![]() |
Workshop Perlindungan Hukum Bagi Jurnalis dan Media sebagai Impementasi UU No. 49 Tahun 1999 Menuju Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera Tahun 2015 |
Papua, Dharapos.com
Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, S.IP MH mengatakan, profesi jurnalistik menghadapi tantangan besar terlebih dalam era globalisasi membutuhkan moral dalam profesinya karena suatu kebebasan, termasuk kebebasan pers memiliki batasan sesuai Undang-undang yang berlaku.
Dikatakannya, Kode Etik Jurnalis (KEJ) merupakan kaidah penentu bagi para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya.
“Seorang jurnalis hendaknya memiliki wawasan yang luas, cerdas, dan terampil dalam menyampaikan, mengelola dan menyebarluaskan berita, artikel kepada masyarakat sehubungan dengan KEJ sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999,” kata Gubernur Papua dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Bidang Potensi dan Pembangunan Daerah Kansiana Salle, SH, saat membuka Workshop Perlindungan Hukum Bagi Jurnalis dan Media sebagai Impementasi UU No. 49 Tahun 1999 Menuju Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera Tahun 2015 di Hotel Aston, Jayapura, Senin (15/6).
Untuk itu, Gubernur Lukas Enembe juga meminta agar kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan atau media massa di Papua segera diselesaikan sampai tuntas karena pers merupakan mitra kerja Pemerintah.
Kebebasan pers yang terjadi, lanjut Enembe, turut serta memberikan andil bagi jurnalis dalam melaksanakan tugas kewartawanan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang memberikan pemahaman bahwa, kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan rakyat yang berasakan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum (Pasal 2).
“Kemerdekaan pers dijamin sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal pembukaan dan dalam Kode Etik Jurnalistik sesuai SK Dewan Pers No. 03/SK/DP/14/2006 didapati pernyataan kemerdekaan berpendapat, berekspresi dan pers adalah HAM yang dilindungi Pancasila, UUD 1945 dan Deklarasi HAM,”jelasnya.
Terkait dengan perlindungan hukum bagi jurnalis dan media, kata Lukas, setiap tindakan yang dilakukan membutuhkan moral dalam profesinya karena suatu kebebasan, termasuk kebebasan pers memiliki batasan, dimana batasan yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nurani seorang jurnalis dalam hal ini kebebasan pers bukan saja dibatasi oleh KEJ.
“Tapi tetap ada batasan lain yaitu ketentuan menurut UU dalam rangka turut-serta membangun Papua dalam konteks mewujudkan Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera,”kata mantan Bupati Kabupaten Puncak Jaya itu.
Sementara itu, Anggota Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menjelaskan, pers sebagai pilar demokrasi ada sebutan yang menggambarkan wartawan sebagai seekor “binatang” yang menggigit seperti yang tergambar lewat penyebutan “nyamuk pers” atau anjing penjaga atau watchdog. Pilar keempat selain eksekutif, legislatif, yudikatif (Trias Politika).
“Keberadaan dan fungsi pers di negara otoriratian dimana represi dan hegemoni kekuasaan terjadi lewat pikiran dan angan bawah sadar,”kata Yosep Adi Prasetyo saat menyampaikan dalam workshop Perlindungan Hukum Bagi Jurnalis dan Media sebagai Impementasi UU No. 49 Tahun 1999 Menuju Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera.
Untuk kebebasan pers di Papua saat ini, kata Yosep, masih banyak dipertanyakan karena perusahaan media tidak berlangsung berdasar prinsip ekonomi (efesien dan efektif), ekonomi media makin buruk, ketergantungan tinggi terhadap bahan-bahan produksi yang dipasok dari luar, kualitas SDM di bidang jurnalistik masih rendah dan jauh dari standar profesional, tak banyak lagi bantuan lembaga donor kepada media, banyak media terbit ala kadarnya.
“Peran ideal sebagai kontrol karena wartawan dan media berfungsi sebagai sarana kontrol (watchdog) publik bagi penyelenggaraan kekuasaan, dinamika dan praktek bisnis,”ujarnya.
Ketua PWI Papua Abdul Munib, dalam materi workshopnya menjelaskan, media merupakan salah-satu sarana perubahan dan kemajuan masyarakat dan negara karena media berfungsi menyebarluaskan informasi, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi masyarakat, meluaskan komunikasi sosial dan partisipasi masyarakat.
“Demikian signifikasi dan strategisnya fungsi media maka seyogyanya media harus mendapat perlindungan hukum,” cetusnya.
(dp-30)