Daerah

Pemkab MTB Belum Realisasikan Janji Penggunaan Tenun Ikat Tanimbar

8
×

Pemkab MTB Belum Realisasikan Janji Penggunaan Tenun Ikat Tanimbar

Sebarkan artikel ini
Bupati Temar Tenun Tanimbar
Bitzael S. Temmar

Saumlaki, Dharapos.com
Tenun ikat Tanimbar merupakan warisan para leluhur yang patut dibanggakan dan menjadi aset yang sangat berharga bagi generasi penerus, namun kini menuai sorotan terkait penggunaannya yang hingga kini tidak lagi dikenakan, sebagaimana pemerintahan sebelumnya.

Tak heran jika banyak pendapat, kalau tidak diberlakukannya busana tenun di kalangan pemerintah dan juga di lingkungan pendidikan, maka sama halnya dengan bentuk pelecehan terhadap warisan berharga para leluhur tersebut.

Ironisnya, hampir seluruh pegawai di daerah ini diwajibkan mengenakan batik, yang katanya sudah berlaku nasional padahal batik bukan menjadi ciri khas daerah. Akibat dari kebijakan itu, banyak pekerja tenun yang hanya pasrah pada nasib, karena kain tenun tidak lagi diberlakukan.

Lebih kejam lagi, saat digelar kongres budaya beberapa waktu lalu di Saumlaki, para peserta diwajibkan mengenakan pakaian batik, padahal mestinya kongres budaya tersebut, lebih mengutamakan kearifan lokal dan bukan mengadopsi hasil karya dari luar. Ini pemandangan yang benar-benar aneh dan sempat dikritisi publik.

Memeriahkan HUT ke-16 Kabupaten Maluku Tenggara Barat dalam waktu dekat, maka Pemda akan menggelar Festival Budaya dengan mempertontonkan sejumlah tarian tradisional.

Namun rasanya tidak lengkap, jika kain tenun yang menjadi kebanggan daerah selama ini justru seakan tenggelam dan tak tersisa.

Saat disinggung soal pemberlakuan kembali kain tenun di lingkungan pemerintah termasuk di lingkungan pendidikan menyongsong Festival budaya nanti, Bupati MTB Bitzael Salvester Temmar menegaskan, bahwa sudah saatnya pakaian warisan leluhur itu diberlakukan lagi.

“Hari ini seperti yang anda lihat bahwa saya pakai baju tenun. Sepertinya hari ini saya sendiri yang mengenakan pakaian ini. Oleh karena itu mulai besok dan seterusnya, tanpa diperintah pun semua wajib mengenakan pakaian tenun, termasuk anda juga. Jadi Festival budaya yang kita gelar untuk memperingati
Hari Ulang Tahun Kabupaten kita itu sebenarnya tidak hanya menampilkan tarian adat tetapi kita berharap mulai saat ini pakaian tenun ini kita pakai lagi,” beber Bupati.

Meskipun demikian, pernyataan itu dinilai salah satu warga kota Saumlaki terkesan ngambang dan tidak ada ketegasan pasti soal pemberlakuan pakaian tenun sebagaimana dimaksudkan Bupati.

Menurutnya, pernyataan Bupati itu terkesan ngambang karena mestinya ada surat edaran dari Bupati ke seluruh SKPD dan seluruh Instansi pendidikan yang mewajibkan penggunaan kain tenun tersebut.

“Secara pribadi, sebagai anak adat, putera asli tanimbar saya hargai dan menyambut baik apa yang disampaikan Pak Bupati soal kain tenun ini. Hanya saja saya melihat bahwa pernyataan beliau itu masih ngambang. Coba anda simak. Mulai besok dan seterusnya tanpa diperintahkan pun semua sudah wajib memakai pakaian tenun. Tidak mungkin itu bisa diterjemahkan mentah-mentah lalu besoknya dipakai. Buktinya apakah setelah pernyataan beliau ini disampaikan melalui media dan besoknya ada yang pakai? Orang sering bilang hanya bicara saja tetapi untuk merealisasikan ini tidak hanya sebatas bicara dan selesai. Saya kira lakukan sesuatu buat semacam surat edaran dan di sana ditegaskan bahwa seluruh Pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah dan seluruh lembaga pendidikan wajib mengenakan pakaian tenun. Kalau itu yang beliau mau sampaikan saya sih setuju-setuju saja. Tetapi bagi saya, saya belum bisa menganggap pernyataan beliau itu sesuatu yang sudah harusnya segera diterjemahkan.” katanya.

Seperti diketahui, pada pertengahan tahun 2013 lalu, Wakil Bupati MTB Petrus P. Werembinan, SH mengatakan bahwa Pemkab MTB dalam waktu dekat akan mengeluarkan sebuah regulasi tentang penggunaan busana khas ala Tanimbar yang bahan dasarnya terbuat dari tenun ikat Tanimbar.

Penerapan penggunaan busana khas berbahan dasar tenun ini bakal diterapkan untuk semua PNS maupun pegawai honor daerah serta semua siswa dari jenjang TK hingga SLTA dilingkup Pemkab MTB.

Seiring penerapan batik secara nasional oleh Pempus dinilai sangat baik, namun jika dicermati dengan baik penggunaan batik tersebut secara tidak langsung dapat membunuh tenun ikat sebagai budaya asli MTB.

Data kongkrit Pemda MTB menyebutkan jika kurang lebih hampir sepuluh tahun terakhir, terjadi pembiaran terhadap para pengrajin tenun ikat bahkan terlantar dan nyaris “mati” oleh karena tidak tersedia kebutuhan pasar.

“…dengan melihat pasar yang terdiri dari guru, Pegawai yang kurang lebih 4.200-an diluar pegawai honor dan ditambah lagi dengan jumlah murid dari TK hingga SMA yang mencapai ribuan orang, maka sesungguhnya ini merupakan peluang pasar yang sangat baik bagi para pengrajin tenun ikat Tanimbar…” ungkap Werembinan.

Jelasnya, dimasa pemerintahan Bupati Drs. S.J. Oratmangun, kain ikat Tanimbar wajib digunakan oleh PNS dan pelajar di semua jenjang sehingga terjadi peningkatan pendapatan yang luar biasa bagi para pengrajin.

Selain itu, tenun ikat lalu banyak diminati oleh konsumen yang rata-rata berasal dari pasar domestik dan pasar internasional namun seiring pergantian kepemimpinan di daerah MTB lalu hal tersebut diabaikan.

Werembinan mengaku optimis jika penerapan penggunaan busana berbahan dasar tenun ikat Tanimbar ini bakal menggenjot pendapatan perkapita para pengrajin di Maluku Tenggara Barat dan sudah pasti mengurangi angka kemiskinan di daerah julukan Duan-Lolat tersebut.

Meskipun demikian, hingga kini belum juga terealisasi sebagaimana disampaikan, pada hal jika penggunaan tenun ikat tersebut dapat dilakukan secara Sustainablle dan menjadikan tenun ikat Tanimbar sebagai salah satu icon budaya yang dikenang dari waktu ke waktu, maka bukan tidak mungkin akan membawah keberuntungan yang besar bagi masyarakat di daerah Julukan Duan dan Lolat itu.


(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *