![]() |
Pemkab MTB telah memastikan bahwa penggunaan nama Mathilda Batlayeri sebagai nama Bandara Saumlaki baru telah final |
Saumlaki, Dharapos.com
Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) pada tahun lalu, telah memulai pembangunan monumen Mathilda Batlayeri di depan pintu masuk bandara baru Saumlaki yang terletak di petuanan milik masyarakat Amtufu atau wardga desa Lorulun dan desa Tumbur kecamatan Wertamrian.
Pembangunan monumen ini dilakukan seiring dengan telah adanya penetapan nama bandara tersebut dengan nama Bandar Udara Mathilda Batlayeri Saumlaki.
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Gubernur Maluku saat itu, Karel Albert Ralahalu, dan Bupati MTB Drs. Bitsael S. Temmar, dan direncanakan bakal diresmikan oleh pimpinan Polri dalam bulan ini.
Niat baik Pemkab MTB ini merupakan langkah guna mengabadikan nama Mathilda Batlayeri – pahlawan Bayangkari asal MTB sekaligus dalam upaya untuk memperjuangkan pengusulan Mathilda Batlayeri sebagai Pahlawan Nasional kepada Pemerintah pusat.
Gagasan lain yang bakal dilakukan adalah Pemkab MTB juga berinisiatif untuk menulis kembali sejarah lengkap perjuangan Mathilda Batlayeri untuk dijadikan buku. Gagasan membangun monumen, menulis buku, dan nama jalan adalah sebuah langkah legal yang patut diberi apresiasi. Sehingga menjawab berbagai persyaratan dokumen untuk pengusulan pahlawan nasional kepada pemerintah Pusat.
Sekretaris Daerah MTB – Mathias Malaka,SH.,M.TP dalam keterangan persnya kepada wartawan di ruang rapat Setda, Rabu siang (13/8) menjelaskan bahwa meskipun niat baik Pemkab MTB ini telah dilakukan selama ini dan tidak ada penolakan oleh masyarakat di MTB khususnya di dua desa tersebut namun beberapa hari kemarin, Pemkab MTB akhirnya harus memenuhi undangan Komisi A DPRD Maluku guna memberikan keterangan terkait dengan laporan segelintir warga yang mengatasnamakan dirinya sebagai Gerakan Amtufu Bangkit (GAB).
Sebagaimana keterangan yang diperoleh saat rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Maluku yang dihadiri oleh GAB, Gerakan Amtufu Bangkit pimpinan Yos Malindar ini menilai bahwa nama Bandara Mathilda Batlayeri seolah-olah ditetapkan secara sepihak oleh Pemda MTB.
Malaka menjelaskan bahwa terkait penamaan Bandar udara baru itu telah melewati sejumlah tahapan sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku, dengan demikian, dugaan pihak GAB sangatlah keliru.
“Berkali-kali saya tegaskan ini mewakili Pemerintah Daerah bahwa nama Mathilda Batlayeri ini final karena kita berproses melalui mekanisme yang ada. Kita sudah melakukan pertemuan dengan para kepala desa dan BPD, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh masyarakat di kedua desa dan mereka sangat mendukung. Dengan permintaan mereka adalah kalau dapat ditambah dengan Amtufu, dan ada juga yang minta jalan masuk bandara itu dinamakan jalan Mangkawar, dan ini kita sudah tetapkan dengan Keputusan Bupati yakni mulai dari perempatan jalan menuju radar nifmasbulur hingga bandara disebut jalan Mangkawar,” tegas Sekda.
Selain itu, pada saat pertemuan tersebut pemerintah desa dan masyarakat ke dua desa tersebut juga meminta agar dalam hal tenaga kerja di bandara, perlu ada porsi yang disediakan bagi putera-puteri terbaik dari ke dua desa yang belum memiliki lapangan pekerjaan.
Hal tersebut menurut Sekda, telah dikomunikasikan secara baik dengan pihak otoritas Bandar udara Mathilda Batlayeri sehingga terbukti hingga saat ini, aspirasi masyarakat tersebut selalu terpenuhi.
Untuk itu, Pemda MTB menilai bahwa hal-hal yang di kembangkan oleh GAB tersebut sangatlah tidak benar oleh karena tidak sesuai dengan realitas yang telah dilakukan oleh Pemkab MTB sebelumnya.
GAB sebagaimana hasil penelusuran Pemkab ternyata tidak ada dan bahkan warga dua desa tersebut bersama pemerintah kecamatan sama sekali tidak mengetahui jika ada oknum-oknum tertentu yang di akui oleh masyarakat untuk melakukan gerakan tersebut.
“Kami baru saja selesai rapat dengan Pemerintah desa Tumbur dan Lorulun serta Camat Wertamrian. Disaat saya bertanya soal GAB ini apakah merepresentasi kedua desa ini atau tidak, dan secara tegas, Camat serta para kepala desa mengaku mereka sama sekali tidak tahu tentang kelompok itu. Dengan demikian, mengapa mereka menggunakan nama seolah-olah mengatasnamakan kedua desa?, artinya bahwa opini yang dikembangkan itu tidak merepresentasi masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, GAB juga melaporkan kepada DPRD Maluku bahwa kondisi Kamtibmas di MTB seolah-olah tidak kondusif sehingga hal tersebut menurut Pemkab MTB sangat bertentangan dan merupakan fitnah.
Terkait semua tudingan yang tak beralasan tepat kepada Pemda MTB dan juga ada tuduhan berupa fitnah secara pribadi bagi dirinya oleh GAB melalui sejumlah media masa di kota Ambon, maka Pemkab MTB saat ini tengah menyiapkan berbagai bukti pendukung untuk mengajukan gugatan terhadap pihak GAB yang dinilai berlebihan tersebut.
(dp-18)