![]() |
Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Benjamin Samangun. |
Penilaian Samangun ini disampaikan menanggapi pernyataan Edo Futwembun melalui pemberitaan sebuah media lokal beberapa hari kemarin yang menyebutkan bahwa Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon melakukan penipuan dan penggelapan terhadap putusan eksekusi Rp.75 juta dan dilaporkan ke Polres Kepulauan Tanimbar, Kejaksaan Negeri Saumlaki serta Pengadilan Negeri Saumlaki.
Menurutnya, putusan PN Saumlaki dalam perkara perdata nomor 5/Pdt.G/2018 dan Putusan PT Ambon nomor 48/Pdt.G/2018/PT.AMB yang telah memiliki kekuatan hukum tetap maka selaku subjek hukum wajib untuk tunduk, taat dan menjalankan putusan pengadilan tersebut.
Bahwa berdasarkan berita acara teguran/ aanmaning nomor 5/BA.Amn/2018/PN Sml kepada pemerintah daerah maka Samangun menjelaskan bahwa ganti rugi sebesar Rlp.75 juta sebagaimana tersebut dalam putusan pengadilan, hal mana ganti rugi tersebut telah diakomodir dan dicatat sebagai utang pihak ketiga, telah disampaikan secara terulis dari Bagian Hukum Setda Kabupaten Kepulauan Tanimbar kepada kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Menurut Samangun, terhadap laporan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilaporkan oleh Edo Futwembun itu merupakan haknya Edo, namun harus dicatat bahwa pernyataan Edo terkait penggelapan dan penipuan yang mencatutkan nama Bupati adalah pernyataan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan pernyataan ini dapat berakibat hukum bagi diri Edo Futwembun sendiri.
“Edo Futwembun gagal paham terkait dengan kata penggelapan dan penipuan yang dialamatkan kepada Bupati Kepulauan Tanimbar. Sebagai seorang advocat senior, beliau harus memahami dan mengerti apa yang disebutkan dalam pasal penggelapan dan penipuan yang tercantum dalam KUHP, karena kedua kata tersebut tidak tepat dan salah sasaran bila dialamatkan kepada Bupati Kepulauan Tanimbar,” tegas Samangun yang diwawancarai, Rabu (11/5/2022).
Menurutnya, Edo sebagai seorang advocat dan pengacara senior hendaknya melakukan pemilihan kata dan kalimat yang tepat dalam berpendapat. Edo harus beretika dan mengutamakan sopan santun. Terhadap pernyataan ini Edo Futwembun dapat dilaporkan kembali karena telah melakukan perbuatan pidana dengan melanggar ketentuan pasal 310 KUHP tentang penghinaan dan pasal 311 pencemaran/fitnah serta ketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transasksi Elektronik.
Selanjutnya, terhadap pernyataan Edo Futwembun yang menyebutkan bahwa terjadi pelecehan dan pelanggaran serta penghinaan atau memandang rendah pengadilan adalah sebuah pernyataan yang keliru karena tidak ada sikap batin/mens rea untuk melecehkan lembaga peradilan sebagaimana disebutkan oleh Edo Futwembun, karena sebagai subjek hukum pemerintah daerah kabupaten Kepulauan Tanimbar patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Karena proses peradilan telah selesai dan telah berkekuatan hukum tetap sehingga tahapan selanjunya adalah proses penganggaran dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan DPRD untuk nantinya ditampung pada APBD sehingga Edo Futwembun tidak boleh khawatir terkait dengan ganti rugi dana sebesar Rp.75 juta yang telah ditampung dalam daftar utang pihak ketiga.
“Gagal paham selanjunya adalah Edo Futwembun tidak mengerti tentang mekanisme pembayaran utang pihak ketiga. Kita tetap berpedoman pada aturan tentang pengelolaan keuangan daerah sehingga tidak gegabah dalam menyampaikan pendapat yang nantinya akan merugikan diri sendiri, mengingat mekanisme tentang penyusunan dan penganggaran serta pembayaran utang pihak ketiga harus sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Samangun juga menyebutkan bahwa Edo Futwembun gagal paham karena tidak mengerti tentang proses penganggaran yang dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah, sehingga tidak bersabar dan mendesak pemda Kabupaten Kepulauan Tanimbar untuk segera membayar ganti rugi kepada yang bersangkutan.
Lanjut dia, walaupun anggaran tersebut oleh fraksi Indonesia bersatu telah diusulkan untuk ditampung pada APBD 2022, akan tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu berdasarkan pasal 3 ayat (3) UU 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara menegaskan bahwa “ setiap pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD, jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia”.
Oleh karena itu berdasarkan rujukan normatif tersebut, maka penganggaran yang dilakukan oleh TAPD harus dapat melihat kemampuan keuangan daerah untuk digunakan dalam melakukan pembayaran utang pihak ketiga yang nantinya dituangkan dalam APBD.
“Kami tegaskan lagi bahwa ganti rugi Rp.75 juta milik bapa Edo Futwembun telah berada dalam daftar utang pihak ketiga pemerintah daerah, dan oleh TAPD dapat ditampung dalam APBD baik di APBD Perubahan maupun APBD tahun anggaran berikutnya,” tutupnya.
(dp-18).