Nasional

Kantor Perwakilan OPM, Bentuk Dukungan Konspirasi Internasional

22
×

Kantor Perwakilan OPM, Bentuk Dukungan Konspirasi Internasional

Sebarkan artikel ini
Peresmian Kantor Perwakilan OPM di Oxford, Inggris

Integritas Indonesia sedang diuji, pelecehan terhadap kedaulatan bangsa ini kembali terjadi. Buktinya, kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford Inggris telah berdiri secara resmi pada 28 April 2013.
Hal ini jadi bukti nyata keterlibatan internasional untuk memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Wakil Ketua Komisi I DPR (membidangi luar negeri) Ramadhan Pohan mengindikasikan hal itu. Ada konspirasi internasional di balik ‘dukungan’ terhadap gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) tersebut.
“Kita waspada, Papua kini sedang dimainkan Internasional. Jelas ada konspirasi di sana,” tegasnya kepada wartawan, Senin (6/5).
Pohan menambahkan, ada upaya-upaya pembentukan opini internasional yang dilakukan untuk mengangkat isu Papua merdeka. Ia menilai, pemerintah Inggris saat ini sedang bermain api dengan bangsa Indonesia.
“Ada upaya Internasionalisasi isu Papua yang tidak pada tempatnya. Inggris sedang bermain api, dan isu kantor OPM ini bola ujian” tuturnya.
Dia meminta pemerintah tidak memble. Harus ada sikap tegas dari pemerintah Indonesia.
Waki Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengharapkan seharusnya pemerintah segera menyampikan protes keras secara resmi kepada perdana menteri Inggris dan Ratu Inggris.
“Karena Ingris sudah terlalu jauh menyampuri urusan dalam negeri kita,” ujar Priyo kepada wartawan di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/5).
Priyo mengatakan pemerintah harus memberitahu Duta Besar Inggris di Jakarta bahwa Indonesia bisa juga melakukan hal serupa kepada Inggris.
“Kita juga bisa melakukan hal yang sama kepada mereka,” tambah Priyo. Ia tidak sepakat jika Indonesia melakukan hubungan diplomatik kepada Inggris.
Ia menuding, Inggris telah melakukan intervensi terhadap kedaulatan Indonesia. Sikap pemerintah Inggris membuat tidak nyaman masyarakat Indonesia.
“Terus terang kami tidak senang dan nyaman terhadap pernyataan Inggris yang katanya bersahabat itu,” tegas Priyo.
Ketua Forum Komunikasi Muslim Penggunungan Tengah Papua Ismail Aso menilai kantor perwakilan OPM di Oxford merupakan gunung es dari perlakuan Jakarta terhadap Papua.
“Pemerintah abai dengan meninggalkan pola-pola dialog dalam menyelesaikan persoalan di Papua,” ujar Ismail saat dihubungi di Wamena, Papua, Senin (6/5).
Lebih dari itu, Ismail menilai, diplomasi internasional ala pemerintahan SBY berjalan lemah.
“SBY cenderung lemah dalam melakukan diplomasi internasional,” sebut Ismail yang juga bekas aktivis Forum Mahasiswa Syariah se-Indonesia (Formasi) itu.
Ia membandingkan pola diplomasi era Presiden KH Abdurrahman Wahid dengan Presiden SBY khususnya dalam merespons persoalan Papua. Menurut Ismail, Gus Dur secara terbuka memberi ruang dialog kepada masyarakat Papua namun tegas terhadap upaya intervensi dari dunia internasional.
“SBY sangat lemah. Persoalan Papua tidak hanya sekadar pendekatan kesejahteraan semata. Tapi dialog atara Jakarta dan Papua juga penting dilakukan,” tandas Ismail.
Sementara, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning, mengatakan, pembukaan kantor Free West Papua di Oxford tidak mencerminkan pandangan Pemerintah Inggris terkait masalah Papua.
Canning menegaskan, hal itu untuk menanggapi kecaman Pemerintah Indonesia terkait dengan pembukaan kantor Free West Papua di Oxford. Pandangan Dewan Kota Oxford, terutama visi Benny Wenda, warga Papua yang bermukim di Inggris, tidak mewakili pandangan negara itu.
Dalam pernyataannya, Senin (6/5, Canning melanjutkan bahwa Dewan Kota Oxford seperti halnya dewan-dewan lainnya di Inggris bebas mendukung tujuan apa pun yang mereka inginkan. Namun, dewan-dewan kota itu bukan bagian dari pemerintah.
“Segala bentuk tindakan mereka tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Inggris.”
Ia menegaskan bahwa posisi Pemerintah Inggris sudah jelas.
“Kami menghargai Papua sebagai bagian dari Indonesia dan kami ingin Papua mencapai kesejahteraan dan perdamaian, sama seperti provinsi-provinsi lainnya di seluruh Indonesia. Namun, kami juga sependapat dengan pernyataan perwakilan Komisi HAM PBB Navi Pilay pada Jumat (3/5) lalu yang mengatakan bahwa masih ada beberapa keprihatinan dugaan pelanggaran HAM di Papua yang harus ditangani. Namun, saya juga menyadari bahwa ada usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini, seperti halnya untuk mengatasi masalah ekonomi dan pembangunan sosial dan kami sepenuhnya mendukung usaha-usaha tersebut. Kami terus berkoordinasi dengan pihak-pihak yang ingin memajukan Papua, termasuk Gubernur Papua yang baru, Bapak Lukas Enembe, yang minggu lalu saya temui.”
Sebelumnya, Papua Merdeka membuka kantor perwakilan resmi mereka di Oxford, Inggris. Pembukaan kantor itu direstui langsung oleh Wali Kota Oxford Mohammed Abbasi dan anggota parlemen Andrew Smith serta mantan wali Kota Oxford, Elise Benjamin.
Keberpihakan Smith tersebut merupakan yang kesekian kalinya ditunjukkan kepada publik terhadap Papua Merdeka. Smith adalah pendiri sekaligus ketua forum Anggota Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP).
Kantor di Oxford tersebut, sebagaimana dirilis freewestpapua.org, diresmikan pada 28 April 2013 lalu. Disebutkan, keberadaan kantor itu akan semakin memperkuat upaya kampanye kemerdekaan Papua.
Sebab, dengan adanya kantor berarti akan bertambah pula staf yang bekerja di sana. Dari kantor inilah, mereka akan mengkoordinasikan gerakan dengan kantor pusat mereka di Port Moresby, Papua Nugini.
Dalam peresmian tersebut, Andrew Smith menyatakan komitmennya untuk mendukung gerakan Papua Merdeka. Wali Kota Oxford juga menyatakan hal serupa saat menggunting pita. Peresmian juga dihadiri oleh perwakilan dari Papua, Jennifer Robinson and Charles Foster dari International Lawyers for West Papua (ILWP), mahasiswa Oxford University, serta pendukung Papua Merdeka yang ada di Inggris dan Belanda.

Sumber: 
Dari berbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *