Hukum dan KriminalUtama

Terbukti Jadi Korban Rekayasa Kasus Tipikor, PTDH ASN di Maluku “Cacat Substansi”

10
×

Terbukti Jadi Korban Rekayasa Kasus Tipikor, PTDH ASN di Maluku “Cacat Substansi”

Sebarkan artikel ini

Ilustrasi Peradilan
Ilustrasi Sidang Peradilan / Foto : Istimewa

Ambon, Dharapos.com – Perjuangan mantan ASN Kota Tual, Provinsi
Maluku Aziz Fidmatan mengungkap fakta kriminalisasi oleh sebuah proses hukum
rekayasa yang berujung dirinya dibui hingga putusan pemecatan tidak dengan
hormat (PTDH) yang diterimanya kini terungkap nyata.

Tabir soal Jaksa merekayasa “Alat
Bukti Kasus Korupsi” kini terungkap terang benderang setelah 7 tahun tertutup
rapat. Pemecatan dirinya pun terbukti “Cacat Substansi”.

Azis Fidmatan bersama 3 rekan
lainnya (Panitia) ditugaskan mengerjakan proyek pembangunan Unit Sekolah Baru
(USB) SMA Negeri Tayando Tual pada Tahun Anggaran 2008.

Sebelumnya, panitia pembangunan
yang diketuai Akib Hanubun dibentuk merujuk SK Wali Kota Tual pada 14 Oktober
2008 dan selanjutnya berangkat ke Ambon minggu ke empat pada bulan yang sama
untuk meneken Surat Perjanjian (MoU) antara Ketua Panitia dan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) pada proyek dimaksud yaitu Syukur Moni.

Seusai teken MoU, panitia kembali
ke Tual dan mulai melaksanakan pekerjaan pada November 2008.

Untuk diketahui, sesuai Pedoman
Block Grand SMA, proyek pembangunan USB SMA Tayando Tual memberlakukan sistem
Sharing Dana antara Pemerintah pusat melalui Dinas Dikbud Maluku dan Pemerintah
Kota Tual yang kemudian dituangkan dalam surat perjanjian Oktober 2008.

Rinciannya, dana pusat bersumber
dari APBN sebesar Rp1.240.000.000 (75 persen) dimana Rp910.000.000 adalah biaya
konstruksi serta dana sharing dari Pemkot Tual sebesar Rp310.000.000,- (25
persen).

Singkatnya, proyek sekolah di
pulau 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal) ini mulai dikerjakan hingga rampung 90
persen pada November 2009, dan mulai dimanfaatkan pada 2010.

Fakta penting yang perlu publik
ketahui bahwa kenapa proyek tersebut tidak rampung 100 persen? Jawabannya:
Pemkot Tual tidak mencairkan “Dana Sharing” 25 persen sebesar Rp310.000.000,- meski
telah dituangkan dalam surat perjanjian (MoU).

Berulang kali upaya Panitia
meminta dana itu namun tak juga dicairkan bahkan kabarnya sama sekali tidak
dianggarkan meski Pemkot Tual telah menyepakati dalam MoU namun kemudian ingkar
janji.

Di 2015, panitia pembangunan kemudian
merampungkan seluruh pekerjaan sisa dengan menggunakan biaya pribadi sebesar
Rp172 juta. 

Namun yang mengejutkan, pada awal
2016 Kejaksaan Negeri Tual malah memproses hukum panitia meski uang pribadi panitia
digunakan menuntaskan proyek dimaksud.

Dua ASN Kota Tual yaitu Aziz
Fidmatan (Bendahara Panitia) dan Akib Hanubun (Ketua Panitia) akhirnya divonis
penjara 2 tahun  pada pertengahan 2016
dan selanjutnya dipecat tidak dengan hormat (PTDH) dari statusnya sebagai ASN
pada 2019.

FAKTA BARU

Sekalipun kebohongan berlari
secepat kilat namun pada saatnya kebenaran pasti akan mengalahkannya. Motto
legendaris ini sangat pantas digaungkan karena telah terungkap fakta baru bahwa
Kasus Korupsi Pembangunan SMA Tayando Tual yang menjerat Aziz Fidmatan Cs
ternyata hanyalah sebuah rekayasa semata oleh Penegak Hukum.

Faktanya, 3 alat bukti utama pada
perkara korupsi SMA Tayando Kota Tual yaitu Surat Perjanjian (MoU) tertanggal
27 Juni 2008, kemudian diperkuat dengan Proposal Panitia pertanggal 18
September 2008 dan Engineer Estimate Pembangunan USB SMA Tayando Tual 2008 terbukti
adalah “Hasil Rekayasa”.

Mulanya, fakta ini terkuak
gara-gara Aziz Fidmatan mengajukan sengketa informasi atas keberadaan 2 alat
bukti masing-masing MoU 27 Juni 2008 (jadi alat bukti perkara korupsi) dan MoU
Oktober 2008. Komisi Informasi Maluku kemudian menggelar sidang di Pengadilan
Negeri Ambon pada 2021 hingga putusan pada Januari 2022.

Dalam perkara ini, Aziz Fidmatan
berstatus selaku pelapor dan Dinas Pendidikan Provinsi Maluku sebagai terlapor.

PUTUSAN HUKUM BARU

Singkatnya, Majelis Komisi
Informasi RI Provinsi Maluku memutus perkara dengan Nomor :
003/KI-Mal/KPTS/VII/2022 tanggal 20 Januari 2022 yang telah berkekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde) oleh karena tidak ada upaya banding kedua pelah
pihak.

Putusan eksekutorial yang setara
dengan putusan peradilan umum ini memerintahkan Dinas Dikbud Maluku (termohon)
untuk menyerahkan 2 dokumen masing-masing Surat Perjanjian Penggunaan Dana
Bantuan Imbal Swadaya (BIS) Unit Sekolah Baru (USB) SMA Nomor:
03/PPPM.SMA.USB/2008 tanggal 27 Juni 2008 serta satunya lagi surat perjanjian yang
ditandatangani pada Oktober 2008.

Menindaklanjuti, Dinas Dikbud
Maluku mengeluarkan rekomendasi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Maluku Tentang Pelaksanaan Putusan Komisi Informasi Maluku No.824.6/3888 Tahun
2022 tanggal 14 Juli 2022 pada poin (5) dan poin (6) berbunyi antara lain :

5. Salinan Surat Perjanjian Penggunaan Dana
BIS USB SMA Nomor : 03/PPPM.SMA.USB/2008 tanggal 27 Juni 2008 atas nama
B.A.Jamlaay, M,Ed selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tidak ditanda
tangani, tidak dapat diberikan kepada Pemohon Salinan Dokumen tersebut karena TIDAK PERNAH DITERBITKAN
dan/atau tidak ada salinan pada Termohon.“

6. Salinan Surat Perjanjian Penggunaan Dana
Bantuan Imbal Swadaya (BIS) Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri Tayando pada
Bulan Oktober 2008 tidak dapat diberikan karena tidak ditemukan dan/atau tidak
ada salinan pada Termohon.“

Ternyata, Surat Perjanjian
Penggunaan Dana BIS USB SMA Nomor : 03/PPPM.SMA.USB/2008 tanggal 27 Juni 2008
atas nama B.A. Jamlaay, M,Ed selaku PPK “TIDAK PERNAH DITERBITKAN” Dinas Dikbud
Maluku alias hasil rekayasa. Padahal surat perjanjian inilah yang jadi alat
bukti kasus tipikor oleh Jaksa Kejari Tual menghukum Aziz Fidmatan Cs.

Dalam fakta persidangan, rekayasa
tersebut yaitu PPK atas nama BA. Jamlaay (seharusnya Syukur Moni) dan Jabatan
Ketua Panitia Akib Hanubun yang baru ditunjuk jadi Ketua Panitia pada Oktober
2008.

Terungkap dipersidangan pula, BA
Jamlaay membeberkan saat itu ia didatangi oknum Jaksa Penyidik Kejari Tual
Heppies Notanubun yang memaksa dirinya untuk menandatangani MoU selaku PPK
namun BA Jamlaay menolak.

Untuk diketahui, Syukur Moni
ditunjuk sebagai PPK berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No.
716/A.A3/KU/2008 tentang Pengangkatan Pejabat Perbendaharaan/Pengelola Dana
Dekonsentrasi pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Tahun
Anggaran 2008.

Bahwa ternyata terungkap pula kemudian,
tak hanya surat perjanjian yang direkayasa, Proposal Panitia dan Enginer
Estimate pun turut direkayasa pula baik jabatan ketua panitia dan PPK BA. Jamlaay
yang seharusnya Syukur Moni. 

Dengan demikian, telah ada “PUTUSAN
HUKUM BARU”
setara dengan Putusan Peradilan Umum yang menyatakan “Alat Bukti”
yang digunakan dalam perkara Tipikor SMA Tayando Tual Tahun 2016 adalah bukan
produk Dinas Dikbud Maluku alias Hasil Rekayasa.

PEMECATAN AZIZ FIDMATAN “CACAT SUBSTANSI”

Setelah mengantongi Putusan
Majelis Komisi Informasi Maluku dan Rekomendasi Dinas Dikbud Maluku, Fidmatan kemudian
melapor ke Gubernur Maluku melalui Biro Hukum dan ditindaklanjuti Sekda Maluku atas
nama Gubernur melalui surat Nomor : 800/897/Setda Tanggal 30 November 2022 perihal
penyelesaian masalah Aziz Fidmatan.

