Dobo, Dharapos.com
Kegiatan pelatihan bagi Anak Putus Sekolah (APS) dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) Kementrian Sosial yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kepulauan Aru selama 28 hari sangat di apresiasi oleh masyarakat.
![]() |
Arens Uniplaita |
Pasalnya, ada 60 anak putus sekolah yang mengikuti pelatihan dan nantinya mereka dapat mengecap pendidikan seperti siswa lainnya.
Yang menarik dari kegiatan ini, Sekda Aru, Arens Uniplaita saat melakukan kunjungan kerja ke tempat kegiatan di perkampungan pelajar pada Sabtu kemarin, ketika sempat berdialog dengan beberapa anak dan menanyakan alasan mengapa hingga mereka tidak melanjutkan pendidikan, sontak kaget mendengar penjelasan mereka.
Kagetnya Uniplaita ini ternyata bukan karena mendapat penjelasan soal ketidakmampuan orang tua dalam membiayai pendidikan mereka, namun karena biaya pengambilan ijazah yang dianggap terlalu mahal.
Demikian pengakuan dari Christina Lusy dan Josepina Torip saat tatap muka dengan Sekda.
“Bapak, beta pu orang tua seng mampu bayar ijazah Rp 100.000 yang Kepsek minta, jadi beta barenti sekolah,” beber Christiany menjawab pertanyaan Uniplaita.
Ketika ditanya sekolah asal keduanya, Christiany mengatakan dirinya menyelesaikan studi di SD Negeri 6 Dobo pada tahun 2014 lalu, sementara Josepina mengakui menamatkan pendidikan di SD Negeri 2 Dobo juga pada tahun kemarin.
Mendengar pengakuan kedua anak tersebut, Uniplaita langsung naik pitam dan tanpa basa-basi dirinya langsung menghubungi Kadis Pendidikan Pemuda dan Olah raga, Jusup Apalem dan memerintahkan agar segera memanggil kedua kepsek yang melakukan pungutan biaya Ijazah tersebut.
“Pak Kadis tolong panggil Kepsek SD 6 dan SD 2, dan tanya mereka terkait pungutan ijazah 100.000 itu. Kalau dong seng mau kasih ijazah itu nanti beta yang bayar akan,” tegas Sekda.
Uniplaita menegaskan tidak dibenarkan adanya pungutan biaya bagi siswa saat mengambil ijazah karena itu hak mereka.
”Tidak dibenarkan kepala sekolah melakukan pungutan biaya bagi siswa yang mau mengambil ijazah karena itu adalah hak mereka dan jika kedapatan maka akan ditindak sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya kembali.
Pernyataan Uniplaita ini, memang patut di apresiasi, namun fakta berkata lain karena praktek pungutan biaya ijazah pada setiap jenjang di sejumlah sekolah masih saja terjadi. Bahkan tak tangung-tanggung pungutan biaya Ijazah lebih dari Rp 100,000,-
Padahal Menteri Pendidikan Annis Baswedan dalam anjurannya mengatakan jika ada sekolah yang melakukan pungutan bagi siswa yang mengambil ijazah maka Kepala Daerah setempat atau kepala Dinas harus memberikan sanksi tegas bila perlu dicopot dari jabatannya agar membuat efek jera bagi yang lainnya.
“Jika ada pihak sekolah atau kepseknya yang melakukan pungli bagi siswa yang udah tamat yang mau ngambil ijasah maka bagi kepala daerah atau dinas setempat harus member sanksi tegas sehingga membuat evek jerah bagi yang lain dan jelas itu menghambat proses pendidikan di Negara ini dan ini udah di himbau dari mentri sebelumnya,” kata Baswedan di Jakarta beberapa waktu lalu.
(dp-31)