Feature

Dari Usaha Sol Sepatu, Bisa Sekolahkan Anak

22
×

Dari Usaha Sol Sepatu, Bisa Sekolahkan Anak

Sebarkan artikel ini
Dari Usaha Sol Sepatu, Bisa Sekolahkan Anak
Jamirudin

Ambon,
Maksud hati ingin melanjutkan sekolah ke tingkat  perguruan tinggi, namun Allah berkehendak lain.
Itulah yang dialami Jamirudin (44 Tahun), seorang yang berprofesi sebagai tukang sol sepatu yang menjalankan usahanya di lorong Terminal Mardika, Kota Ambon.
Awalnya, Jamirudin ingin melanjutkan pendidikannya dengan memutuskan untuk kuliah di Universitas Pattimura, Ambon. Sehingga, atas maksud tersebut, ia rela meninggalkan kampung halamannya di Buton, Sulawesi Tenggara menuju ibukota Provinsi Maluku ini. 
“Setelah tamat SMA di Buton, saya langsung berangkat ke Ambon untuk ikut tes di Unpatti. Dan, kebetulan juga ada saudara di Ambon, waktu itu tahun 1988,” urai Jamirudin menuturkan kisah perjalanannya kepada Dhara Pos saat ditemui di tempat usahanya, Terminal Mardika Ambon, Minggu (5/5).
Namun, apa yang menjadi cita-citanya untuk masuk kuliah kandas karena tidak lulus dalam tes masuk perguruan tinggi. Karena itu, ia memutuskan untuk membuka usaha.
“Karena nggak lulus, makanya saya langsung putuskan untuk buka usaha. Pilihan saya jatuh kepada pekerjaan sebagai tukang sol sepatu,” ungkapnya.
Jamirudin pun mengungkapkan satu pengalaman menarik yang dialaminya waktu pertama kali memulai usahanya.
“Saat itu, ada mahasiswa yang minta sepatunya diperbaiki. Cuma karena masih baru, jadi saya kerjanya agak lama, sampai keringat diingin. Lalu saya ditanya sama mahasiswa itu, masih baru ya,” katanya.
Ketika Jamirudin mengaku masih baru, ternyata sang mahasiswa itu pun memakluminya. Bahkan, respon si mahasiswa tersebut langsung saja membangkitkan semangatnya untuk menyelesaikan pesanan tadi.
Diakuinya, setelah peristiwa itu, dirinya menjadi berani untuk terus menjalani usaha tersebut hingga saat ini.    
Walaupun saat itu hingga tahun 1999 sebelum kerusuhan, ia dan teman-teman seprofesinya seringkali harus menghindar dari kejaran petugas dari kotamadya. 
“Tapi setelah kerusuhan, saya dan teman-teman sudah bisa kerja dengan tenang. Kami hanya bayar restribusi 1000 rupiah per hari,” tandas Jamirudin.
Selain itu, sempat terbersit dalam pikirannya bahwa pekerjaan ini adalah pekerjaan yang hina. Alasannya, karena yang dikerjakan adalah sepatu yang kotor maupun alasan lainnya. Namun, pemikiran tersebut langsung ditepisnya pada saat itu.
Malah, hasil yang diperoleh dari usaha tersebut, diakui Jamirudin, hingga saat ini dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Karena dalam sehari pasti ada yang didapat, belum pernah tidak ada hasilnya.
“Kalau dalam sehari paling sedikit bisa dapat Rp.60.000,- jadi belum pernah terjadi dalam satu hari nggak dapat apa-apa, pasti ada saja. Apalagi, kalau hari Natal atau Lebaran, satu hari bisa dapat Rp.200.000, jadi tergantung harinya,” jelas Jamirudin yang biasanya rutin setiap bulan mengirimkan uang untuk keluarganya melalui Bank BRI.
Bahkan, kedua anaknya hasil dari perkawinannya dengan seorang gadis asal Buton, berhasil ia sekolahkan dari hasil usaha yang digelutinya selama 25 tahun. Yang tertua, saat ini duduk di bangku SMK kelas 2 sedangkan yang kedua, duduk dikelas 5 SD. Keduanya menetap bersama ibunya di Buton.  
Faktor biaya menjadi alasan kenapa keluarganya ditinggalkan di Buton, sehingga dirinya memutuskan untuk merantau sendiri ke Ambon.
“Pertimbangan saya, karena anak saya sudah besar dan tentunya harus punya kamar sendiri. Sementara kamar saya saja biayanya 250ribu apalagi kalau tambah dua kamar lagi untuk kedua anak saya,” jelas Jamirudin yang saat ini indekos di belakang Masjid Alfatah Ambon.
Diakuinya, dalam setahun biasanya dua kali ia pulang ke kampung halamannya di Buton untuk menemui keluargannya. Salah satunya pada saat mudik Lebaran walau seringkali harus merayakan lebaran di atas kapal akibat terlambat berangkat karena banyak order yang harus diselesaikan.
Jamirudin pun memiliki harapan yang besar terhadap masa depan anak-anaknya.
“Harapan saya, anak-anak bisa menjadi orang yang berhasil nantinya. Saya sebagai orang tua hanya bisa bekerja, berdoa dan mensyukuri rezeki yang diberikan Allah melalui pekerjaan ini selama saya masih diberi kemampuan oleh Allah untuk bekerja,” tutupnya mengakhiri perbincangannya dengan Dhara Pos.(ajr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *