Daerah

Fakta Dibalik Proyek Jalan Atubul Da: Ketika Kepentingan Publik Tersandera Ambisi

185
×

Fakta Dibalik Proyek Jalan Atubul Da: Ketika Kepentingan Publik Tersandera Ambisi

Sebarkan artikel ini

Harapan yang Pudar di Jalan Berdebu

Proyek Jalan Atubul Da2

Saumlaki, Dharapos.com – Di Atubul Da, masyarakat pernah menyambut gembira kabar pembangunan jalan baru yang akan menghubungkan desa mereka dengan wilayah lain.

Jalan yang selama ini menjadi tantangan besar di musim hujan—berlumpur, licin, dan sulit dilewati akhirnya mendapat perhatian melalui proyek yang didanai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK).

Namun, seiring berjalannya waktu, harapan mereka mulai pudar. Bukannya mendapatkan infrastruktur berkualitas yang tahan lama, mereka justru menyaksikan proyek yang dikerjakan dengan tergesa-gesa dan penuh kejanggalan.

“Saya lihat sendiri, pembersihan badan jalan tidak maksimal. Masih banyak debu dan material yang dibiarkan begitu saja sebelum lapisan aspal pertama diaplikasikan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

“Kalau begini, jalan ini pasti cepat rusak,” sambungnya.

Kekhawatiran warga bukan tanpa alasan.

Sebagai pengguna jalan utama yang menghubungkan Atubul Da dan Atubul Dol, mereka tahu betul bagaimana kondisi geografis di wilayah tersebut.

Jika proyek ini tidak dikerjakan dengan baik, jalan yang seharusnya bertahan lama bisa berubah menjadi rusak hanya dalam hitungan bulan.

Di Balik Nama-nama Besar

Di balik proyek ini, ada nama-nama besar yang terlibat.

CV. Samy Abadi, kontraktor yang menangani proyek ini, ternyata dikelola oleh Alan—menantu dari Agus Thiodorus, seorang pengusaha sukses di Tanimbar, yang juga memiliki hubungan erat dengan Bupati terpilih, Ricky Jauwerissa.

Proyek Jalan Atubul Da3“Dimana-mana orang pakai perusahaan orang lain untuk bekerja,” ujar Samy Mou, pemilik CV. Samy Abadi ketika dikonfirmasi.

“Saya memang punya perusahaan ini, tapi secara notaris sudah saya berikan kuasa kepada Alan,” tegasnya

Pernyataan ini memunculkan pertanyaan di benak masyarakat: apakah proyek ini benar-benar dijalankan dengan prinsip profesionalisme, atau justru terjebak dalam lingkaran kepentingan keluarga?

Teguran yang Berulang, Masalah yang Tak Kunjung Selesai

Kekhawatiran atas kualitas proyek ini bukan sekadar opini masyarakat semata.

CV. Azaria Papua Consultant (APC) yang bertindak sebagai konsultan pengawas, telah dua kali melayangkan surat teguran kepada kontraktor.

Surat pertama, bernomor 15/S.TEGURAN/APC/X/2024, diterbitkan pada 24 Oktober 2024 setelah tim supervisi menemukan berbagai ketidaksesuaian di lapangan.

Namun, peringatan ini tampaknya tidak cukup untuk mendorong perbaikan.

Teguran kedua, dengan nomor 16/S.TEGURAN/APC/X/2024, kembali dikeluarkan karena pelanggaran yang sama masih ditemukan.

Beberapa diantaranya meliputi:

Prime coat tidak sesuai prosedur – lapisan resap pengikat seharusnya didiamkan minimal 24 jam sebelum pengaspalan, tetapi kontraktor mempercepat proses tanpa mengikuti aturan.

Trial mix aspal yang tidak sesuai standar – pengujian kualitas aspal seharusnya dilakukan sebelum pengaspalan utama, tetapi tahapan ini dilewati.

Pembersihan badan jalan yang tidak maksimal – debu dan sisa material masih banyak tersisa sebelum aspal diaplikasikan, yang dapat mempercepat kerusakan jalan.

Ketidakpatuhan ini bukan hanya masalah teknis semata, tetapi juga berdampak langsung pada ketahanan jalan dan keselamatan pengguna.

Diam atau Bertindak?

Ketika dikonfirmasi, Jek Watunglawar, penanggung jawab konsultan supervise justru mengklaim bahwa proyek ini “tidak ada masalah.”

Proyek Jalan Atubul Da“Memang ada surat teguran dari kami, tetapi sudah dibenahi oleh penyedia,” ujarnya singkat.

Namun, ketika ditanya bagian mana yang telah diperbaiki dan bukti perbaikannya, ia enggan menjelaskan lebih lanjut.

Sikap ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Jika memang semua telah diperbaiki, mengapa kondisi di lapangan masih menunjukkan sebaliknya?

Seorang warga lainnya menegaskan bahwa mereka akan membawa masalah ini ke pihak berwenang.

“Kami hanya ingin jalan ini bagus dan bisa digunakan dalam waktu lama. Kalau pekerjaan asal-asalan seperti ini dibiarkan, nanti kami yang rugi. Kami akan laporkan ini,” ujarnya tegas.

Antara Kepentingan dan Kualitas

Proyek infrastruktur seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, bukan menjadi ajang bagi segelintir orang untuk meraup keuntungan.

Dalam kasus ini, ketidaksesuaian prosedur yang terjadi justru memperlihatkan bagaimana kepentingan bisnis dan kekuasaan dapat berkelindan, sering kali dengan mengorbankan kepentingan publik.

Masyarakat kini menunggu langkah nyata dari Pemerintah daerah untuk menindaklanjuti masalah ini.

Mereka berharap, siapapun yang terlibat dalam proyek ini terlepas dari nama besar atau hubungan keluarga, harus bertanggung jawab atas kualitas pekerjaan yang mereka lakukan.

Bagi warga Atubul Da, jalan ini bukan hanya tentang infrastruktur, tetapi juga tentang hak mereka atas pembangunan yang berkualitas. Apakah suara mereka akan didengar, atau justru tenggelam di balik kepentingan segelintir elite?

Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

(dp-47)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *