![]() |
Alm. Muhammad Din Rahangirit |
Tual, Dharapos.com
Aksi pembunuhan sadis yang terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara 20 tahun yang lalu akhirnya terungkap.
Terungkapnya kasus itu bermula dari Sukri Rahangiar yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan sadis tersebut menceritakan kepada sang istrinya bahwa pada tahun 1995, dirinya bersama beberapa rekannya telah membunuh sebanyak 4 orang.
Tanpa diduga sebelumnya, istri Rahangiar menceritakan aksi bejat sang suami kepada Arfa Tabaubun. Ternyata tak berakhir sampai disitu saja, karena Tabaubun pun melanjutkan cerita istri Rahangiar tadi ke salah satu sumber terdekat Arfa atas nama Zahra Rahawarin hingga akhirnya sampai ke keluarga korban.
Atas pengakuan tersebut, pihak keluarga korban langsung menindaklanjuti dengan melaporkan ke pihak Kepolisian Resort Maluku Tenggara dengan No. LP: STPL /164/VII/2015/Maluku /Res. Malra karena hingga kini kasus tersebut belum terungkap.
Kepada Dhara Pos, Sabtu (17/10), Ny. Elvi Rahangirit istri salah satu korban pembunuhan, Alm. Muhammad Din Rahangirit mengungkapkan kekecewaan dan kesedihan yang mendalam atas aksi pembunuhan sadis yang dilakukan para pelaku terhadap suami, dan kedua anaknya serta salah satu iparnya.
“Pembunuhan itu terjadi pada 26 Agustus 1995 saat suaminya bersama kedua anak dan salah satu iparnya dalam perjalanan menuju ke Tual untuk pembayaran ongkos Haji,” tuturnya mengawali kronologis pembunuhan atas keluarga yang dicintainya.
Saat itu, lanjut Ny. Elvi, suami saya Muhamad Din Rahangirit bersama kedua anak kami masing-masing Junaidi Rahangirit (Edy) dan Rahmat Asis Rahangirit serta ipar korban yang bernama Marjan Rahawarin, berangkat dari Desa Larat, Kecamatan Kei Besar Selatan menuju ke Tual tepat hari Sabtu 26 Agustus 1995 dengan menggunakan perahu Jhonson.
“Saat itu mereka membawa satu buah koper yang berisi uang untuk disetor ke bank sebagai persiapan untuk naik haji sebesar 36 juta rupiah. Ditambah uang hasil kios atau jualan sekitar 50 – 60 juta,” rinci Ny. Elvi.
Ternyata tanpa disadari, ada sekelompok orang yang tidak mengenal rasa belas kasihan telah mengintai para korban sejak meninggalkan desa Larat.
Perlu diketahui, setelah 20 tahun kemudian barulah terungkap bahwa sang pembunuh sadis tersebut bernama Sukri Rahangiar beserta beberapa rekannya.
“Jadi mereka belum tiba di Tual, masih dalam perjalanan, tiba-tiba Sukri Rahangiar bersama rekan-rekannya yang sejak awal sudah mengincar keluarga saya langsung melakukan aksi pembunuhan sadis dan merampok satu buah koper yang berisi uang sekitar 50-60 juta termasuk ongkos persiapan naik haji sebesar 36 juta rupiah,” bebernya.
Bahkan, Sukri Rahangiar bersama rekan-rekannya setelah mengambil uang didalam koper lalu menggantinya dengan memasukkan sandal swallow berwarna biru milik salah satu korban ke dalam koper, dan kemudian meletakkan diatas satu buah batu di pesisir pantai Darwasit atau yang biasa di sebut dengan Tanjung Amerika.
Dua hari setelah aksi pembunuhan tepatnya Senin, 28 Agustus 1995, ditemukan satu jasad atas nama Junaidi (Edy) Rahangirit di pantai Darwasit tepat pukul 16.00 WIT.
Berselang 2 hari kemudian pasca ditemukan korban pertama, kembali ditemukan satu jasad lagi, atas nama Marjan Rahawarin di pantai Langgur tepat pukul 08.30 WIT, tanggal 30 Agustus 1995.
Sedangkan dua jasad lainnya atas nama Muhamad Din Rahangirit dan Rahmad Asis Rahangirit hingga saat ini belum ditemukan.
“Kami punya data dan bukti yang akurat terkait kasus pembunuhan yang menimpa bapak, kedua anak dan adik kami, dan Tuhan itu Maha Adil sehingga pelakunya sendiri mengaku perbuatan yang dilakukannya,” kembali bebernya.
Pada kesempatan tersebut, Ny. Elvi juga mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakmampuan Polisi dalam hal ini Satuan Reserse Kriminal maupun Satuan Intel Polres Maluku Tenggara yang ternyata tidak mampu mengungkap kasus pembunuhan yang dialami suami dan keluarganya.
“Ini fakta dilapangan bahwa Polres Maluku Tenggara terbukti lamban bahkan tak mampu menangani kasus pembunuhan keluarga saya maupun berbagai kasus kejahatan lainnya yang terjadi di daerah ini,” kecamnya.
Atas fakta ini, Ny. Elvi meminta kepada Kapolda Maluku, untuk tegas kepada Kapolres Malra dan jajarannya, memerintahkan para anggotanya meringkus para pelaku di desa Larat, untuk segera diproses sesuai hukum yang berlaku.
Ny. Elvi juga menegaskan jika kasus tersebut tidak segera dituntaskan, maka pihaknya selaku korban akan mengambil langkah sendiri.
“Kami cukup menderita puluhan tahun atas kepergian suami kami karena almarhum juga salah satu PNS, yaitu guru di SDN Larat, Kecamatan Kei Besar Selatan,” ucapnya.
Ny Elvi juga mengaku jika dirinya telah menyurati Kapolda Maluku, Ketua Komnas HAM Wilayah Maluku di Ambon, Kapolres Maluku Tenggara di Tual, Ketua Pengadilan Negeri Tual.
“Saya beberkan bahwa di desa kami yaitu desa Larat telah dijadikan desa pembunuhan. Kenapa saya katakan demikian? Karena terlepas dengan pembunuhan suami saya, sering terjadi dengan pembunuhan dengan memberikan racun pada minuman maupun dengan berbagai cara lainnya,” akuinya.
Ny. Elvi juga menghimbau kepada Kapolres Malra dan jajarannya untuk serius dan cepat tanggap terhadap berbagai aksi kejahatan yang terjadi tidak hanya di kota saja tetapi juga di desa-desa.
“Bapak Kapolres Maluku Tenggara jangan cuma kejar kasus-kasus yang diibaratkan korek telinga saja, tetapi semua kasus terutama kasus pembunuhan, karena terbukti kalau terkait dengan kasus pembunuhan, Polisi di Maluku Tenggara tidak berhasil mengungkapnya, dan ini fakta yang sudah terjadi berulang kali,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolres Malra AKBP. Muh. Ohoira mengaku siap menindaklanjuti laporan Ny. Elvi terkait pembunuhan suami dan keluarganya.
“Kalau bukti-bukti pembunuhan tersebut lengkap maka kami siap memprosesnya,” tegasnya saat dikonfirmasi Dhara Pos, Sabtu (17/10).
(dp-20)
Sadis juga yah