Ambon, Dharapos.com – Proyek
pembangunan Kantor Desa Sangliat Krawain, Kecamatan Wertamrian, Kabupaten
Kepulauan Tanimbar yang dikerjakan menggunakan Dana Desa (DD) sebesar
Rp.519.236.000, dilaporkan mangkrak.
Padahal, diketahui proyek tahun
anggaran 2020 yang dikucurkan sebesar setengah miliaran rupiah Ini sudah
dicairkan 100 persen oleh Pemerintah daerah setempat.
Atas dasar itu, masyarakat
setempat yang geram melihat hal tersebut, meminta Aparat Penegak Hukum (APH)
agar segera melakukan pemeriksaan terhadap Penjabat (Pj) Kepala Desa dan
Sekretaris Desa (Sekdes) terkait.
“Terkait kasus yang terjadi
di desa Sangliat Krawain, saya sangat peduli dengan apa yang terjadi dan
dirasakan oleh masyarakat,” ungkap Srikandi Pemerhati Tanimbar Devota
Rerebain kepada wartawan di Ambon, Selasa (3/10/2023).
Dikatakan, ada beberapa tokoh
masyarakat yang sudah mewakili masyarakat desa Sangliat Krawain beberapa kali
dengan dokumennya datang melaporkan ke APH.
Namun, hingga saat ini tidak
pernah direspon dengan baik. Oleh sebab itu, dirinya menilai buruk kinerja
aparat penegak hukum di Kepulauan Tanimbar yang terkesan melakukan pembiaran.
“Ini bukan sekali mereka
membawa dokumen untuk melaporkan tapi sudah berkali-kali. Saya meminta kepada
masyarakat desa Sangliat Krawain agar kita sama-sama mendorong APH di Kepulauan
Tanimbar untuk segera memanggil dan memeriksa Pj Kepala desa, Sekdes, Bendahara
dan lain-lain yang berkaitan dengan penggunaan anggaran. Ini sudah merugikan negara
karena bukan uang kecil. Ini uang besar, dan sangat merugikan masyarakat desa
Sangliat Krawain,” bebernya.
Baca juga :
Devota berharap, APH tidak
tinggal diam karena ini menyangkut kerugian Negara dan hak rakyat yang perlu
dituntut kejelasannya bahwa yang dipergunakan ini untuk apa.
“Yang kita tahu bahwa
anggaran yang sudah dicairkan 100 persen, tetapi pembangunannya mandek di
tengah jalan. Sekarang bangunannya kita lihat sendiri di dalam dokumentasi
gambar dan foto yang ada ini sudah dipenuhi dengan ular beludak di dalam
rumput-rumput liar dan lain sebagainya,” ucapnya.
Sementara itu, Devota juga
mengaku bahwasannya ada keresahan yang dialami masyarakat desa Sangliat akibat
kata-kata kurang menyenangkan yang dilontarkan oleh Sekdes.
Dengan sombongnya, Sekdes
mengatakan bahwa “Silakan Lapor Beta Saja, Biar Perlu Bawah Dokumen Tebal.
Sampai Dimanapun Silahkan, Itu Kecil Sekali Par Beta”.
Kata-kata tersebut yang mana
menggunakan bahasa hari-hari orang Maluku, bisa diartikan dalam bahasa
Indonesia bahwa Sekdes tidak takut jika dilaporkan bahkan hal seperti itu
baginya adalah masalah kecil.
“Bahasa itu sebenarnya bagi
saya tidak bermoral karena dia yang harus bertanggung jawab dengan masyarakat.
Kami minta yang bersangkutan ini harus segera dipanggil untuk
mempertanggungjawabkan bahasa yang dikeluarkan ini. Emangnya dia siapa? Kekuatan
dia apa sampai meremehkan masyarakat? saya juga mengutuk keras tindakan yang
dilakukan dengan bahasa yang dilontarkan oleh Sekdes Sangliat Krawain,”
tandasnya.
Pekerjaan pembangunan Balai Desa
Sangliat Krawain berukuran 12×30 meter itu dibangun pada 2020 lalu dengan
anggaran yang bersumber dari Dana Desa (DD) senilai Rp519.236.000,-
Meskipun total anggaran itu telah
habis digunakan namun progres pekerjaan pembangunan balai desa itu baru
mencapai 30 persen.
Saat ini, balai desa yang
dibangun di atas lapangan bola kaki itu nyaris tak bisa dilihat karena telah
tertutup rerumputan. Disekelilingnya juga telah dihimpit ilalang, sehingga
mudah terbakar jika wilayah itu dihajar “si jago merah”.
Selain itu, salah satu dinding
bangunan Balai desa telah roboh, karena di duga pekerjaannya asal-asalan
sehingga tidak bisa bertahan lama.
(dp-53)