Dobo, Dharapos.com – Bupati Kepulauan Aru Timotius Kaidel bersama Anggota DPR RI Mercy Barends menghadiri acara Semarak Budaya 2025 yang digelar, Sabtu (26/10/2025).
Turut hadir, para pimpinan Organisasi Kemasyarakatan, organisasi Pemuda dan Wanita, tokoh masyarakat, pemuka agama, adat, pemuda dan tokoh Perempuan serta tamu undangan lainnya.
“Atas nama Pemerintah Kabupaten Daerah, saya menyampaikan ucapan selamat datang kepada saudari Mercy Barends dan jajaran, yang telah menyempatkan waktu untuk datang ke daerah kita bersama. Dan terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam rangka mempersiapkan acara ini,” ucap Bupati Timo mengawali sambutannya.
Dikatakan Bupati Aru, berbicara tentang”Semarak Budaya,” maka sering kali yang terbayang tarian indah, musik yang merdu, atau pakaian adat yang megah.
“Tentu, itu adalah manifestasi yang wajib kita lestarikan. Namun, izinkan saya mengajak kita merenung lebih dalam: Apa makna sejati kebudayaan bagi Kepulauan Aru?” imbuhnya.
Kebudayaan, lanjut Bupati Aru, bukanlah sekadar komoditas untuk tontonan turis.
Budaya adalah sistem nilai dan peta jalan yang dibentuk oleh ratusan generasi, yang mengajarkan manusia cara hidup yang benar, cara berinteraksi dengan alam, dan cara menyelesaikan konflik dengan bijaksana.
“Mari kita sejenak berdialog dengan masa lalu. Sejarah kita bukan hanya tentang tanggal dan peristiwa, melainkan tentang nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur. Dua pilar utama yang membentuk karakter Aru adalah hubungan kita dengan alam dan hubungan kita dengan sesame,” rincinya.
“Maka ketika kita berbicara tentang Aru, kita berbicara tentang air dan hutan. Karena para leluhur kita telah mengajarkan cara hidup berkelanjutan yang sangat maju, jauh sebelum dunia mengenal istilah sustainable development,” sambung Bupati Timo.
Ia lantas merujuk pada praktik SASI.
SASI adalah sistem larangan adat, entah itu di laut untuk komoditas seperti teripang, atau di darat untuk hasil hutan tertentu. SASI adalah hukum konservasi yang djalankan dengan kepatuhan spiritual.
“Ketika SASI dibuka, kita merayakan panen raya, bersyukur kepada Leluhur/Tuhan atas rezeki yang diberikan,” sahutnya.
Lebih lanjut, jelas Bupati, Kepulauan Aru oleh para leluhur disebut Jargaria.
“Di sini, kita memiliki filsafat sosial yang kuat ‘Sitakaka Walike’. Ini adalah esensi persaudaraan, solidaritas, dan kebersamaan yang terjalin erat, melampaui sekat-sekat marga (fam) dan bahkan agama. Kita tahu, masyarakat Aru mayoritas memeluk Islam dan Kristen. Namun, dalam ritual adat, dalam setiap perayaan, kita selalu bersatu,” tegasnya.
Selain itu, kerukunan umat beragama di Aru adalah pondasi utama pembangunan.
“Ketertiban dan keamanan yang kondusif di Bumi Jargaria adalah kunci sukses kita. Ini bukan hanya tugas aparat, ini adalah tanggung jawab kolektif yang berakar dari Sitakaka Walike itu sendiri. Keharmonisan ini adalah kekayaan kita yang tak ternilai,” kembali tegasnya.
Bupati Timo menekankan pula bahwa sebagai wilayah kepulauan, Aru adalah bangsa maritim sejati.
“Budaya kita adalah budaya laut. Kita harus menggunakan acara budaya lainnya untuk mempromosikan Aru di kancah nasional dan internasional. Kita tunjukkan bahwa Aru, sebagai salah satu pulau terdepan, adalah benteng budaya yang kuat, yang aktif berkontribusi pada keragaman budaya Indonesia,” urainya.
Semarak budaya yang dilaksanakan ini berupa dialoag dan refleksi budaya adalah upaya meneguhkan jati diri sebagai putra-putri Aru.
“Ini adalah janji kita kepada leluhur dan amanah untuk anak cucu,” pungkasnya.
(dp-31)