Langkah yang sama pun dilakukan
ke Kementerian Hukum dan HAM RI serta Komisi Nasional HAM RI hingga dikeluarkan
rekomendasi bahwa PTDH Fidmatan mangandung “CACAT SUBSTANSI”.

1.      
Rekomendasi Kementerian Hukum-HAM RI melalui
Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia

Kementerian Hukum – HAM RI
melalui Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia mengeluarkan Surat Rekomendasi
Nomor : HAM-HA.01.03-128 721 tertanggal Oktober 2022 yang bersifat penting
terkait Informasi Tindak Lanjut Penanganan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi
Manusia.

Dalam poin 3 Rekomendasi tersebut
menyatakan PTDH Aziz Fidmatan selaku Penyampai Informasi (PK) mengandung suatu
kecacatan substansi atau kekeliruan secara administratif.

3)…….. Dalam hal Surat Keputusan PTDH mengandung
suatu kecacatan substansi atau kekeliruan secara administratif, Pejabat Tata
Usaha Negara yang berwenang dalam hal ini adalah Walikota Tual dapat mencabut
kembali keputusan tersebut melalui suatu keputusan tata usaha negara yang
memiliki kesetaraan yang sama atau dengan level keputusan yang lebih tinggi
(asas contrarius actus) dengan mencantumkan dasar hukum pencabutan dan
memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan ketentuan Pasal 64
jo. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan”.

Bahwa perlu dilakukan evaluasi
kembali terhadap Keputusan PTDH atas nama PK apakah dapat dikembalikan status
dan haknya sebagai Aparatur Sipil Negara sebagai bentuk perlindungan atas
keberlangsungan hidup agar dapat hidup dengan layak, serta untuk memenuhi rasa
keadilan karena yang bersangkutan telah menjalani hukuman yang diberikan oleh
negara.

Selanjutnya dalam proses evaluasi
keputusan PTDH agar pejabat pemerintah yang mengeluarkan keputusan PTDH
terlebih dahulu melakukan koordinasi dan konsultasi kepada Badan Kepegawaian Negara
dalam rangka kelancaran proses pengaktifan kembali status PK sebagai Aparatur
Sipil Negara.

Surat Rekomendasi ditandatangani
secara elektronik oleh Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, Mualimin Abdi/NIP: 196211211982031001.

2.      
Komisi Nasional HAM RI

Komisi Nasional HAM RI melalui
Perwakilan Maluku lewat surat Nomor : 032/PM 03.00/3.5.5/II/2023 tertanggal 16
Februari 2023 bersifat segera yang ditujukan ke Wali Kota Tual, pada poin 3
mempertegas rekomendasi Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum
– HAM RI Nomor : HAM-HA.01.03-128 721 tertanggal Oktober 2022 bahwa PTDH Aziz
Fidmatan “Cacat Substansi”.

3)… Rekomendasi Direktorat Jenderal Hak
Asasi Manusia Kementerian Hukum – HAM RI Nomor : HAM-HA.01.03-128 721
tertanggal Oktober 2022 dalam hal Surat Keputusan PTDH mengandung suatu
kecacatan substansi atau kekeliruan secara administratif, Pejabat Tata Usaha
Negara yang berwenang dalam hal ini adalah Walikota Tual dapat mencabut kembali
keputusan tersebut melalui suatu keputusan tata usaha negara yang memiliki
kesetaraan yang sama atau dengan level keputusan yang lebih tinggi (asas
contrarius actus) dengan mencantumkan dasar hukum pencabutan dan memperhatikan
asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan ketentuan Pasal 64 jo. Pasal 71
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan”.

Sehubungan dengan hal tersebut
dan mandat Pemantauan Komnas HAM dalam Pasal 89 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, kami (Komnas HAM) meminta keterangan dan informasi
saudara terkait upaya tindak lanjut penyelesaian masalah sdr Aziz Fidmatan yang
sudah dilakukan Pemerintah Kota Tual dalam rangka pengaktifan kembali sdr Aziz
Fidmatan sebagai PNS.

Kesimpulannya, Rekomendasi Dirjen
HAM Kementerian Hukum – HAM RI Nomor : HAM-HA.01.03-128 721 tertanggal Oktober
2022 yang juga ditegaskan Komnas HAM RI melalui Perwakilan Maluku bahwa Wali
Kota Tual diminta untuk berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN)
guna proses pengaktifan kembali Aziz Fidmatan sebagai PNS.

Terkait hal ini, Pengamat Hukum
Karel Riry, SH., MTH., M.Apt langsung menyoroti hal itu.

“Kalau kita melihat dari aspek penegakan hukum mestinya
Wali Kota Tual setelah dia memperoleh surat dari Gubernur Maluku untuk
mengembalikan Aziz Fidmatan dalam kapasitas hak konstitusionalnya yang sudah
dirampas sebelumnya, maka dia harus menjalankan itu. Artinya dia harus
mengembalikan posisi Aziz Fidmatan. Pertanyaannya, mengapa dia harus
mengembalikan? Karena Aziz Fidmatan dihukum berdasarkan fakta-fakta yuris yang
tidak pernah ada,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Minggu (12/3/2023). 

Riry kemudian menjelaskan terkait putusan Komisi Informasi
Provinsi Maluku.

“Ingat bahwa Peradilan Komisi Informasi adalah peradilan
yang sama dan setara dengan peradilan umum sehingga putusannya adalah bersifat
mengikat. Putusan Komisi Informasi bukan bersifat deklaratoir tapi putusan yang
memiliki sifat Eksekutorial,” urainya.

Bukti bersifat Eksekutorial, lanjut Riry, dimana Putusan
Komisi Informasi Maluku memerintahkan kepada 
termohon (Dinas Dikbud Maluku) untuk menarik dokumen-dokumen dari berbagai
pihak.

“Di dalam rekomendasi Dinas Pendidikan Maluku sebagai
bentuk menjalankan fungsi Eksekutorial disebutkan bahwa dokumen tidak bisa
ditarik dari berbagai pihak karena dokumen itu tidak pernah  dibuat oleh termohon dalam hal ini Dinas Pendidikan
Maluku. Itu membuktikan Dinas Pendidikan Maluku tidak pernah membuat
dokumen-dokumen yang dipakai menyeret Aziz Fidmatan ke dalam masalah hukum,” lanjutnya.

Dan ketika rekomendasi itu tidak ditindaklajuti berupa
proses pengaktifan kembali sebagaimana tertuang dalam surat Sekda Maluku, menyusul
kemudian Rekomendasi Dirjen HAM RI yang diperkuat surat Komnas HAM RI maka
disitulah letak perbuatan melawan hukum oleh Wali Kota Tual.

“Jadi Wali Kota Tual ini kalau dari aspek ketatanegaraan,
dia telah melakukan detournement de
pouvoir
(penyalahgunaan wewenang oleh alat Negara). Dan ujung dari yang dia
lakukan itu, mengakibatkan adanya Onrechtmatigedaad
(perbuatan melawan hukum) penguasa. Disitu letaknya,” tegasnya.

Kaitannya dengan itu, Alumnus Instituto
Mexicano del Seguro Social ini menegaskan peran Komnas HAM RI sangat penting sebagai
administratif fungsional selaku pihak yang merasa kepentingannya harus ada di
dalam untuk memperjuangkan hak konstitusional dari Aziz Fidmatan.

“Jadi Komnas HAM sekarang lebih berperan penting untuk
kemudian menunjukkan bahwa ada pelanggaran hak konstitusional oleh penguasa.
Komnas HAM dan juga aparatur terkait harus juga memberikan tekanan kepada Wali
Kota Tual bahwa apa yang dia lakukan itu adalah sebuah malpraktik administrasi.
Dia telah melakukan mal fungsional dalam aturan administratif. Jadi bukan mal
administratif, tapi mal fungsional administratif,” tekannya.

Untuk itu, Komnas HAM RI bersama dengan Ombudsman RI harus
memberikan tekanan mengingat Presiden melalui Kementerian Hukum – HAM RI dalam
hal ini Ditjen HAM RI sudah juga memberikan atensi terhadap kasus ini.

Riry kemudian menyoroti arogansi Wali Kota Tual yang secara
jelas melawan perintah Negara dan yang sebenarnya tidak diketahui tujuannya untuk
apa ?

“Kalau menurut saya seharusnya Wali Kota Tual sudah harus
diberi terguran keras oleh Gubernur atau paling kurang oleh Kementerian Dalam Negeri.
Dan kalau sekarang dia tidak mau menjalankan fungsi fungsional untuk
mengembalikan status ASN Aziz Fidmatan, Gubernur sebagai seksi kepegawaian di
provinsi bisa ambil alih atau langsung diambil alih oleh Kementerian PAN-RB
untuk kembalikan hak konstitusional Aziz Fidmatan,” pungkasnya.

Sementara itu, Aziz Fidmatan yang dikonfirmasi, Minggu
(12/3/2023) mengaku hanya tinggal menunggu proses pengaktifan dirinya kembali
sebagai ASN.

“Saya hanya menunggu itu saja, karena semua sudah jelas
bahwa pemecatan saya terbukti cacat substansi atau kekeliruan administrasi dan
itu rekomendasi Negara melalui Dirjen HAM RI Kementerian Hukum-HAM RI bukan
karangan saya,” pungkasnya.

(dp-16)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *