Daerah

Kerja Amburadul, Pembangunan Talut Tidak Ada Papan Nama Proyek

37
×

Kerja Amburadul, Pembangunan Talut Tidak Ada Papan Nama Proyek

Sebarkan artikel ini
Dobo,
Proyek pembangunan Tembok Penahan Ombak (talut) sepanjang 414 meter di pantai Dusun Marbali, Desa Wangel, Kecamatan Pulau-pulau Aru yang ditangani CV. Fani Jaya, terkesan amburadul.

talut penahan ombak
Ilustrasi Tembok Penahan Ombak

Pasalnya, proyek senilai miliaran rupiah yang dibiayai dengan Dana APBD Provinsi Maluku Tahun 2013, dikerjakan tidak sesuai dengan  perencanaan.
Dicontohkan, bahan material pasir yang seharusnya  diambil dari pasir kering dengan kadar zat garam yang  relatif rendah, namun yang terjadi adalah  galian yang nota benenya adalah pasir basah yang kandungan zat garamnya sangat tinggi dipakai  kembali untuk dijadikan bahan campuran dengan semen.
Yang lebih anehnya lagi, proyek  “Gede“ ini pun tidak ada papan nama proyek sebagaimana lazimnya.
“Kami didesak  oleh Pak Dany, pengawas proyek dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Maluku untuk harus kerja secepatnya sementara  bahan material berupa pasir dan batu  dan air tidak disediakan. Akhirnya, kami punya inisiatif sendiri untuk  mengambil  material yang ada di sekitar lokasi kerja, walaupun kami tahu bahwa itu tidak  layak untuk dipakai “ kata Ulis Pasak, Kepala Tukang  proyek tersebut kepada awak media ini, di Dobo, pekan kemarin.
Lebih lanjut, Pasak  katakan, dirinya sangat menyesalkan sikap pengawas dari PU Provinsi Maluku yang memecat dia dengan anak buahnya tanpa ada alasan yang jelas.
Kalaupun mereka di pecat lantaran mengunakan pasir bekas galian, kata Pasak, itu bukan salah mereka karena pihak kontraktor tidak menyiapkan bahan material.
“Lagi pula itu berarti pengawas PU Provinsi Maluku juga lalai menjalankan fungsi pengawasannya,” katanya.
Dirinya juga  mengatakan pada tanggal 23 Desember 2013, dia mengambil panjar untuk kebutuhan mereka, menjelang hari Raya Natal dan Tahun Baru. Namun, setelah mereka kembali pada tanggal 28 Desember 2013, untuk melanjutkan pekerjaan, ternyata dia dan anak buahnya sudah tidak dizinkan oleh pengawas untuk melanjutkan pekerjaan alias di PHK secara sepihak.
“Saya heran, kami diberhentikan dari pekerjaan oleh pengawas dari Dinas PU Provinsi Maluku dengan alasan yang tidak jelas dan tepat,”herannya.
Menurut Pasak, seharusnya yang mempunyai wewenang untuk  memecat mereka adalah Direktur CV. Fany Jaya. Karena, kata  Pasak, dia yang menandatangai kontrak kerja dengan dengan pimpinan CV, bukan dengan Pengawas PU Provinsi Maluku, yang nota bene bertugas hanya untuk mengawasi jalannya kegiatan proyek dilapangan.
Lebih lucunya lagi, lanjut Pasak, pada saat dia selaku kepala tukang melakukan negosiasi terkait dengan upah kerja dengan pimpinan CV. Fani Jaya, disepakati Rp 300.000 per meter  hingga  pekerjaan itu rampung seluruhnya.
Namun  aneh bin ajaib, ketika dia dan anak buahnya diberhentikan sepihak dari pekerjaan tersebut,  upah  kerja hasil kesepakatan itu jatuh harga hingga Rp 75.000 per meter.
”Saya  sepakat dengan Pimpinan CV, upah kerja mereka Rp.300.000,- per meter namun ketika kami di PHK sepihak, nilainya turun hingga Rp. 75.000 per meter, inikan aneh,” tegasnya.
Karena itu, Pasak meminta pengawas  agar upah kerja mereka dibayar sesuai  kesepakatan dengan kontraktor  dan nantinya akan dibagi dua dengan sang pengawas, namun yang bersangkutan menolak.
“Saya minta tolong ke pengawas, kalau bisa , upah kerja kami dibayar full sesuai kesepakatan saya dengan  kontraktor. Biar nanti kami bagi dua, namun dia (pengawas-red)  tetap menolak,“ ujarnya.
Sementara itu,  ketika persoalan ini dikonfirmasi dengan pihak  CV. Fani Jaya, pimpinannya tidak berada di tempat sebagaimana yang disampaikan Utah Renmaur,  salah satu staf perusahaan.
“Bapak sementara ini lagi sedang keluar daerah,“ katanya.
Diakui Renmaur, bahwa alasan pemecatan yang dilakukan oleh  pengawas dari PU Maluku adalah karena mereka menggunakan pasir bekas galian yang  kadar garamnya sangat tinggi itu untuk dipakai sebagai bahan material.
“Mereka kena pemutusan hubungan kerja karena menggunakan pasir bekas galian sebagai bahan material, “ akunya.
Hal senada juga dikatakan oleh Dany, Pengawas Proyek dari Dinas PU Promal  ketika dihubungi melalui telepon selulernya.
Dia menambahkan, mereka juga sering meminta panjar sementara tidak ada  kemajuan dan perkembangan volume pekerjaan dilapangan.
Disinggung tentang papan nama proyek yang belum terpasang di lokasi pekerjaan, dengan santai dirinya menjawab  papan proyek belum terpasang karena belum cetak.
Namun, ketika  kru media ini meminta  identitas dan alamatnya yang jelas di Dobo, pengawas proyek dari Dinas PU Provinsi Maluku  itu,  sontak saja mengelak dengan logat Maluku yang kental.
“Bu … beta seng ada marga, deng beta juga seng tau tinggal di kompleks mana,“elaknya.(ew)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *