![]() |
Syahrin Abdurrahman, SE |
Tual,
Perairan Indonesia yang memiliki luas hingga 80 persen dibutuhkan fungsi kontrol serta pengawasan yang cukup ketat. Salah satunya, Laut Arafura yang akan menjadi skala prioritas utama.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman, SE, di Kantor PSDKP Tual, Kamis (24/10).
“Dengan melihat wilayah laut Indonesia yang sangat luas maka PSDKP harus memiliki fungsi kontrol dan pengawasan agar kita tidak banyak disorot dari berbagai pihak. Makanya, kita perlu membentuk skala prioritas,” ungkapnya disela-sela acara peresmian Kantor Baru PSDKP Tual yang berlokasi di Jalan Dumar, Kecamatan Dullah Utara, Kota Tual.
Dijelaskannya, ada tiga skala prioritas utama yang harus dibentuk yaitu, yang pertama di Laut Arafura, kedua di Laut Sulawesi Utara dan satu lagi di perairan Natuna, Kalimantan Barat. Pada ketiga wilayah perairan ini, diakuinya, masih banyak ikan.
“Di antara ketiga wilayah perairan yang merupakan lumbung ikan tersebut, yang paling banyak adalah di Laut Arafura. Bukan hanya di Indonesia saja tapi dunia,” jelas Abdurrahman.
Dikatakannya, bahwa ikan di perairan laut Arafura masih berpeluang untuk dikembangbiakkan sementara di kedua perairan lainnya peluang tersebut tidak sebesar di laut Arafura akibat sering terjadinya Illegal Fishing (pencurian ikan) apalagi merupakan pintu masuk ke Indonesia. Karena itu, ditegaskan kepada setiap Kepala PSDKP agar selalu memperhatikan tugasnya dalam menjalankan fungsi kontrol dan pengawasan.
“Kalau musim dingin di Australia, maka semua ikan akan kembali keperairan kita terutama laut Arafura karena pusat lumbung ikan dunia ada di laut Arafura sehingga kita sangat serius untuk memperhatikannya,” tegasnya.
Olehnya itu, dirinya dengan tegas meminta Kepala PSDKP Tual untuk membuat skala prioritas terhadap pengawasan di perairan Arafura sebagai pusat pengembangan.(obm)
" MALUKU TENGGARA SEBAGAI KAWASAN MINAPOLITAN "
Konsep Pengembangan Kawasan Minapolitan
pengembangan kawasan minapolitan merupakan alternative solusi untuk pengembangan wilayah (perdesaan). Kawasan minapolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat minapolitan dan desa-desa disekitarnya membentuk kawasan minapolitan. Disamping itu, kawasan minapolitan ini juga dicirikan dengan kawasan perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha minabisnis dipusat minapolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangun perikanan (minabisnis) diwilayah sekitarnya. Dalam pengembangannya, kawasan tersebut tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat kegiatan pada tingkat propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan minapolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan.Disamping itu pentingnya pengembangan kawasan minapolitan di Indonesia diindikasikan oleh ketersediaan lahan perikanan dan tenaga kerja yang murah, telah terbentuknya kemampuan (skill) dan pengetahuan (knowledge) di sebagian besar pembudidaya, jaringan (network) terhadap sektor hulu dan hilir yang sudah terjadi, dan kesiapan pranata (institusi). pengembangan kawasan minapolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam bentuk pergerakan barang, modal dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan minapolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud.
Dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan secara terintegrasi, perlu disusun masterplan pengembangan kawasan minapolitan yang akan menjadi cuan penyusunan program pengembangan. Adapun muatan yang terkandung didalamnya adalah:
1. Penetapan pusat agropolitan/minapolitan yang berfungsi sebagai (Douglas 1986):
Pusat perdagangan dan transportasi perikanan (aquacultural trade/transport center).
Penyedia jasa pendukung perikanan (aquacultural support services).
Pasar konsumen produk non-perikanan (non aquacultural consumers market).
Pusat industry perikanan (aqua based industry).
Penyedia pekerjaan non perikanan (non-aquacultural employment).
Pusat minapolitan dan hinterlandnya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/Kabupaten).
2. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai (Douglas, 1986):
Pusat produksi perikanan (aquacultural production).
Intensifikasi perikanan (aquacultural intensification).
Pusat pendapatan perdesaan da permintaan untuk barang-barang dan jasa non-perikanan (rural income and demand for non-aquacultural goods and services).
Produksi ikan siap jual dan diversifikasi perikanan (cash fish production and aquacultural diversification).
3. Penetapan sektor unggulan:
Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya.
Kegiatan minabisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan local).
Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor.
4. Dukungan sistem infrastruktur
Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan minapolitan diantaranya: jaringan jalan, irigasi, sumber-sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).
5. Dukungan sistem kelembagaan.
Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan minapolitan yang merupakan bagian dari pemerintah daerah dengan fasilitasi pemerintah pusat.
Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan minapolitan.