![]() |
Deerd Tabuni |
Papua, Dharapos.com
Setelah melakukan kunjungan kerja dari Komisi II DPR Papua ke Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, DPR Papua berkomitmen akan mengembalikan pembuatan batik Papua yang ada di Kota Pekalongan untuk diproduksi sendiri di tanah Papua.
Ketua Komisi II DPR Papua, Deerd Tabuni, SE menjelaskan, Batik Papua yang di kelola di Pekalongan mempunyai nilai yang sangat tinggi mengingat semua orang yang menggunakan batik Papua berasal dari Pekalongan sehingga DPR Papua berharap hal ini harus dikembalikan ke Papua.
“Ini merupakan identitas orang Papua dan dia harus kembali dan berdiri di Papua sehingga orang Papua sendiri yang mengolah batik tersebut sesuai nilai-nilai budaya yang ada di tanah Papua,” jelasnya kepada wartawan di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Dikatakan Tabuni, dari pertemuan yang dilakukan Komisi II DPR Papua dengan Pemkot Pekalongan dan pengusaha batik membuahkan titik terang kalau usaha batik tersebut akan dikembalikan ke Papua.
Jika industri ini dibangun di Papua, ujar dia, akan memberikan dampak yang sangat luar biasa baik bagi Pemerintah lewat Pendapatan Asli Daerah (PAD) namun yang terpenting adalah peningkatanan kreaktifitas masyarakat Papua dalam industri pembuatan batik seperti yang dilakukan di Pekalongan.
“Kami punya komitmen dan berharap kepada Diperindag Provinsi Papua untuk hal ini dianggarkan serta membantu dan mempermudah pengrajin-pengrajin batik untuk mendapatkan modal kerja,”jelasnya.
Untuk itu, pihaknya berharap batik Papua harus berdiri di Papua tahun 2015 menuju 2016 termasuk pembangunan pabrik petatas yang juga sangat memberikan dampak yang besar bagi masyarakat Papua dengan memanfaatkan potensi yang ada.
“Dengan berdirinya batik Papua maka identitas orang Papua akan kelihatan sehingga semua orang akan tahu batik Papua hanya berasal dari Papua dan itu sangat luar biasa karena dapat menunjang perekonomian di Papua,” ungkap mantan Ketua DPR Papua itu.
Ditegaskan, DPR Papua akan menelusuri perizinan yang diberikan terhadap pengolahan atau pembuatan batik Papua di Kota Pekalongan tersebut yang menurut informasi berawal dari komunikasi yang dibangun pihak-pihak secara perorangan dari Papua Barat namun DPR Papua belum tahu persis kesepakatan dan perizinan seperti apa yang dibangun.
“Jadi, dari pertemuan itu mereka sedikit menutup informasi soal perijianan kami akan komunikasi untuk mengetahui soal perijianan itu,”tegasnya.
DPR Papua Kunjungi Lokasi Baru Pembangunan Perum Damri
Sebelumnya, Panitia Kerja (Panja) pasar mama-mama Papua DPRP melakukan peninjauan langsung ke lokasi baru pembangunan Perum Damri yang berlokasi di jalan baru belakang pasar Youtefa, Kota Jayapura.
Wakil Ketua Panja Pasar Mama-mama Papua, Deerd Tabuni mengatakan, kunjungan yang dilakukan DPRP untuk melihat batas lokasi seluas 1,5 Hektar yang digunakan untuk pembangunan gedung Perum Damri yang sudah dibayar oleh Pemerintah Provinsi Kepada KKSS selaku pemilik tanah walaupun ada suku yang mengklaim memiliki tanah lokasi tersebut.
![]() |
Panja Pasar Mama-mama Papua DPRP saat melakukan kunjungan ke lokasi pembangunan gedung Perum Damri di belakang pasar Youtefa, Kota Jayapura |
“Kami DPR punya tugas untuk melihat persiapan seperti apa dan pemban
gunannya kedepan seperti apa. Kami menilai lokasi ini sangat strategis dan akan dilakukan pembangunan, kalau ada masyarakat yang merasa dikorbankan silakan menyelesaikannya di para-para adat,” kata Deerd usai melakukan penunjauan, Rabu (3/6).
Untuk itu, kata Tabuni, proses pembangunan gedung Perum Damri segera dilaksanakan karena pembangunan pasar mama-mama Papua ini sudah di rencanakan selama 15 tahun sehingga dengan landasan hukum dan kepemilikan yang ada pembangunan pasar mama-mama papua harus dilaksanakan.
“Kami lihat tanah dan statusnya sudah jelas maka beberapa waktu kedepan MoU dilakukan dan kegiatan ini jalan kalau ada sesuatu nanti di bicarakan secara kekeluargaan namun pembangunan ini tetap jalan,” ungkapnya.
Politisi Partai Golkar ini menambahkan, tanah ini sudah sah milik Pemerintah sehingga kalau ada pihak yang bersikeras terkait kepemilikan tidak mungkin, mengingat masalah tanah ini sudah selesai dan statusnya jelas yang telah dibayarkan 5 milyar rupiah lebih kepada piihak KKSS Papua selaku pemilik Tanah.
“Sudah selesai jadi pembangunan tetap jalan. Tidak ada alasan untuk pembangunan ini tertunda, kami sebagai orang Papua tidak mau ketinggalan dan pasar mama-mama harus berdiri dan pasar ini juga menunjukan identitas orang Papua ada di situ,”tegasnya.
Sementara itu, Sebner Fingkreuw yang mengklaim lokasi tanah tersebut masih milik suku Sanyi karena mereka tidak tahu siapa yang melepaskan tanah tersebut kepada Pemerintah yang kemudian dilimpahkan ke KKSS.
“Tanah kami sekitar 17 tahun yang lalu di bilang tanah ampere namun kami tidak tahu yang melepaskan tanah ini siapa. Kami tidak punya bukti tapi tanah ini menjadi bukti kalau ada dimana kita berpijak disitu tanah kami,” kata Sebner Fingkreuw.
Ketua Panja Pasar Mama-Mama Papua, Natan Pahabol menjelaskan, terkait lokasi pembangunan Perum Damri sudah tidak ada masalah dan selanjutnya Panja akan memediasi guna pelaksanaan MoU antara Pemerintah Provinsi dengan Perum Damri.
“Jadi, lokasi sudah ada kepastian tinggal melaksankan MoUdan kami akan usahakan dana dalam ABT dan dalam waktu dekat juga gubernur sebagai anak daerah akan meletakan batu pertama pembangunan pasar mama-mama Papua,” jelas Natan Pahabol.
Politis Gerindra Papua ini juga menegaskan, lokasi Perum Damri di belakang pasar Youtefa jelas miliki Pemerintah sehingga siapapun tidak boleh menghalang-halangi agenda pembangunan Pemerintah.
“Siapapun yang menghalangi agenda Pemerintah akan berhadapan dengan pihak berwewenang, kita panja punya tugas gedung pasar harus jadi ,” tegasnya.
(dp-30)