Hukum dan Kriminal

Kapolres Diduga Petieskan Kasus WIL Oknum Anggota Polres Malra

11
×

Kapolres Diduga Petieskan Kasus WIL Oknum Anggota Polres Malra

Sebarkan artikel ini
Surat bukti LP Rahanra
Surat bukti tilang dan surat bukti panggilan
oleh Penyidik Polres Malra
 

Tual, Dharapos.com 
Kepala Kepolisian Resort Maluku Tenggara AKBP, Muhammad R. Ohoirat didesak menuntaskan kasus indisipliner yang melibatkan salah satu anggotanya bernama Brigadir. Polisi. J. N. Rahayaan.

Pasalnya, oknum Polisi tersebut terbukti telah menginjak adat istiadat dan budaya Larwul Ngabalin (Key) dan juga telah mencederai institusi Kepolisian RI dengan melakukan tindakan tak terpuji terhadap korban Ny. Susana Rahanra yang adalah istrinya sendiri.

Kepada Dhara Pos, Senin (1/6), salah satu keluarga korban, Agustinus Rahakbauw menegaskan oknum polisi J. N. Rahayaan telah merusak harkat dan martabat adat budaya Key di tanah Larwul Ngabalin.

“Aturan disiplin di Kepolisian melarang anggotanya melakukan hal-hal yang menurunkan kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah atau Kepolisian Negara RI sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 huruf (A) PP RI Nomor 02 Tahun 2003 tentang disiplin anggota Polri,” tegasnya.

Menurut pengakuan Rahakbauw, tindakan tak terpuji tersebut berawal dari pemasalahan surat tilang yang dialami Rahayaan.

Sebagaimana informasi yang di beberkan korban Ny. Susana Rahanra kepada dirinya bahwa pada Agustus 2014 Rahayaan datang menemuinya di kediaman mereka dan meminta uang sebanyak Rp 7 juta dengan alasannya mau mengikuti sidang di PN Tual karena dirinya kena tilang.

Tetapi ternyata persoalan blangko tilang No 3287380.B dan No 3287373.B dan No, 3293861.B  sebagai bukti akibat pelanggaran hanya ucapan dibibir Brigpol. Rahayaan.

“Ternyata uang tujuh juta rupiah tersebut bukannya dibawa untuk sidang, tapi di serahkan kepada piaran Rahayaan, salah satu pramuria karaoke, sehingga timbullah persoalan ini,” bebernya mengulangi pernyataan korban.

Namun akhirnya korban mengetahui dan menemukan bahwa suaminya telah menyerahkan uang tersebut kepada Wanita Idaman Lain (WIL) yang sedang menjalin hubungan dengan suaminya.

Akibatnya, sepanjang perjalanan tersebut korban telah di caci-maki dan difitnah bahkan kata-kata atau hal yang tidak pantas di lontarkan yang bersangkutan terhadap korban.

Bahkan diakui Rahakbauw, di depan anggota Provost Polres Malra, J.N. Rahayaan sempat melontarkan kata-kata kotor dan caci maki kepada korban.

“Ini sangat berbahaya, apalagi adat Key ini hanya dua, mati karena sanak saudara dan batas tanah. Dan perlu di ketahui bahwa yang di lakukan Rahayaan ini sangat memalukan kami sebagai pihak korban.
Untuk itu kami minta kepada Kapolres Maluku Tenggara dan Kapolda Maluku agar segera menindaklanjuti persoalan ini,” tegas Rahakbauw.

Akibat perbuatannya, Rahayaan juga sempat diseret ke sidang kode etik yang digelar di mako Polres Malra,  namun hingga saat ini, persoalan tersebut tidak pernah jelas penyelesaiannya.

“Kapolda Maluku harus bersikap tegas kepada yang bersangkutan, karena perbuatannya telah merusak harkat dan martabat Kepolisian Negara RI,” tegasnya kembali.

Apa pun yang terjadi, tandas Rahakbauw, Kapolres Malra harus segera diselesaikan persoalan ini dan apalagi Rahayaan pernah menantang keluarga korban dengan ucapan siapa yang bisa usut persoalan ini

“Kami punya harkat dan martabat. Jadi jangan pikir bahwa anda anggota jadi melakukan sesuatu dengan sesuka hati,” tandasnya.

Parahnya lagi, ungkap Rahakbauw, Rahayaan sampai hari ini telah pergi meninggalkan ke 3 anak dan seorang istri.

“Karena itu, sudah saatnya kami selaku sanak saudara mulai bertepuk dada untuk mengungkit persoalan ini, bahwa siapa pun dia yang berada di belakang J. N. Rahyaan  kami keluarga siap untuk menantang, karena kami menilai Polres Maluku Tenggara lamban menangani persoalan harga diri saudara kami yang di injak-injak oleh salah satu anggota Polres  Maluku Tenggara  atas nama Brigpol. Jefri N. Rahayaan,” cetusnya.

Maka patut di pertanyakan kepada Kapolres Malra dan jajarannya apakah kinerja Polisi seperti ini ataukah memang sengaja di diamkan alias dipetieskan.

“Karena masyarakat kecil siapa saja punya masalah polisi kejar sampai tuntas, tapi kalau anggota Polri punya masalah mereka pura-pura tidak tahu. Jadi, polisi harus bekerja yang profesional, agar di mata publik tidak merusak nama institusi kepolisian,” pungkasnya.


(dp-20)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *