![]() |
Melki Frans |
Saumlaki, Dharapos.com
Sejumlah tokoh masyarakat Tanimbar Utara (Tanut) yang tergabung dalam tim pemekaran Kabupaten Kepulauan Tanut bersama masyarakat adat di kepulauan tersebut melaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) masyarakat adat Tanut yang diakhiri deklarasi bersama.
Mubes dan deklarasi dimaksud sebagai simbol bersatunya masyarakat di wilayah itu guna mendesak Pemerintah Pusat untuk memekarkan wilayah mereka menjadi kabupaten defenitif terlepas dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Kedua momen tersebut dilaksanakan di kota Larat, Kamis (26/2) dengan menghadirkan pimpinan komisi A DPRD Provinsi Maluku dan 6 orang anggota komisi beserta 1 orang anggota DPRD kabupaten MTB.
Ketua Komisi A DPRD Provinsi Maluku, Ir. Melkias Frans dalam sambutannya mengatakan DPRD Maluku, lebih khusus Komisi A merasa tersinggung atas ketidakhadiran Pemerintah Provinsi Maluku dan Bupati MTB dalam Mubes tersebut meskipun sebelumnya telah diundang oleh panitia.
Hal ini disampaikannya saat diminta untuk membuka Mubes tersebut oleh karena ketidakhadiran Bupati.
“Semestinya Bupati MTB yang membuka kegiatan ini, dan oleh karena ketidakhadiran Bupati maka DPRD merasa tersinggung. Nah, oleh karena Bupati tidak hadir maka tidak salah juga kalau kami yang adalah wakil rakyat membuka kegiatan ini. Wakil rakyat juga adalah anak adat sehingga tidak salah,” sesalnya.
Selain kekesalan terhadap ketidak hadiran Pemkab maupun Pemprov dan DPRD kabupaten MTB, Frans juga menyatakan kekesalannya terhadap Pemda MTB dan DPRD yang hingga saat ini belum mengeluarkan rekomendasi dukungan terhadap proses percepatan pemekaran Kabupaten Kepulauan Tanimbar Utara.
“Aneh kalau Tanimbar Utara mau dimekarkan tapi rekomendasinya tidak diberikan. Tanimbar Utara ketika nanti dimekarkan menjadi kabupaten defenitif itu tidak akan merugikan MTB karena dananya berasal dari pusat dan Provinsim,” bebernya.
Untuk itu, komisi A DPRD Maluku yang dipimpinnya sudah bulat tekad untuk tetap merekomendasikan pemekaran Tanut guna di paripurnakan dalam bulan Maret ini.
Dirinya tetap berharap agar Bupati MTB, Bitsael S. Temmar segera merevisi keputusan Bupati tahun 2003 lalu begitu pula hal yang sama perlu dilakukan oleh DPRD MTB terhadap keputusannya di tahun 2008 lalu.
“Andai kata sampai saat DPRD mengambil keputusan dan tidak ada rekomendasi Bupati maka tetap DPRD putuskan. Begitu pula dengan anggaran, jika tidak ada dukungan MTB maka konsekwensi anggarannya dilimpahkan ke APBD Provinsi Maluku,” tegasnya.
Persoalan pemekaran Tanut menjadi kabupaten defenitif terlepas dari kabupaten MTB belum lama ini telah ditanggapi oleh pemkab MTB.
Bupati MTB Drs. Bizael S. Temmar dalam pernyataannya seperti dikutip dari situs resmi pemkab MTB menyebutkan jika sekalipun isu itu sudah hangat dibicarakan, bahkan diberitakan sudah mendapat persetujuan DPR RI untuk dibahas, namun hingga saat ini Pemda Kabupaten MTB belum mendapat informasi ataupun dokumen tentang usulan pemekaran Tanut.
Hal ini mengindikasikan usulan tersebut dinilai cacat hukum karena tidak melalui mekanisme atau inprosedural, minimal aspirasi masyarakat Tanut disampaikan kepada Pemda Kabupaten MTB untuk selanjutnya diproses menurut aturan.
Pemekaran Tanut dinilai masih terlalu dini bahkan memaksakan kehendak, karena belum memenuhi salah satu syarat administrasi pemekaran sebuah wilayah. Minimal jumlah penduduk wilayah pemekaran ±100.000 jiwa, padahal jumlah penduduk Kabupaten MTB hingga Tahun 2012 menurut data Dukcapil ±112.000 jiwa.
Dari jumlah tersebut hampir 50.000 jiwa tersebar di wilayah Tanimbar Utara dan sekitarnya, sementara sebagain besar ada di Wilayah selatan Kabupaten MTB, belum lagi dana APBD Kabupaten MTB 90% masih tergantung APBN. Selain itu, potensi sumber daya alam kurang mendukung.
“Sampai saat ini Pemda MTB belum menerima usulan pemekaran Kabupaten Tanimbar Utara.
Semestinya wacana itu disampaikan ke Pemda MTB untuk dikaji berdasarkan aturan yang berlaku, bukan sekedar melemparkan isu. Selain pemekaran itu harus memenuhi persyaratan administrasi, salah satunya jumlah penduduk minimal seratus ribu jiwa penduduk, belum lagi Potensi Sumber Daya Alam harus mendukung, yang perlu dikaji bersama sehingga pemekaran ini tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” tandas Temmar seperti dikutip dari situs: mtbkab.go.id.
Dirinya berharap wacana ini tidak dijadikan lahan politik bagi kepentingan elit politik di daerah ini, karena jika itu terjadi maka lagi-lagi masyara lah yang dibodohi.
Untuk itu semua pihak diminta melihat persoalan ini berdasarkan fakta bukan membalikkan fakta.
(mon)