![]() |
Drs. Bitzael S. Temmar |
Saumlaki, Dharapos.com
Bertempat di Balai Pembinaan Umat (BPU) 25 Oktober, Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat melalui Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (ULP) bekerja sama dengan SIPS Kanada dan LKPP menyelenggarakan worksop peningkatan Kapasitas aparatus pengelolah pengadaan barang atau jasa pemerintah.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan umum kepada seluruh pejabat pengelola barang/jasa pemerintah yakni Pengguna Anggaran, PPTK, Pejabat Pengadaan, ULP, baik yang telah bersertifikat maupun yang belum terkait pelaksanaan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah, beserta perubahannya sekaligus mempelajari tata cara penyusunan Spesifikasi, HPS, Evaluasi Dokumen Penawaran dan penyusunan serta pelaksanaan kontrak dan strategi pengadaan yang ideal.
Disamping itu kegiatan ini juga bertujuan mempersiapkan seluruh pejabat pengelola pengadaan di setiap SKPD dalam menghadapi pelaksanaan anggaran Tahun 2016 mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan kontrak sehingga di harapakan proses pelaksaan pelelangan Tahun 2016 dapat berlangsung tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah dan tepat harga yang berujung pada tingkat penyerapan anggaran yang maksimal.
Bupati MTB – Drs. Bitzail S. Temmar dalam kesempatan itu mengatakan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah menjadi dunia yang sangat penting, saking pentingnya pengadaan akan menjadi kunci utama untuk membangun daya saing bangsa.
Pengadaan telah berkembang dari kegiatan yang bersifat rutinitas sederhana menjadi kegiatan yang sangat kompleks yang meliputi proses manajemen berorientasi pada keuntungan atau value for money.
Sejalan dengan itu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terus melakukan terobosan melalui pengaturan strategi dan regulasi di bidang pengadaan guna mendorong percepatan pembangunan dan penyerapan anggaran hal ini dibuktikan dengan perubahan peraturan perundang-undangan secara terus-menerus di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah yakni perubahan Perpres 54 Tahun 2010 sebanyak empat kali dalam kurun waktu 5 Tahun terakhir serta harmonisasi dan perbaikan 6 pilar ekosistim pengadaan yang meliputi perencanaan pengadaan, penganggaran, organisasi, aturan pembayaran dan perpajakan, audit dan penegakan hukum serta insentif pelaku pengadaan.
“Model perencanaan kebanyakan instansi/SKPD saat ini belum ideal dalam mendorong pelaksanaan lelang yang efektif. Hal ini berkenan dengan kesiapan instansi/SKPD dalam merencanakan spesifikasi, HPS dan kontrak serta kelemahan pada ULP dalam evaluasi dokumen lelang. Regulasi penganggaran yang masih mengacu pada skema tahun tunggal (single years) yang artinya semua paket pengadaan harus diselesaikan sebelum tahun anggaran berikutnya berjalan, padahal APBDP baru disahkan bulan agustus/september. Limit waktu antara proses pelelangan sampai kepada penyelesaian pekerjaan fisik yang sangat pendek seringkali menimbulkan persoalan tersendiri yang berdampak pada permasalahan hukum,” tuturnya.
Lanjut Temmar, Pengorganisasian pengadaan antara Pemerintah pusat dan daerah belum menemukan titik temu misalnya kewenangan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), PPTK diberi kekuasaan dalam mengeksekusi pengadaan, tetapi tidak punya kekuasaan dalam pelaksanaan lelang, sehingga perlu adanya harmonisasi regulasi antara Perpres 54 Tahun 2010 dan PP Nomor 21 Tahun 2011 dan persoalan mendasar dan sangat menggangu ekosistim pengadaan kita adalah audit dan penegakan hukum.
Berdasarkan pasal 30 ayat 2 penjelasan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 laporan realisasi anggaran seharusnya juga menjelaskan prestasi kerja setiap instansi/SKPD sehingga esensi audit tidak hanya untuk mencari temuan, disisi lain aturan yang memberikan kewenangan kepada Aparat Penegak Hukum untuk menindaklanjuti aduan masyarakat dalam mendorong pelaksanaan good governance, namun sayangnya aturan ini tidak jarang digunakan sebagai celah untuk melakukan kriminalisasi terhadap pengelola pengadaan.
Selain itu, pemberian insentif yang layak bagi pejabat pengelola pengadaan merupakan sesuatu yang harus diperhatikan mengingat tanggung jawab yang dimiliki karena efisiensi melalui pengadaan yang efektif adalah bagian dari prestasi kerja.
”Keterbatasan Sumber Daya Manusia di bidang pengelola pengadaan barang/jasa di Kabupaten kita merupakan kendala utama dalam menghadirkan proses pengadaan yang kredibel, untuk itu peningkatan kapasitas SDM pengadaan merupakan kebutuhan yang sangat penting yang harus segera di benahi, sehingga standar kompetensi yang diamanatkan peraturan perundang-undangan dapat di penuhi baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian kebutuhan minimal 1 SKPD memiliki 4 sampai 5 staf pengelola pengadaan yang kompeten bisa kita penuhi,” akuinya.
Bupati menilai bahwa kegiatan tersebut sangat baik dan penting untuk perbaikan siklus pengadaan di waktu mendatang.
(dp-35)