![]() |
Ilustrasi Kekerasan Polisi |
Ambon,
Slogan Polri sebagai Pengayom, Pelindung dan Pelayan Masyarakat tampaknya hanya sebuah pemanis bibir semata. Buktinya, sejumlah oknum anggota polisi tanpa belas kasihan, dengan teganya menyiksa anak di bawah umur, yaitu MA (16), siswa pada salah satu SMA di Kota Ambon.
Perlakuan anarkis oknum-oknum polisi ini diduga lantaran emosi dengan MA yang dituding melakukan pelecehan seksual terhadap anak FS, salah satu Anggota Polisi di daerah ini yang berumur 5 tahun, sebut saja Bunga. Peristiwa penyiksaan ini terjadi pada 11 November 2013 lalu.
Menurut orang tua MA, tudingan itu tidak beralasan yang menjurus pada fitnah. Pasalnya, hasil visum et repertum yang dikeluarkan dokter menyebutkan bahwa tidak adanya robekan atau keanehan pada alat vital Bunga.
Sayangnya, orang tua Bunga sudah terlanjut melaporkan MA ke polisi untuk diproses hukum. Bahkan, MA sempat dihajar hingga babak belur baru kemudian dibawa ke Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease untuk dibuat laporan polisi.
Orang tua Bunga menuding MA telah melakukan perbuatan cabul dengan memasukan jari ke alat vital anaknya padahal, perbuatan itu sama sekali tidak pernah dilakukan oleh MA.
Bahkan, untuk menutupi tindakan penganiayaan itu, istri FS, mengajari Bunga untuk nantinya mengatakan iya dihadapan petugas kepolisian bahwa seolah-olah MA memang benar melakukan pencabulan terhadap Bunga.
Kronologisnya, MA ditangkap di rumahnya, di Desa Passo, sekitar pukul 19.00 WIT oleh FS, oknum polisi sekaligus orang tua Bunga bersama beberapa rekannya yang saat itu berpakain preman. Dalam perjalanan menuju Mapolres Ambon, ketika sampai di kawasan Jembatan Merah-Putih, Galala, MA dianiaya oleh sejumlah oknum polisi sementara tidak sedikit pun MA diberikan kesempatan untuk membela diri.
Ini disampaikan orang tua MA di Pengadilan Negeri Ambon. Mereka menilai perbuatan para oknum polisi ini sangat tidak manusiawi, bahkan sudah merupakan perbuatan pelanggaran hukum, apalagi MA masih anak di bawah umur.
Pihak Praktisi Hukum menilai perbuatan sejumlah oknum polisi kepada MA telah menyalahi Kode Etik Polri. Bahkan tanpa sadar, mereka bukannya menegakkan hukum malahan melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP, yaitu Penyiksaan terhadap Anak di Bawah Umur. Mereka juga bisa dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Informasi yang dihimpun media ini, MA kini sementara ditahan di Rumah Tahanan Waiheru dan sejak Senin (6/1) lalu dan Kamis (15/1), telah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Ambon. Dari bocoran dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang diperoleh media ini, disebutkan bahwa MA telah melakukan perbuatan pencabulan terhadap Bunga yang mengakibatkan alat vitalnya berdarah.
Namun anehnya, dalam dakwaan itu juga, JPU memasukan hasil visum et revertum yang menyebutkan, terjadi kemerahan (pada sekitar alat vital bunga), tanpa menjelaskan apakah kemerahan itu adalah darah ataukah bukan.
Pihak Kuasa Hukum MA menegaskan, akan membuat permohonan kepada Majelis Hakim untuk dilakukan tes DNA guna membuktikan apakah benar itu darah Bunga atau darah orang lain.
Sebab, jika itu darah Bunga maka sudah tentu dari hasil visum dokter akan menjelaskan, berapa diameternya sampai panjang dan lebarnya. Tentu juga akan dijelaskan secara pasti dalam visum itu bahwa alat vital Bunga mengalami robek, tapi ternyata tidak ada sama sekali alias alat vital Bunga masih utuh.
“Saya akan minta Majelis Hakim untuk tes DNA terhadap klien saya (MA) dan korban (Bunga). Saya juga akan melaporkan ke Mabes Polri atas tindakan oknum-oknum polisi yang telah menyiksa klien saya, karena yang mereka lakukan adalah pidana murni yang sengaja disembunyikan,” tegas pengacara senior yang tak mau disebutkan namanya itu, di Kantor Pengadilan Negeri Ambon (**)