![]() |
Kajari Tual, Bambang, SH (tengah) saat menggelar konferensi pers penetapan tersangka korupsi Uang Lauk Pauk Di DPRD Kota Tual |
Tual, Dharapos.com
Kejaksaan Negeri Tual menetapkan dua orang tersangka dalam kasus Korupsi Dana Lauk Pauk di Sekretariat DPRD Kota Tual periode 2008 – 2013.
Kepala Kejaksaan Negeri Tual Bambang, SH, pada konferensi pers yang digelar di aula Kejari Tual (3/8) mengungkapkan penetapan tersebut berdasarkan hasil akhir dari pemeriksaan yang dilakukan pihaknya terhadap saksi dan sejumlah barang bukti terkait kasus tersebut.
”Apa yang sudah di tetapkan tidak dapat di rubah lagi karena terbukti ada indikasi kerugian negara sebesar 3,1 miliar rupiah,” tegasnya.
Dijelaskannya, pada 15 Desember 2014 kasus tersebut sudah P21 yang mana penyidik telah lebih dahulu menetapkan Muna Kabalmai yang saat itu menjabat Sekretaris DPRD Kota Tual periode 2008- 2013 sebagai tersangka pada 11 Desember 2014 dan Adel Ohoiwutun selaku Bendahara pada 12 Desember 2014.
”Ada sejumlah tahapan yang harus dilalui dalam proses hukum ini yaitu pemanggilan pertama pada tanggal 11,12 Desember 2014. Sementara tanggal 29 Nanti (Agustus-red) adalah pemanggilan ketiga. Dan sesuai aturan jika hingga panggilan ketiga tidak datang maka pihaknya akan melakukan penjemputan paksa karena prosedur hukumnya seperti itu,” jelas Bambang.
Pada panggilan kedua Rabu (29/7), keduanya kembali mangkir dari panggilan Jaksa dengan alasan belum memiliki pengacara. Hingga sore (29/7) keduanya tidak datang.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Tual, Theis Rahanra, SH,MH mengungkapkan dalam pemeriksaan yang dilakukan pihaknya, ditemukan dua kwitansi dimana salah satu kwitansi menggunakan meterai 2014, sedangkan persolannya tahun 2010.
“Selain itu arah coretannya juga berbeda, sehingga kami belum bisa memastikan keterlibatan 20 anggota DPRD kota Tual dalam kasus ini dikarenakan tidak ada satu pun yang mengakui menerima uang tersebut saat dilakukan pemeriksaan. Ini yang jadi persoalannya,” ungkapnya.
Terkait itu, Rahanra mengajak semua pihak untuk bisa memahami persoalan ini dan tidak asal berkomentar.
Lebih lanjut, urainya, proses penerimaan uang terjadi pada tahun 2010, sedangkan kuitansinya menggunakan meterai 2014.
”Sudah jelas bertentangan, terkecuali kalau di tahun yang sama yaitu 2010,” sambungnya.
Pihak Kejari Tual juga telah memanggil dan memeriksa mantan ketua DPRD Kota Tual serta mantan Sekda kota Tual sebagai saksi.
Mantan Ketua DPRD Kota Tual, M. Waremra yang juga sebagai saksi dalam kasus ini, ketika diperiksa mengaku jika dirinya tidak pernah menerima uang tersebut. Sedangkan menurut penjelasan salah seorang saksi yang diperiksa bahwa dirinya menerima kuitansi tersebut.
“Jadi yang jelasnya, ada 2 kuitansi. Yang tahun 2010 yang difotokopi, sedangkan yang asli pakai meterai tahun 2014, sedangkan penerimaannya 2010 sehingga patut dipertanyakan kuitansi mana yang salah, karena sudah jelas tahun 2010 penerimaannya berarti diindikasikan telah terjadi manipulasi kuitansi,” beber Rahanra.
Atas fakta tersebut, pihaknya tidak bisa menetapkan 20 anggota DPRD Kota Tual menjadi tersangka karena tidak adanya barang bukti.
“Jadi, intinya kita tinggal menunggu kasus korupsi ini diselesaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Kota Ambon,” tandas Rahanra.
(dp-20)