Politik dan Pemerintahan

Wagub : Penerima Ganti Rugi Konflik 1999 adalah Korban Kerusuhan

96
×

Wagub : Penerima Ganti Rugi Konflik 1999 adalah Korban Kerusuhan

Sebarkan artikel ini

Wagub Orno%252C Korban Konflik Maluku
Wagub Maluku Barnabas Orno saat mengikuti Rakorsus tingkat Menteri secara virtual di ruang rapat lantai II Kantor Gubernur, didampingi pimpinan dinas terkait, Kamis (5/8/2021)

Ambon, Dharapos.com
– Wakil Gubernur Barnabas Nathaniel Orno menegaskan, sebaiknya ada keterangan
valid dari Pemerintah daerah hingga di tingkat RT/RW, perihal penerima ganti
rugi konflik kerusuhan 1999 di Maluku adalah benar-benar korban kerusuhan.

Hal itu
disampaikan pada pembahasan koordinasi pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA)
mengenai penggantian kerugian Rp 3,9 triliun bagi pengungsi kerusuhan Maluku
tahun 1999, Kamis (5/8/2021).

“Paling
tidak ada keterangan dari pemda maupun RT/RW, bahwa benar-benar yang
bersangkutan (Penerima ganti rugi) adalah korban kerusuhan,” kata Wagub
saat mengikuti Rakorsus tingkat menteri secara virtual di ruang rapat lantai II
Kantor Gubernur, didampingi pimpinan dinas terkait.

Rakorsus
tersebut dipimpin langsung Menko Polhukam Mahfud MD dan diikuti beberapa
kementerian lainnya, antara lain Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan Mendagri Tito Karnavian.

Menurut
Wagub, Pemprov Maluku pada prinsipnya tetap patuh terhadap keputusan Mahkamah
Agung (Inkrah). Namun saat akan dilakukan pembayaran, pemerintah sebaiknya
memiliki data valid tentang penerima ganti rugi. Hal itu untuk mengantisipasi
adanya aduan dari sejumlah oknum tertentu atau para korban konflik menyangkut
sudah atau belum terteranya nama mereka sebagi penerima ganti rugi.

“Di
khawatirkan justru pada saat pembayaran, ada yang belum terdata padahal
pengungsi beneran tapi ada yang sudah terdata tapi belum tentu pengungsi
beneran,” sambungnya.

Atas dasar
itu, bagi mantan Bupati MBD tersebut, perlu ada pertimbangkan secara teknis
sebelum dilakukan pembayaran. Wagub pun setuju, bila uang ganti rugi diberi
langsung kepada pengungsi atau titip sementara di pengadilan.

Sementara
itu, Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mengungkapkan, pihaknya sedang menyiapkan
dokumen prihal proses bayar ganti rugi kepada korban tragedi kerusuhan Maluku.

Hal itu
menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan peninjauan
kembali (PK) pemerintah terkait gugatan class action atau gugatan perwakilan
kelompok yang diajukan para korban kerusuhan Maluku pada 1999.

“Kami
siap untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan untuk ikut mendukung
percepatan dan keberhasilan pelaksanaan tindak lanjut pengadilan ini,”
katanya melalui rilis Kemendes PDTT hari ini.

Seperti
diketahui, jumlah uang tersebut terdiri dari bahan bangunan rumah (BBR)
sejumlah Rp 15 juta dan uang tunai Rp 3,5 juta untuk masing-masing pengungsi
sebanyak 213.217 kepala keluarga.

Adapaun
Kerusuhan Maluku yang dimaksud adalah konflik etnis-politik yang melibatkan
agama di kepulauan Maluku, khususnya pulau Ambon dan Halmahera, konflik ini
bermula pada era Reformasi awal 1999 hingga penandatanganan Piagam Malino II
tanggal 13 Februari 2002.

Penyebab
utama konflik ini adalah ketidakstabilan politik dan ekonomi secara umum di
Indonesia setelah Soeharto tumbang dan rupiah mengalami devaluasi selama dan
seusai krisis ekonomi di Asia Tenggara.

Rencana
pemekaran provinsi Maluku menjadi Maluku dan Maluku Utara semakin memperuncing
permasalahan politik daerah yang sudah ada. Karena permasalahan politik
tersebut menyangkut agama, perseteruan terjadi antara umat Kristen dan Islam
pada Januari 1999.

(dp-19)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *