![]() |
Ilustrasi kasus perzinahan |
Dobo, Dharapos.com
Penanganan kasus penghamilan anak diluar nikah oleh pihak Kepolisian Resort Pulau Aru yang diduga dilakukan oleh Ronal Rutman terhadap korban, Nurjana Sapulawa/Koedoeboen dan dilaporkan sejak 2013 lalu hingga saat ini tidak pernah jelas proses hukumnya.
Diduga kasus tersebut sengaja dipetieskan pihak Kepolisian karena pelaku sendiri merupakan anak seorang perwira Polisi berpangkat Kapten yang berdinas di markas Kepolisian Resort Kepulauan Aru.
Awalnya, pelaku diketahui menjalin hubungan asmara dengan Nurjana. Dan kabarnya, dari hubungan tersebut, lahir seorang bayi perempuan yang hingga kini telah menginjak usia 2 tahun.
Fatalnya, pelaku menolak mempertanggungjawabkan perbuatannya sehingga mendorong keluarga korban menuntut pelaku membayar denda secara adat sebesar Rp 75 juta. Sesuai hasil kesepakatan kedua belah pihak, pihak keluarga pelaku sendiri menyatakan siap membayar denda adat tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, tidak ada inisiatif dari pelaku maupun keluarganya untuk membayar denda adat malah terkesan mengacuhkannya. Bahkan informasi terakhir, yang dihimpun Dhara Pos, pelaku telah kabur ke Ambon.
Kasus ini pun oleh korban juga telah dilaporkan ke Polres Aru namun hingga berita ini dimuat, pihak Polres Aru disinyalir tak pernah menindaklanjuti penanganan kasus dimaksud sejak korban melaporkan pada 2013 lalu.
Terkait itu, Ketua LSM Tunkor, Drs. Nardy Refra mengungkapkan jika pihak keluarga korban mengaku kecewa atas perlakuan pihak Polres Aru terhadap kasus yang menimpa anak perempuan mereka.
“Mereka (orang tua korban-red) kecewa dengan sikap Polres Aru yang tidak pernah memproses laporan atas perbuatan Ronal Rutman bahkan sudah dua tahun lebih tidak ada tanda-tanda tindak lanjutnya,” ungkapnya kepada Dhara Pos, Kamis (15/10).
Keluarga korban, lanjut Refra, menduga kuat adanya unsur sengaja yang dilakukan Polisi karena pelaku merupakan anak perwira Polisi.
Yang parahnya lagi, menurut pengakuan orang tua Nurjana, sudah laporannya tidak diproses ditambah lagi, denda adat yang juga telah disepakati kedua belah pihak sebesar 75 juta rupiah untuk korban ternyata tidak pernah ditepati pelaku.
Terkait fakta tersebut, Refra mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Polres Aru dalam hal ini
Wakapolres Aru, Kompol. Umar Kelian terkait kelanjutan penanganan kasus tersebut baik secara proses hukum adat maupun hukum positif.
“Saya sudah berbicara dengan Wakapolres Aru mengenai penanganan kasus ini dan beliau berjanji untuk menindaklanjutinya,” akuinya.
Bahkan, menurut informasi terakhir dari Wakapolres Aru, pihak pelaku telah siap membayar denda adat meski nilainya tidak sesuai dengan kesepakatan awal yaitu 10 juta rupiah. Namun, Refra tidak berani menjamin apakah pihak korban siap menerima pembayaran denda tersebut atau tetap berkeras sesuai kesepakatan awal.
“Karena, sebelum-sebelumnya keluarga korban tetap berkuat pada kesepakatan awal dengan alasan biaya yang dikeluarkan untuk si anak tersebut dari mulai lahir hingga berusia 2 tahun cukup besar sehingga nilai 75 juta itu menurut mereka sudah sesuai,” urainya.
Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh informasi terkait hasil pertemuan antara pihak keluarga pelaku dan korban yang dijadwalkan Kamis sore (15/10).
Demikian pula halnya dengan tindak lanjut terkait penanganan kasus yang telah dilaporkan ke Polres Aru sejak 2013 lalu.
Sementara ketika dihubungi Redaksi Dhara Pos via telepon, Minggu (18/10), Wakapolres Aru, Kompol. Umar Kelian terkesan berkelit dan malah menyarankan untuk menanyakan ke korban.
“Bapak tanya aja ke korban, jangan ke saya,” elaknya.
Redaksi sendiri kembali mencoba menanyakan kepada yang bersangkutan jika terkait kasus tersebut bisa menghubungi siapa dari pihak kepolisian untuk memberikan keterangan karena masalah tersebut telah dilaporkan ke Kepolisian sebagai pihak berwajib, lagi-lagi Wakapolres berkelit dan meminta Redaksi untuk menghubungi pihak korban.
Kondisi yang sama pula, ketika pihak korban dihubungi redaksi, tidak mengangkat teleponnya, namun hanya dibalas via sms. “Yang punya HP tidak ada. Ini hpnya sedang dikonter, lagi diperbaiki,” isi balasan SMS.
Wakapolres Tidak Tahu atau Pura-Pura Tidak Tahu
Sikap Wakapolres Aru Kompol. Umar Kelian disesalkan Pemimpin Redaksi Dhara Pos, Feris Rahanra, karena menurutnya sikap Wakapolres Aru yang meminta redaksi untuk menghubungi korban guna menanyakan kasus yang menimpanya adalah salah satu sikap tak menghargai wartawan sebagai mitra kerja.
“Wajar jika kita dari redaksi menghubungi Wakapolres untuk meminta informasi terakhir terkait kasus yang sudah dilaporkan ke Polres Aru, lucu saja jika Wakapolres suruh kita hubungi Korban, yang polisi siapa sebenarnya??” ungkapnya herannya.
Anehnya lagi, ketika redaksi meminta arahan untuk bisa menghubungi siapa dari pihak kepolisian untuk memberikan keterangan karena masalah tersebut telah dilaporkan ke Kepolisian sebagai pihak berwajib, Wakapolres menekankan untuk tanya ke korban dan bukan pihak kepolisian.
Sikap Wakapolres jelas – jelas bertolak belakang dengan pernyataan Ketua LSM Tunkor, Drs. Nardy Refra dimana Wakapolres sendiri telah berjanji untuk menindaklanjuti kasus yang dialami Nurjana Sapulawa/Koedoeboen.
“Wakapolres Aru benar benar tidak tahu dengan kasus tersebut atau pura-pura tidak tahu, masakan seorang Wakapolres tidak tahu kasus yang sedang terjadi di wilayah kerjanya,” cetusnya.
Rahanra sendiri menandaskan, Wakapolres sepertinya tidak memahami secara jelas UU Keterbukaan informasi publik dimana informasi bisa diberikan kecuali yang menyangkut Rahasia Negara.
“Apalagi kita sedang mengkonfirmasi pemberitaan tersebut sesuai kode etik jurnalistik,“ tandasnya.
Ia sendiri berharap Wakapolres bisa memahami fungsi dan peran media sebagai mitra kerja pemerintah agar informasi yang akan diterbitkan tidak menimbulkan kerancuan atau missinformasi ke masyarakat sebagai pembaca media
(dp-31/**)