapkannya Menteri Sosial sebagai tersangka,
memunculkan berbagai macam spekulasi yang datang dari berbagai kalangan.

Satu hal yang sangat familiar terhadap kasus ini
adalah “Hukuman Mati” dengan melihat
perbuatan itu dilakukan pada saat  kondisi negara dilanda Corona Virus Disease (Covid-19).

Oleh karena itu, lalu kemudian wacana hukuman mati
terhadap Juliari Batubara menjadi sangat viral. Namun sebagai orang hukum tentu
tidak dapat menerima begitu saja wacana yang bergulir.

Melalui tulisan ini, penulis mengajak pembaca untuk
mari secara saksama kita dalami secara hukum apakah wacana hukuman mati itu
dapat diterapkan terhadap kasus ini.

Pada
umumnya pidana mati dalam Hukum Pidana (Strafrecht)
Indonesia dapat kita jumpai dalam ketentuan Pasal 10 angka (1) dan (2) KUHP
yang mengatur mengenai Pidana Pokok dan Pidana Tambahan.

Merujuk
pada pasal tersebut tentu pidana mati dapat diterapkan apabila memenuhi unsur –
unsur suatu pasal.

Kaitannya
dengan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara, sebagaiamana
kita ketahui sebelumnya bahwa dalam penetapan tersangka KPK menggunakan (Lex Specialis) Pasal 12 huruf a dan b UU
No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana ancaman maksimalnya adalah hukuman
seumur hidup. Sementara itu pasal yang mengandung pidana mati bukanlah Pasal 12
melainkan Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor yang berbunyi
“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat
dijatuhkan.”
 

Pemahaman
frasa “keadaan tertentu” dapat kita jumpai dalam penjelasan pasal 2 ayat (2) UU
Tipikor bahwa “Yang dimaksud dengan
“Keadaan Tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi
pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada
waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai undang-undang yang berlaku, pada waktu
terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau
pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter”.

Yang
perlu kita garis bawahi pada unsur pasal tersebut adalah frasa “Bencana Alam
Nasional”. Sementara itu dalam KEPPRES Nomor. 12 Tahun 2020 yang pada intinya
menetapkan Corona Virus Disease
(Covid-19)
sebagai bencana nasional akan tetapi frasanya adalah “Bencana
Non-Alam Nasional”.

Dengan
demikian, jika dihubungkan kedua frasa tersebut untuk membangun konstruksi
hukum yang merujuk pada pasal 2 ayat (2) UU Tipikor tidaklah sinkron, dikarenakan
keduamya memiliki perbedaan frasa, yang tentu akan sangat perpengaruh pada
sebuah penafsiran.

Sedangkan
j
ika kita pahami definisi bencana alam dalam UU
Nomor. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana sebagaimana dituangkan
dalam
 Pasal 1 angka 2 memberikan definisi “Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah longsor”.
Dihubungkan dengan KEPPRES Nomor. 12 Tahun
2020, maka tidak sinkron karena KEPPRES tersebut menetapkan Corona Virus Desease (Covid-19) sebagai bencana
non-alam, sehingga terhadap kasus ini tidak mungkin dikenakan Hukuman mati
kepada Mensos Juliari Batubara.

Artinya bahwa ada pembatasan oleh UU ruang
gerak penegak hukum terhadap kasus ini.

Namun demikian, bagi penulis tidak menutup kemungkinan diterapkannya
hukuman mati bagi Mensos Juliari, karena itu semua akan tergantung pada objektivitas,
penafsiran, serta kebijaksanaan hakim.

Dengan demikian maka patut kita menunggu Putusan Hakim yang seadil –
adilnya terhadap perkara ini.

*Penulis adalah Mahasiswa Magister Hukum Litigasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *